Bab 251 s/d 300

 

Bab 251. Keutamaan Berdoa Di Luar Adanya Orang Yang Didoakan -Yakni Orang Yang Di Doakan Tidak Mengetahui Bahwa Ia Di Doakan Olehnya-

 

 

Allah Ta'ala berfirman: "Dan orang-orang yang datang sesudah mereka sama berkata: "Ya Tuhan kita, berikanlah pengampunan kepada kita dan kepada saudara-saudara kita yang telah mendahului kita dengan membawa keimanan." (al-Hasyr: 10)

 

Allah Ta'ala juga berfirman: "Dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan." (Muhammad: 19)

 

Allah Ta'ala juga berfirman dalam memberitahukan perihal Ibrahim a.s.: "Wahai Tuhan kita, berikanlah pengampunan untukku dan kedua orangtuaku, juga kepada sekalian orang-orang yang beriman pada hari berdirinya hisab -yakni hari kiamat-." (Ibrahim: 41)

 

1491. Dari Abuddarda' r.a. bahwasanya ia mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tiada seorang hambapun yang Muslim yang berdoa untuk saudaranya yang tidak ada -yakni yang waktu itu tidak ada di sisinya-, melainkan malaikat akan berkata: "Engkau juga memperoleh sebagaimana yang engkau doakan itu." (Riwayat Muslim)

 

1492. Dari Abuddarda' r.a. pula, bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Doa seorang Muslim kepada saudaranya di luar adanya yang didoakan itu adalah mustajab -yakni dikabulkan-. Di sisi kepalanya ada malaikat yang diserahi untuk itu. Setiap ia berdoa untuk saudaranya itu dengan kebaikan, maka malaikat yang diserahi itu berkata: Amin -semoga Allah mengabulkan doamu it - dan engkaupun memperoleh sebagaimana yang engkau doakan itu." (Riwayat Muslim)


Bab 252. Beberapa Masalah Perihal Doa

 

 

1493. Dari Usamah bin Zaid radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang diberi sesuatu kebaikan -seperti pemberian dan lain-lain- oleh orang lain, lalu ia mengucapkan kepada orang yang melakukannya itu: "Jazakallahu khairan" -Semoga Allah memberikan balasan kebaikan kepadamu-, maka benar-benar ia telah mempersangatkan pujiannya itu -maksudnya hal itu telah mencukupi dalam menyatakan rasa syukurnya-." Diriwayatkan oleh imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih.

 

1494. Dari Jabir r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua berdoa untuk bahayanya diri sendiri, janganlah pula berdoa untuk bahayanya anak-anakmu semua dan jangan pula berdoa untuk bahayanya harta-hartamu semua -yakni mendoakan supaya diri sendiri, anak atau hartanya itu mendapat bahaya atau kecelakaan-, sebab tiada mencocoki doa-doa itu akan sesuatu saat yang di waktu itu Allah akan dimintai untuk mengabulkannya, maka Allah pasti mengabulkan doamu tersebut," -yakni apabila diucapkannya doa itu tepat pada waktu yang mustajab, maka dikhawatirkan bahwa doa-doa untuk memohonkan bahaya dan kecelakaan tadi akan benar-benar terlaksana-. (Riwayat Muslim)

 

1495. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sedekat-dekat seorang hamba itu dari Tuhannya ialah dalam keadaan ia bersujud, maka dari itu perbanyakkanlah berdoa -ketika bersujud itu-." (Riwayat Muslim)

 

1496. Dari Abu Hurairah r.a. pula bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Akan dikabulkanlah sesuatu doa bagi seorang diantara engkau semua, selama ia tidak tergesa-gesa, lalu ia mengucapkan: "Saya sungguh-sungguh telah berdoa kepada Tuhanku, Tuhan tidak suka mengabulkan permohonanku itu." (Muttafaq 'alaih) Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan: Nabi s.a.w. bersabda: "Tidak henti-hentinya sesuatu doa bagi seorang hamba itu akan dikabulkan, selama ia tidak berdoa untuk terjadinya sesuatu dosa atau untuk pemisahan kekeluargaan dan selama ia tidak tergesa-gesa." Beliau s.a.w. ditanya: "Ya Rasulullah, bagaimanakah artinya tergesa-gesa itu?" Beliau s.a.w. menjawab: "Yaitu jikalau orang itu berkata: "Sungguh-sungguh saya telah berdoa dan benar-benar saya sudah memohonkan, tetapi saya tidak mengetahui -tidak meyakinkan- bahwa Tuhan akan mengabulkannya," selanjutnya orang itu lalu merasa menyesal di saat itu dan akhirnya meninggalkan berdoa."

 

1497. Dari Abu Umamah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. ditanya: "Manakah doa yang lebih pasti untuk didengar itu -lalu dikabulkan-?" Beliau s.a.w. menjawab: "Yaitu di tengah malam yang terakhir dan sehabis shalat-shalat yang diwajibkan." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.

 

1498. Dari 'Ubadah bin as-Shamit r.a., bahwasanya Rasulullah s.a.w bersabda: "Tiada di atas bumi ini seorang Muslim pun yang berdoa kepada Allah dengan sesuatu permohonan, melainkan Allah pasti akan memberikan itu padanya, ataupun akan memalingkan dari dirinya dari keburukan yang seumpama dengan itu, selama ia tidak berdoa untuk terlaksananya sesuatu dosa atau untuk pemisahan kekeluargaan." Kemudian ada seorang lelaki dari golongan kaum berkata: "Jikalau demikian, kita akan memperbanyakkan permohonan -yang baik-baik- itu, bagaimanakah?" Beliau s.a.w. menjawab: "Allah adalah Maha Lebih Banyak karunianya -untuk mengabulkan permohonan yang banyak tadi-." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih. Juga diriwayatkan oleh Imam Hakim dari riwayat Abu Sa'id dan di situ ditambahkan sabda Nabi s.a.w.: "Atau orang yang berdoa itu menabung pahala seumpama dengan doanya itu untuk dirinya sendiri."

 

1499. Dari Ibu Abbas radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. itu ketika ditimpa oleh kesempitan -yakni di waktu hati kesal dan ingin marah-, Beliau s.a.w. mengucapkan: "La ilaha illallahu 'azhimul halim; La ilaha illallahu rabbul 'arsyil 'azhim; La ilaha illallahu rabbus samawati wa rabbul ardhi wa rabbul 'arsyil karim." Tiada Tuhan melainkan Allah yang Maha Agung lagi Penyantun. Tiada Tuhan melainkan Allah yang Maha Menguasai 'arasy yang agung. Tiada Tuhan melainkan Allah yang Maha Menguasai langit-langit dan Menguasai Bumi dan Menguasai 'arasy yang mulia. (Muttafaq 'alaih)


 

Bab 253. Keutamaan Para Waliyullah

 

 

Allah Ta'ala berfirman lagi: "Ingatlah bahwasanya para waliyullah -yakni kekasih-kekasih Allah- itu tiada ketakutan atas mereka dan merekapun tidak akan bersedih hati. Mereka itu ialah orang-orang yang beriman dan juga bertaqwa. Bagi mereka adalah kegembiraan di dalam kehidupan dunia dan juga di akhirat. Tiada perubahan sama sekali untuk kalimat-kalimat Allah. Yang sedemikian itu adalah kebahagiaan yang agung." (Yunus: 62)

 

Allah Ta'ala berfirman lagi: "Dan goyangkanlah olehmu -hai Maryam- pohon kurma itu, sesungguhnya ia akan menjatuhkan kepadamu buah kurma yang baru masak. Maka makanlah dan minumlah," sampai habisnya ayat. (Maryam: 25-26)

 

Allah Ta'ala berfirman pula: "Setiap kali Zakaria masuk kepadanya yaitu di mihrab, didapati makanan di dekatnya. Ia berkata: "Hai Maryam, bagaimanakah engkau dapat memperoleh ini?" Maryam menjawab: "Itu adalah dari sisi Allah, sesungguhnya Allah itu mengaruniakan rezeki kepada siapa saja yang dikehendaki olehNya tanpa ada batas hitungannya." (Ali-Imran: 37)

 

Allah Ta'ala berfirman lagi: "Dan diwaktu engkau semua meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, carilah tempat persembunyian di dalam gua, nanti Tuhanmu semua akan menyebarkan kerahmatan-Nya untukmu semua dan menyediakan apa-apa yang berguna dari pekerjaanmu itu untuk kepentinganmu semua pula. Engkau lihat matahari ketika terbitnya miring dari gua mereka di sebelah kanan dan ketika terbenam, meninggalkan mereka di sebelah kiri," sampai habisnya ayat. (al-Kahf: 16-17)

 

1500. Dari Abu Muhammad yaitu Abdurrahman bin Abu Bakar as-Shiddiq radhiallahu 'anhuma, bahwasanya ash-habush shuffah adalah para manusia yang fakir-fakir dan bahwasanya Nabi s.a.w. pernah pada suatu ketika bersabda: "Barangsiapa yang disisinya ada makanan cukup untuk dua orang, maka hendaklah pergi dengan tiga orang dan barangsiapa yang disisinya ada makanan cukup untuk empat orang, maka hendaklah pergi dengan lima atau enam orang," atau seperti yang sedemikian itulah kurang lebih sabda beliau s.a.w. itu. Abu Bakar datang dengan membawa tiga orang sedang Nabi s.a.w. berangkat dengan membawa sepuluh orang. Abu Bakar makan malam di tempat Nabi s.a.w. kemudian menetap di situ sehingga ia shalat Isya'. Kemudian kembali lalu datang di rumahnya setelah lewat waktu malam -yakni sampai jauh malam- sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah. Istrinya lalu berkata: "Apa yang menyebabkan Anda tertahan untuk menemui tamu-tamu Anda?" Abu Bakar bertanya: "Apakah orang-orang itu belum engkau beri makan malam?" Ia menjawab: "Mereka tidak mau sehingga Anda datang dan para pelayan sudah menawarkan pada mereka itu." Abdur Rahman berkata: "Saya lalu pergi kemudian bersembunyi. Abu Bakar berkata: "Hai Tolol" dan seterusnya iapun mencaci dan memaki, lalu berkata kepada keluarganya: "Makanlah engkau semua tanpa adanya kecukupan. Demi Allah, saya tidak makan makanan ini selama-lamanya." Abdur Rahman berkata: "Demi Allah, tiada sesuap makananpun yang kita ambil, melainkan bertambahlah makanan dari bawahnya, lebih banyak dari keadaannya semula. Orang-orang sama makan sampai kenyang, tetapi makanan itu menjadi lebih banyak lagi dari yang sebelumnya dimakan. Abu Bakar melihat makanan itu, lalu berkata kepada istrinya: "Hai saudarinya Bani Firas, apakah yang terjadi ini?" Istrinya menjawab: "Entahlah, demi kecintaan mataku, sesungguhnya makanan ini, keadaannya sekarang lebih banyak dari tadinya, bahkan jumlahnya tiga kali lipat -dari semula-. Abu Bakar lalu makan daripadanya dan berkata: "Sesungguhnya sumpah yang saya ucapkan tadi adalah dari godaan syaitan." Selanjutnya ia makan pula sesuap daripadanya kemudian dibawa ke tempat Nabi s.a.w. dan paginyapun tempat makanan itu masih ada di tempat beliau s.a.w. Antara kita dengan sesuatu kaum ada suatu janji, lalu waktu yang ditentukan -dalam janji- itu lewatlah. Kita semua terpisah-pisah menjadi duabelas orang yang setiap seorang diantara mereka itu disertai orang banyak. Allah lebih mengetahui beberapa jumlah yang dibawa oleh setiap orang itu. Mereka semua lalu makan." Dalam riwayat lain disebutkan: "Abu Bakar bersumpah tidak akan makan makanan itu, istrinyapun lalu bersumpah tidak akan makan, akhirnya para tamu itupun bersumpah pula tidak akan makan, sehingga Abu Bakar suka makan lebih dulu. Abu Bakar lalu berkata: "Ah, sumpah ini adalah dari syaitan belaka." Ia lalu meminta makanan itu, kemudian ia makan dan keluarga serta para tamupun makan juga. Tetapi tiada sesuappun yang mereka angkat, melainkan bertambahlah makanan itu dari bagian bawahnya, yang keadaannya lebih banyak dari semula. Abu Bakar lalu berkata: "Hai saudarinya Bani Firas apakah yang terjadi ini?" Istrinya menjawab: "Demi kecintaan mataku, sesungguhnya makanan itu keadaannya kini lebih banyak daripada sebelumnya kita makan tadi." Mereka lalu makan lagi, kemudian dikirimkanlah makanan itu kepada Nabi s.a.w. dan Abdur Rahman menyebutkan bahwa beliau s.a.w. juga makan daripadanya." Dalam riwayat yang lain lagi disebutkan: "Abu Bakar berkata kepada Abdur Rahman: "Layanilah tamu-tamumu itu, sebab saya akan berangkat kepada Nabi s.a.w. Jadi selesaikanlah semua hidangan untuk menghormati mereka itu sebelum saya datang kembali." Abdur Rahman berangkat -ke tempat para tamu- lalu mendatangkan makanan yang ada di sisinya. Ia berkata kepada mereka: "Ayolah makan." Para tamu bertanya: "Manakah tuan rumah kita ini -yang mereka maksudkan ialah Abu Bakar as-Shiddiq?" Abdur Rahman berkata lagi: "Ayolah makan." Mereka berkata pula: "Kita tidak akan makan,sehingga tuan rumah kita ini datang." Abdur Rahman berkata lagi: "Terimalah hidangan untuk menghormat Anda sekalian ini, sebab sesungguhnya Abu Bakar, jikalau nanti datang dan Anda sekalian belum makan, tentu kami akan mendapat marah daripadanya." Para tamu tetap menolak, maka saya merasa dalam hatiku bahwa Abu Bakar tentu akan marah pada saya. Setelah Abu Bakar datang, saya lalu menyingkir daripadanya. Ia berkata -kepada para tamu-: "Apakah yang Anda sekalian kerjakan ini." Mereka lalu memberitahukan kepadanya perihal belum makannya itu. Selanjutnya Abu Bakar berkata: "Hai Abdur Rahman." Tetapi saya berdiam saja. Ia berkata lagi: "Hai Abdur Rahman." Saya tetap diam saja. Sekali lagi ia berkata: "Hai tolol, saya bersumpah padamu, kalau engkau mendengar suaraku ini, supaya engkau datang ke mari." Saya lalu keluar, kemudian saya berkata: "Tanyakan sendiri pada tamu-tamu Bapak." Mereka -para tamu- menjawab: "Betul, ia telah datang dengan membawa makanan itu." Abu Bakar berkata lagi: "Jadi Anda sekalian hanya hendak menantikan saya, demi Allah, saya tidak akan makan makanan ini pada malam ini." Orang-orang yang lain berkata: "Demi Allah, kita tidak makan juga sehingga Anda suka pula makan." Ia berkata: "Celaka Anda sekalian ini, mengapa Anda sekalian tidak suka menerima hidangan sebagai penghormatan kepada Anda sekalian ini?" Lalu ia berkata kepada keluarganya: "Coba bawa ke mari makananmu itu." Abu Bakar datang dengan membawa makanan lalu ia meletakkan tangannya dan mengucapkan: "Bismillah," kemudian berkata lagi: "Sumpah tadi itu dari godaan syaitan." Ia makan dan orang-orang lainpun makan pula." (Muttafaq 'alaih) Ucapannya: Ghuntsar dengan dhammahnya ghain mu'jamah, lalu nun sukun kemudian tsa' bertitik tiga, artinya ialah orang yang bodoh lagi tolol. Ucapannya: fa-jadda'a artinya mencaci-maki, sedang aljad'u artinya pemutusan -atau pemisahan-. Ucapannya yajidu 'alayya dengan kasrahnya jim, artinya marah.

 

1501. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya di kalangan umat-umat yang sebelummu semua itu ada orang-orang yang diberi ilham. Maka andaikata ada seorang yang sedemikian itu di kalangan umat saya, maka sesungguhnya ia adalah Umar," Diriwayatkan oleh Imam Bukhari, juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dari riwayat Aisyah. Dalam riwayat kedua ahli hadits itu Ibnu Wahab berkata: Muhaddatsun artinya ialah orang-orang yang memperoleh ilham.

 

1502. Dari Jabir bin Samurah radhiallahu 'anhuma, katanya: "Para penduduk Kufah mengadukan Sa'ad -yakni Sa'ad bin Abu Waqqash r.a. kepada Umar bin al-Khaththab r.a.- yang pada waktu itu menjabat sebagai khalifah, sedang Sa'ad sebagai gubernur yang diangkat olehnya untuk daerah Kufah. Oleh sebab itu Umar lalu memecat Sa'ad dan meggunakan 'Ammar untuk memerintah penduduk Kufah itu -sebagai penggantinya Sa'ad-. Orang-orang Kufah itu mengadukan, sampai-sampai mereka itu menyebutkan bahwasanya Sa'ad itu tidak bagus dalam mengerjakan shalatnya. Sa'ad diminta datang oleh Umar r.a. lalu berkata: "Hai Abu Ishaq -yakni Sa'ad bin Abu Waqqash-, sesungguhnya orang-orang Kufah menyangka bahwa engkau tidak bagus dalam melakukan shalat." Sa'ad menjawab: "Tentang saya ini, demi Allah, sesungguhnya saya shalat dengan orang-orang itu sebagaimana shalatnya Rasulullah s.a.w., tidak saya kurangi sedikitpun. Saya shalat Isya', lalu saya perpanjangkan dalam kedua rakaat yang pertama, sedang kedua rakaat yang penghabisan saya peringankan." Umar berkata: "Itu adalah penyangkaan orang-orang padamu, hai Abu Ishaq." Selanjutnya Umar mengirimkan Sa'ad bersama seorang atau beberapa orang ke daerah Kufah untuk menanyakan kepada penduduk Kufah tentang diri Sa'ad tadi. Tiada suatu masjidpun yang diri Sa'ad itu dan para penduduk Kufah itu sama memuji akan kebaikannya. Akhirnya masuklah di suatu masjid di lingkungan Bani 'Abs. Kemudian ada seorang lelaki diantara mereka itu berdiri, namanya Usamah bin Qatadah yang diberi nama gelar yaitu Abu Sa'dah. Ia berkata: "Adapun kalau Anda bertanya kepada kami tentang Sa'ad, maka sesungguhnya Sa'ad itu tidak pernah ikut pergi memimpin pasukan -ke medan perang-, tidak pernah mengadakan pembagian -harta rampasan- dengan sama rata dan tidak pernah menjatuhkan putusan dengan berdasarkan keadilan." Sa'ad lalu berkata: "Aduh, demi Allah, sesungguhnya saya akan berdoa dengan tiga macam permohonan: "Ya Allah, jikalau hambamu ini -Usamah bin Qatadah- berkata dusta dan melakukan hanya karena congkak dan kesombongan belaka, maka panjangkanlah usianya, langsungkanlah kefakirannya dan permudahkanlah ia untuk berbagai kefitnahan." Sesudah beberapa saat berlalu, orang itu jikalau ditanya, siapa dirinya, ia menjawab: "Aku adalah orangtua bangka yang terkena fitnah, karena doanya Sa'ad sudah mengena pada diriku." Abdulmalik bin Umair yang meriwayatkan hadits ini dari Jabir bin Samurah berkata: "Saya sendiri melihat orang itu sesudah tuanya, kedua alisnya telah rontok-rontok di atas kedua matanya karena amat lanjut usianya itu dan sesungguhnya ia menampakkan diri pada kaum wanita sambil menarik-narik tangan mereka itu." (Muttafaq 'alaih)

 

1503. Dari 'Urwah bin az-Zubair bahwasanya Said bin 'Amr bin Nufail r.a. diajukan sebagai lawan oleh Arwa binti Uwais kepada Marwan bin al-Hakam -yang waktu itu sebagai khalifah-. Wanita itu mendakwa bahwa Said mengambil sebagian dari tanahnya. Said lalu berkata: "Saya sudah mengambil sebagian tanahnya, padahal saya sudah mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda." Marwan bertanya: "Apa yang Anda dengar dari Rasulullah s.a.w.?" Ia menjawab: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang mengambil tanah sejengkal secara penganiayaan, maka tanah itu akan dikalungkan di lehernya sampai tujuh lapis bumi di bawahnya." Marwan lalu berkata: "Saya tidak lagi akan meminta keterangan tentang kebenaranmu setelah mendengar ini." Said lalu berdoa: "Ya Allah, jikalau wanita itu dusta, maka butakanlah matanya dan matikanlah ia dalam tanahnya sendiri." 'Urwah berkata; "Wanita itu tidak mati-mati sehingga peng-lihatannya lenyap -yakni menjadi buta matanya-, dan pada suatu ketika ia berjalan di tanahnya sendiri, tiba-tiba terjerumuslah ia dalam suatu lubang, kemudian mati di situ." (Muttafaq 'alaih) Dalam riwayat Imam Muslim dari Muhammad bin Zaid bin Abdullah bin Umar, yang isinya semakna dengan uraian di atas itu dan bahwasanya ia melihat wanita tadi sudah buta mencari-cari dinding -di waktu berjalan- sambil mengucapkan: "Saya terkena oleh doanya Said." Selanjutnya ketika wanita itu berjalan melalui sumur yang ada di dalam rumah yang dijadikan bahan pertengkaran dulu, tiba-tiba ia jatuh di dalamnya, lalu itulah yang menjadi kuburnya -yakni sebab kematiannya-.

 

1504. Dari Jabir bin Abdullah radhiallahu 'anhuma, katanya: "Ketika tiba waktunya peperangan Uhud, ayah saya memanggil saya di waktu malam, lalu berkata: "Saya tidak mengira pada diriku sendiri ini, melainkan rasanya akan terbunuh dalam permulaan orang-orang yang terbunuh dari sahabat-sahabat Nabi s.a.w. Sesungguhnya saya tidak meninggalkan sesudah matiku sesuatu yang bagiku lebih mulia daripada dirimu sendiri selain diri Rasulullah s.a.w. -yakni beliau s.a.w. yang dianggap termulia kemudian anaknya itu-. Sesungguhnya saya mempunyai tanggungan hutang, maka dari itu tunaikanlah hutangku itu dan berikanlah baik-baik kepada saudara-saudaramu." Kemudian kita berpagi-pagi -untuk melakukan peperangan-, kemudian ayahku adalah pertama kali orang yang terbunuh. Saya tanamkan bersamanya orang lain dalam satu kubur. Kemudian jiwaku tidak enak kalau ayahku saya tinggalkan satu kubur bersama orang lain itu, lalu saya keluarkan lagi tubuhnya setelah dalam kuburnya itu selama enam bulan, tiba-tiba ia masih dalam keadaan seperti waktu saya meletakkan dahulu, kecuali telinganya saja -yang rusak-. Selanjutnya saya jadikanlah ia dalam kubur sendirian -yakni tidak disertai orang lain dalam kubur-." (Riwayat Bukhari)

 

1505. Dari Anas r.a. bahwasanya ada dua orang lelaki dari para sahabatnya Nabi s.a.w. keluar dari sisi Nabi s.a.w. di waktu malam yang gelap gulita, tiba-tiba bersama kedua orang itu seperti ada dua lampu yang ada di hadapannya. Setelah keduanya berpisah maka tiap seorang dari keduanya itupun seperti ada sebuah lampu yang menyertainya, sehingga ia datang kepada keluarganya. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari beberapa jalan, diantara sebagian jalan itu disebutkan bahwa kedua orang lelaki itu ialah Usaid bin Hudhair dan 'Abbad bin Bisyr radhiallahu 'anhuma.

 

1506. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. mengirimkan sepuluh orang sebagai mata-mata pada suatu pasukan dan mengangkatnya 'Ashim bin Tsabit al-Anshari r.a. sebagai kepala untuk memimpin mereka itu. Mereka lalu berangkat, sehingga datanglah mereka di suatu tempat bernama al-Hudat yang terletak antara 'Usfan dan Makkah. Kedatangan mereka itu disebut-sebut oleh suatu kabilah dari orang-orang Hudzail yang dinamakan Bani Lihyan, mereka ini mengejar sepuluh orang tersebut, sedang para pengejar dari Bani Lihyan itu berjumlah hampir seratus orang ahli pemanah. Mereka meneliti jejak-jejak sepuluh orang tadi. Setelah 'Ashim dan kawan-kawannya merasa akan memperoleh perlawanan, lalu mereka berlindung di suatu tempat, kemudian tempat ini dikepung oleh kaum -musuh-. Para pengejar itu berkata: "Turunlah engkau semua -hai sepuluh orang-, lalu serahkanlah tanganmu dan engkau semua memperoleh janji dan ikatan kata dari kita, bahwa kita tidak akan membunuh seorangpun dari engkau semua. 'Ashim berkata: "Hai kaum -kafirin-, saya tidak akan turun untuk menjadi orang yang memperoleh jaminan hidup dari orang kafir. Ya Allah, beritahukanlah tentang hal ihwal kita ini kepada NabiMu yaitu Muhammad s.a.w." Musuh lalu melempari mereka dengan panah, lalu 'Ashim dapat mereka bunuh. Ada tiga orang yang turun -hendak menyerah- dengan berdasarkan janji dan ikatan kata -yakni tidak akan dibunuh-. Di antara mereka ini ialah Khubaib, Zaid bin Datsinah dan seorang lelaki lain. Setelah tiga orang ini dapat mereka pegang, mereka lalu melepaskan tali busurnya masing-masing, kemudian tiga orang itu mereka ikat kuat-kuat. Orang yang ketiga -yang tidak disebut namanya di atas- berkata: "Inilah pertama-tama pengkhianatan. Demi Allah, sesungguhnya saya tidak akan suka lagi menemui engkau semua -untuk terus berjalan-. Bagi saya sudah ada penuntun -dalam persoalan ini- yakni dengan mereka -yang dimaksudkan ialah orang-orang yang sudah mati terbunuh-. Jadi ringkasnya ia lebih suka mengikuti kematian kawan-kawannya itu. Orang ini lalu mereka tarik-tarik dan mereka perlakukan dengan menyiksanya. Tetapi orang ini tetap enggan untuk mengawani kaum musuh -untuk meneruskan perjalanan-. Akhirnya orang ini mereka bunuh. Selanjutnya kaum Bani Lihyan tersebut berangkat dengan membawa Khubaib dan Zaid bin Datsinah, sehingga mereka menjual kedua orang tawanan ini di Makkah sesudah peperangan Badar berakhir. Keluarga al-Harits bin 'Amir bin Naufal bin 'Abdi Manaf membeli Khubaib. Khubaib adalah yang membunuh al-Harits pada hari peperangan Badar dulu. Dengan demikian berada di tempat keluarga al-Harits sebagai seorang tawanan sehingga seluruh keluarga itu berkehendak akan membunuhnya. Khubaib meminjam sebuah pisau cukur dari salah seorang puteri al-Harits untuk mencukur rambut kemaluannya, lalu wanita ini meminjamkan pisau cukur itu padanya. Ada seorang anak kecil yaitu anak wanita yang meminjami pisau cukur tadi merangkak ke tempat Khubaib, sedang wanita tadi sedang lalai mengamat-amati anaknya tadi, sehingga anak itu mendatangi Khubaib, lalu wanita itu melihat sendiri bahwa Khubaib mendudukkan anak tersebut di atas pahanya, sementara pisau cukur masih tetap ada di tangannya. Wanita itu amat terkejut sekali dan hal yang sedemikian ini diketahui oleh Khubaib. Terkejutnya ialah karena takut kalau anaknya itu akan disembelih oleh tawanannya. Khubaib lalu berkata: "Adakah Anda takut kalau saya membunuh anak ini. Ah, saya tidak akan mengerjakan perbuatan sekeji itu." Wanita -yang diuraikan di atas itu berkata-: "Demi Allah, saya tidak pernah melihat seorang tawananpun yang lebih baik daripada Khubaib. Demi Allah, benar-benar saya pernah menemuinya pada suatu hari, ia sedang makan sedompol -seikat- anggur ditangannya, sedangkan ia di waktu itu sedang diikat erat-erat dengan besi, lagi pula tiada buah-buahan seperti itu di Makkah. "Wanita itu melanjutkan katanya: "Hal itu sesungguhnya suatu rezeki yang dikaruniakan oleh Allah kepada Khubaib." Setelah orang-orang Bani Lihyan keluar dengan membawa Khubaib dari tanah suci untuk membunuhnya di tanah halal -bukan Tanah Haram yakni tanah suci Makkah-, maka Khubaib berkata kepada mereka: "Lepaskanlah aku sebentar karena aku hendak shalat dua rakaat." Mereka membiarkannya, lalu ia shalat dua rakaat, kemudian ia berkata: "Demi Allah andaikata engkau semua tidak akan timbul sangkaan bahwasanya saya dalam ketakutan -karena akan mati-, sesungguhnya aku akan menambah shalatku ini lagi. Ya Allah, hitunglah jumlah mereka ini, bunuh mereka secara berganti-ganti menurut gilirannya dan janganlah meninggalkan seorangpun diantara mereka itu." Selanjutnya Khubaib berkata pula: Saya takkan memperdulikan, asalkan aku mati sebagai Muslim. Dalam keadaan bagaimanapun, kematianku adalah untuk Allah. Hal itu adalah Zat Tuhan, Jikalau Dia berkehendak, pasti akan memberikan keberkahan, atas semua anggota tubuh yang terceraikan. Khubaib adalah seorang yang membuat sunnah yang pertama kali bagi setiap orang Muslim untuk dibunuh dengan kesabaran, supaya melakukan shalat dahulu. Nabi s.a.w. memberitahukan kepada sahabat-sahabatnya perihal berita sepuluh orang di atas pada hari mereka mendapatkan musibah -yakni bencana yang menimpa mereka sebagaimana di atas-. Ada beberapa orang dari golongan kaum Quraisy menyuruh orang-orang lain ke tempat 'Ashim bin Tsabit ketika mereka diberitahu bahwa 'Ashim telah terbunuh, supaya orang-orang yang dikirimkan itu datang dengan membawa sesuatu anggota badan dari 'Ashim yang dapat dikenal. 'Ashim dahulu pernah membunuh seorang dari golongan pembesar-pembesarnya kaum Quraisy. Tetapi Allah lalu mengirimkan kepada jenazah 'Ashim itu semacam awan dan terdiri dari lebah. Lebah-lebah itulah yang melindungi tubuh 'Ashim dari utusan-utusan kaum Quraisy -yang hendak memotong sebagian anggotanya untuk dijadikan bukti kematiannya-. Oleh sebab itu musuh-musuh tadi tidak dapat memotong sesuatu anggotapun dari tubuh 'Ashim. (Riwayat Bukhari) Ucapannya: Al-Hudat adalah sebuah tempat dan adbdhullah ialah awan, sedang addabru, artinya lebah. Ucapannya: Uqtulhum bidadan, boleh dengan ba'nya dikasrahkan atau difathahkan lalu berbunyi badadan. Bagi orang yang membacanya kasrah, maka ia berkata: "Itu adalah jama'nya biddah dengan kasrahnya ba', artinya bagian. Maknanya ialah: "Bunuhlah mereka itu -ya Allah- dalam waktu yang terbagi-bagi menurut pembagian gilirannya masing-masing." Adapun bagi orang yang membaca fathahnya ba', maka maknanya iaiah secara berpisah-pisah dalam membunuhnya itu, yakni satu demi satu, yaitu dari kata attabdid. Dalam bab ini banyak hadits lain yang shahih yang sudah terdahulu dalam tempatnya masing-masing dalam kitab ini, diantaranya ialah Hadisnya anak yang mendatangi pendeta dan ahli sihir -lihat Hadis no.30, juga Hadisnya juraij no.259, demikian pula Hadisnya orang-orang yang melarikan diri dalam gua yang tertutup oleh batu besar no.12, Hadisnya orang yang mendengar suara dalam awan no.560 yang mengatakan: "Siramlah kebun si Fulan itu dan lain-lain lagi. Bukti-bukti tentang kekaramahan para waliyullah itu amat banyak sekali lagi masyhur. Wa billahit taufik.

 

1507. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, katanya: "Tidak pernah sama sekali saya mendengar Umar r.a. berkata kepada sesuatu: "Sesungguhnya saya mengira perkara itu begini," melainkan kejadian perkara tersebut adalah tepat sebagaimana yang diperkirakan olehnya." (Riwayat Bukhari) 


Bab 254. Haramnya Mengumpat dan Perintah Menjaga Lisan

 

 

Allah Ta'ala berfirman: "Janganlah sebagian diantara engkau semua itu mengumpat sebagian yang lainnya. Sukakah seorang diantara engkau semua makan daging saudaranya dalam keadaaan ia sudah mati, maka tentu engkau semua membenci -karena jijik terhadap perbuatan tersebut-. Takutlah kepada Allah, sesungguhnya Allah adalah Maha Menerima taubat lagi Penyayang." (al-Hujurat: 12)

 

Allah Ta'ala berfirman lagi: "Dan janganlah engkau mengikuti apa yang engkau tidak mengetahui, sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati itu semua akan diberi pertanyaan -apa saja yang telah dilakukan olehnya-." (al-Isra': 36)

 

Allah Ta'ala juga berfirman: "Tidaklah seorang itu mengucapkan sesuatu ucapan, melainkan di sisinya ada malaikat Raqib -pencatat kebaikan- dan 'Atid -pencatat keburukan-." (Qaf: 18)

 

Ketahuilah bahwasanya setiap seorang mukallaf -yakni akil baligh- itu seyogyanya menjaga lisannya dari segala macam perkataan, melainkan perkataan yang di dalamnya tampak nyata adanya kemaslahatan. Apabila sama nilainya antara berbicara dan tidak berbicara menurut pandangan kemaslahatan, maka sunnahnya ialah menahan mulut dari berkata-kata itu, sebab kadang-kadang perkataan yang mubah -yakni boleh dan tidak haram itu- dapat menyeret kepada keharaman atau kemakruhan. Hal ini banyak dalam adat kebiasaannya, sedangkan keselamatan itu tidak dapat diimbangi nilainya oleh sesuatu apapun.

 

1508. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau -kalau tidak dapat berkata yang baik-, hendaklah ia diam saja." (Muttafaq 'alaih) hadits ini secara terang sekali menjelaskan bahwasanya seyogyanya seorang itu tidak berbicara, melainkan jikalau pembicaraannya itu berupa suatu kebaikan yakni pembicaraan yang tampak nyata adanya kemaslahatan di dalamnya. Oleh sebab itu, jikalau ia sangsi tentang akan timbulnya kemaslahatan dalam pembicaraannya tadi, maka janganlah berbicara.

 

1509. Dari Abu Musa r.a., katanya: "Saya berkata: "Ya Rasulullah, manakah kaum Muslimin itu yang lebih utama?" Beliau s.a.w. menjawab: "Yaitu yang orang-orang Islam lainnya merasa selamat daripada gangguan lisannya -yakni pembicaraannya- serta dari tangannya." (Muttafaq 'alaih)

 

1510. Dari Sahl bin Sa'ad r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang dapat memberikan jaminan kepadaku tentang kebaikannya apa yang ada diantara kedua tulang rahangnya -yakni mulut- serta antara kedua kakinya -yakni kemaluannya-, maka saya memberikan jaminan syurga untuknya." (Muttafaq 'alaih)

 

1511. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya ia mendengar Nabi s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya seorang hamba itu berbicara dengan suatu perkataan yang tidak ia fikirkan -baik atau buruknya-, maka dengan sebab perkataannya itu ia dapat tergelincir ke neraka yang jaraknya lebih jauh daripada jarak antara sudut timur dan sudut barat." (Muttafaq 'alaih) Makna yatabayyanu ialah memikirkan apakah perkataannya itu baik atau tidak.

 

1512. Dari Abu Hurairah r.a. pula dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Sesungguhnya seorang hamba itu mengatakan suatu perkataan dari apa-apa yang diridhai oleh Allah Ta'ala yang ia sendiri tidak banyak mengambil perhatian dengan kata-katanya, lalu Allah mengangkatnya dengan beberapa derajat. Dan sesungguhnya seorang hamba itu mengatakan suatu perkataan dari apa-apa yang menyebabkan kemurkaan Allah Ta'ala yang ia sendiri tidak banyak mengambil perhatian dengan kata-katanya, lalu orang itu terjatuh dalam neraka Jahanam sebab kata-katanya tadi." (Riwayat Bukhari)

 

1513. Dari Abu Abdur Rahman yaitu Bilal bin al-Harits al-Muzani r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya seseorang itu berkata dengan suatu perkataan dari apa-apa yang diridhai oleh Allah Ta'ala, ia tidak mengira bahwa perkataan itu akan mencapai suatu tingkat yang dapat dicapainya, lalu Allah mencatat untuknya bahwa ia akan memperoleh keridhaanNya sampai pada hari ia menemuiNya -yakni hari kematiannya atau pada hari kiamat nanti-. Dan sesungguhnya seorang itu berkata dengan suatu perkataan dari apa-apa yang menjadikan kemurkaan Allah, ia tidak mengira bahwa perkataan itu akan mencapai suatu tingkat yang dapat dicapainya, lalu Allah mencatatkan untuknya bahwa ia akan memperoleh kemurkaanNya sampai pada hari ia menemuiNya." Diriwayatkan oleh Malik dalam kitab Al-Muwaththa' dan juga oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih.

 

1514. Dari Sufyan bin Abdullah r.a., katanya: "Saya berkata: "Ya Rasulullah, beritahukanlah kepada saya sesuatu perkara yang saya wajib tetap berpegangan dengannya itu!" Beliau s.a.w. menjawab: "Katakanlah: "Tuhanku adalah Allah," kemudian berbuat luruslah." Saya bertanya lagi: "Ya Rasulullah, apakah yang paling Tuan takutkan atas diri saya?" Beliau s.a.w. lalu mengambil lisannya, kemudian bersabda: "Ini." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih.

 

1515. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua memperbanyak kata, selain untuk berdzikir kepada Allah Ta'ala, sebab sesungguhnya banyaknya pembicaraan -membuat- kerasnya hati dan sesungguhnya sejauh-jauh manusia dari Allah ialah yang berhati keras -yakni enggan menerima petunjuk yang baik-". (Riwayat Tirmidzi) [Baca Status Hadits Disini]

 

1516. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang dijaga oleh Allah akan keburukannya yang ada diantara kedua rahangnya -yakni mulut- dan keburukannya apa yang ada diantara kedua kakinya -yakni kemaluan-, maka dapatlah ia masuk syurga." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih

 

1517. Dari 'Utbah bin 'Amir r.a. katanya: "Saya berkata: "Ya Rasulullah, apakah yang menyebabkan keselamatan itu?" Beliau s.a.w. bersabda: "Tahanlah lidahmu -yakni hati-hatilah dalam berbicara-, hendaklah rumahmu itu dapat merasakan luas padamu -maksudnya: lakukanlah sesuatu yang dapat menyebabkan engkau suka tetap berada di rumah seperti melakukan ketaatan kepada Allah Ta'ala dan lain-lain- dan menangislah atas kesalahan yang engkau kerjakan." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.

 

1518. Dari Abu Said al-Khudri r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Jikalau anak Adam -yakni manusia- itu berpagi-pagi, maka sesungguhnya semua anggota itu memberikan sikap tunduk kepada lidah -maksudnya: menasihati agar berhati-hati dengan lisannya-. Anggota-anggota itu berkata: "Takutlah engkau kepada Allah dalam urusan kita semua ini, sebab keselamatan kita ini tergantung daripada kelakuanmu -wahai lidah-. Jikalau engkau lurus, maka kitapun lurus, sedang jikalau engkau bengkok, maka kitapun bengkok pula." (Riwayat Tirmidzi) Makna tukaffirul lisan ialah menunjukkan sikap tunduk dan patuh kepada lidah.

 

1519. Dari Mu'az r.a., katanya: "Saya berkata: "Ya Rasulullah, beritahukanlah kepada saya dengan sesuatu amalan yang dapat menyebabkan saya masuk syurga dan menjauhkan saya dari neraka." Beliau s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya engkau itu menanyakan sesuatu persoalan yang agung -yakni penting-, tetapi sesungguhnya hal itu adalah mudah bagi orang yang dipermudahkan oleh Allah. Yaitu supaya engkau menyembah kepada Allah, tidak menyekutukan sesuatu denganNya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa dalam bulan Ramadhan dan mengerjakan ibadah haji di Baitullah." Selanjutnya beliau s.a.w. bersabda: "Sukakah engkau saya tunjukkan pada pintu-pintu kebaikan? Puasa adalah perisai -dari berbuat kemaksiatan-, sedekah itu dapat melenyapkan kesalahan -yakni dosa- sebagaimana air memadamkan api dan pula shalat seorang di tengah malam." Seterusnya Rasulullah s.a.w. membaca ayat yang artinya: "Lambung-lambung mereka meninggalkan tempat-tempat tidur -yakni mereka tidak tidur-" sehingga sampai pada firmanNya yang artinya: "Apa yang mereka kerjakan." Selanjutnya beliau s.a.w. bersabda lagi: "Sukakah engkau saya beritahu tentang pokok perkara -yakni Agama Islam ini-, tiangnya dan pula puncak punggungnya?" Saya menjawab: "Baiklah, ya Rasulullah." Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Pokoknya ialah Islam, tiangnya ialah shalat, sedang puncak punggungnya ialah jihad." Seterusnya beliau s.a.w. bersabda pula: "Sukakah engkau saya beritahu tentang pangkal yang mengemudikan semua itu?" Saya menjawab: "Baiklah, ya Rasulullah." Beliau s.a.w. kemudian mengambil lisannya lalu bersabda: "Tahanlah ini atas dirimu -yakni berhati-hatilah mengemudikan lidah itu-." Saya berkata: "Ya Rasulullah, apakah kita ini pasti akan dituntut -yakni diterapi hukuman- dengan apa yang kita bicarakan itu?" Beliau s.a.w. menjawab: "Kehilangan engkau ibumu -Ini merupakan kata kebiasaan bagi bangsa Arab, semacam kita mengatakan: Celaka engkau ini-, tidakkah para manusia itu dimasukkan dalam neraka dengan tersungkur di atas muka-mukanya itu, melainkan hanya karena hasil perkataannya?" Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih. Uraian tentang hadits ini sudah ada di muka. Keterangan: Dalam Riyadhus Shalihin belum ada hadits ini di muka.

 

1520. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Adakah engkau semua mengetahui, apakah mengumpat itu?" Para sahabat menjawab: "Allah dan RasulNya adalah lebih mengetahui." Beliau s.a.w. bersabda: "Yaitu engkau menyebutkan sesuatu yang ada dalam diri saudaramu dengan apa-apa yang tidak disukai olehnya." Beliau s.a.w. ditanya: "Bagaimanakah pendapat Tuan, jikalau dalam diri saudara saya itu memang benar-benar ada apa yang dikatakan itu?" Beliau s.a.w. menjawab: "Jikalau benar-benar ada dalam dirinya apa yang engkau ucapkan itu, maka sungguh-sungguh engkau telah mengumpatnya dan jikalau tidak ada dalam dirinya apa yang engkau ucapkan itu, maka sungguh-sungguh engkau telah membuat-buat kedustaan pada dirinya -memfitnahnya-." (Riwayat Muslim)

 

1521. Dari Abu Bakrah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda dalam khutbahnya pada hari Nahar -yakni hari raya Kurban-, di Mina dalam melakukan haji wada' -ibadah haji terakhir bagi beliau s.a.w. sebagai mohon diri-: "Sesungguhnya darah-darahmu, harta-hartamu dan kehormatan-kehormatanmu semua itu adalah haram dilanggar sebagaimana kesucian harimu itu -'Idul Adha- dalam bulanmu ini dan dalam negerimu ini. Ingatlah, tidakkah saya telah menyampaikan?" (Muttafaq 'alaih)

 

1522. Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Saya berkata kepada Nabi s.a.w.: "Cukuplah bagi Tuan Shafiyah itu demikian demikian" -Shafiyah adalah istrinya Rasulullah s.a.w. pula, sebagaimana halnya Aisyah. Sebagian para perawi hadits ini mengatakan: Yang dimaksudkan Aisyah itu ialah bahwa Shafiyah itu pendek-. Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Benar-benar engkau telah mengucapkan sesuatu perkataan yang apabila perkataan tadi itu dicampur dengan air laut, tentu dapat mencampurinya" -yakni mengubah air laut itu menjadi berubah rasa dan baunya-. Aisyah berkata: "Saya pernah pula menceritakan perihal seorang kepada beliau s.a.w., lalu beliau berkata: "Saya tidak suka menceritakan hal ihwal seseorang -yang buruk- sebab sesungguhnya sayapun mempunyai demikian, demikian" -yakni setiap orang tentu ada celanya sendiri-. Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih. Makna muzajtahu yakni engkau campurkan dengan percampuran yang dapat menyebabkan perubahan dalam rasa atau baunya, karena sangat bacinnya bau perkataan tadi dan sangat sekali buruknya. Hadis ini termasuk salah satu ancaman yang terkeras untuk melarang mengumpat atau ghibah. Allah Ta'ala berfirman -yang artinya-: "Muhammad itu tidaklah mengatakan menurut hawa nafsu -kemauannya- sendiri. Itu hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya." (an-Najm: 3-4)

 

1523. Dari Anas r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Ketika saya dimi'rajkan, saya berjalan melalui suatu kaum yang mempunyai kuku-kuku dari tembaga yang dengan kuku-kuku tadi mereka menggaruk-garukkan muka serta dada-dada mereka sendiri. Saya bertanya: "Siapakah mereka itu, hai Jibril?" Jibril menjawab: "Itulah orang-orang yang makan daging sesama manusia -yakni mengumpat- dan menjatuhkan kehormatan mereka." (Riwayat Abu Dawud)

 

1524. Dari Abu Hurairah r.a. pula bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Setiap Muslim atas sesama Muslim itu haramlah darahnya, kehormatannya serta hartanya -yakni haram dilanggar-." (Riwayat Muslim)


Bab 255. Haramnya Mendengar Kata Umpatan -Ghibah- Dan Menyuruh Kepada Orang Yang Mendengar Umpatan Yang Diharamkan Itu supaya Menolaknya dan Mengingkari -Tidak Menyetujui- Kepada Orang Yang Mengucapkannya. Jikalau Tidak Kuasa Ataupun Orang Tadi Tidak Suka Menerima Nasihatnya, Supaya Ia Memisahkan Diri Dari Tempat Itu Jikalau Mungkin Ia Berbuat Demikian

 

 

Allah Ta'ala berfirman: "Jikalau mereka -yakni orang-orang mu'min- mendengar kata-kata yang tidak berguna, maka mereka berpaling daripadanya." (al-Qashash: 55)

 

Allah Ta'ala juga berfirman: "Orang-orang mu'min ialah orang-orang yang berpaling dari kata-kata yang tidak berguna." (al-Mu'minun: 3)

 

Allah Ta'ala berfirman pula: "Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati itu semua akan diberi pertanyaan -tentang apa-apa yang dilakukan masing-masing-." (al-Isra': 36)

 

Allah Ta'ala berfirman lagi: "Dan apabila engkau melihat orang-orang yang memperolok-olokkan keterangan-keterangan Kami, hendaklah engkau menghindarkan diri dari mereka itu, sehingga mereka membicarakan perkara yang lain. Dan jikalau engkau terlupa karena godaan syaitan, janganlah engkau terus duduk sesudah teringat itu bersama-sama dengan orang-orang yang menganiaya -diri sendiri-." (al-An'am: 68)

 

1525. Dari Abuddarda' r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Barangsiapa yang menolak dari kehormatan saudaranya -seperti mencegah orang yang hendak mengumpat saudaranya itu di hadapannya-, maka Allah menolak orang itu dari neraka pada hari kiamat" - Saudara yang dimaksudkan ialah orang yang sesama muslim atau mu'min. Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.

 

1526. Dari 'Itban bin Malik r.a. dalam hadisnya yang panjang lagi masyhur yang telah dibahas uraiannya dalam bab Harapan -lihat hadits no.416-, katanya: "Nabi s.a.w. berdiri untuk shalat lalu bersabda: "Manakah Malik bin Addukhsyum?" Lalu ada seorang yang berkata: "Ia adalah seorang munafik yang tidak mencintai Allah dan RasulNya-." Kemudian Nabi s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau berkata demikian, tidakkah engkau melihat bahwa ia juga telah mengucapkan La ilaha illallah, yang dengan membacanya ia menghendaki keridhaan Allah. Sesungguhnya Allah telah mengharamkan kepada neraka orang yang mengucapkan La ilaha illallah yang dengan mengucapkannya itu ia mengharapkan keridhaan Allah itu." (Muttafaq 'alaih) 'Itban dengan kasrahnya 'ain menurut keterangan yang masyhur dan ada yang menceritakan dengan didhammahkan 'ainnya itu dan sehabis 'ain ialah ta' yang bertitik dua diatas lalu ba' bertitik satu. Adapun Addukhsyum dengan dhammahnya dal dan sukunnya kha' serta dhammahnya syin. Kha' dan syin itu mu'jamah semuanya.

 

1527. Dari Ka'ab bin Malik r.a. dalam hadisnya yang panjang dalam kisah taubatnya dan sudah lampau keterangannya dalam bab Taubat -lihat hadits no.21-, ia berkata: "Nabi s.a.w. bersabda dan waktu itu beliau sedang duduk di kalangan kaum di Tabuk -yakni orang-orang yang sama-sama mengikuti peperangan Tabuk-: "Apakah yang dikerjakan oleh Ka'ab bin Malik?" Kemudian ada seorang dari Bani Salimah berkata: "Ya Rasulullah, ia tertahan oleh baju indahnya dan keadaan sekelilingnya yang permai pandangannya." Mu'az bin Jabal lalu berkata: "Buruk sekali yang engkau katakan itu. Demi Allah ya Rasulullah, kita tidak mengetahui tentang diri Ka'ab itu melainkan yang baik-baik saja." Rasulullah s.a.w. lalu berdiam diri. (Muttafaq 'alaih) 'Ithfahu artinya di kedua tepinya atau sekelilingnya, ini adalah sebagai isyarat keheranan seseorang pada dirinya sendiri.


Bab 256. Uraian Perihal Ghibah -Mengumpat- Yang Dibolehkan

 

 

Ketahuilah bahwasanya mengumpat itu dibolehkan karena adanya tujuan yang dianggap benar menurut pandangan syara' Agama Islam, yang tidak akan mungkin dapat sampai kepada tujuan tadi, melainkan dengan cara mengumpat itu. Dalam hal ini adalah beberapa macam sebab-sebabnya, diantaranya adalah:

  1. Dalam mengajukan pengaduan penganiayaan, maka bolehlah seorang yang merasa dirinya dianiaya apabila mengajukan pengaduan penganiayaan itu kepada sultan, hakim ataupun lain-lainnya dari golongan orang yang mempunyai jabatan atau kekuasaan untuk menolong orang yang dianiaya itu dari orang yang menganiayanya. Orang yang dianiaya tadi bolehlah mengucapkan: "Si Fulan itu menganiaya saya dengan cara demikian."

  2. Dalam meminta pertolongan untuk menghilangkan sesuatu kemungkaran dan mengembalikan orang yang melakukan kemaksiatan kepada jalan yang benar. Orang itu bolehlah mengucapkan kepada orang yang ia harapkan dapat menggunakan kekuasaannya untuk menghilangkan kemungkaran tadi: "Si Fulan itu mengerjakan demikian, maka itu cegahlah ia dari perbuatannya itu," atau lain-lain sebagainya. Maksudnya adalah agar kemungkaran tadi lenyap. Jadi apabila tidak mempunyai maksud sedemikian, maka pengumpatan itu adalah haram hukumnya.

  3. Dalam meminta fatwa -yakni penerangan keagamaan-. Orang yang hendak meminta fatwa itu bolehlah mengucapkan kepada orang yang dapat memberi fatwa yakni mufti: "Saya dianiaya oleh ayahku atau saudaraku atau suamiku atau si Fulan dengan perbuatan demikian demikian, apakah ia berhak berbuat sedemikian itu padaku? Dan bagaimana jalan untuk menyelamatkan diri dari penganiayaannya itu? Bagaimana untuk memperoleh hakku itu serta bagaimanakah caranya menolak kezhalimannya itu?" dan sebagainya. Pengumpatan semacam ini adalah boleh karena adanya keperluan. Tetapi yang lebih berhati-hati dan pula lebih utama ialah apabila ia mengucapkan: "Bagaimanakah pendapat Anda mengenai seseorang atau manusia atau suami yang berkeadaan sedemikian ini?" Dengan begitu, maka tujuan meminta fatwanya dapat dihasilkan tanpa menentukan atau menyebutkan nama seseorang. Sekalipun demikian, menentukan yakni menyebutkan nama seseorang itu dalam hal ini adalah boleh atau jaiz, sebagaimana yang akan kami cantumkan dalam Hadisnya Hindun -lihat hadits no.1532-. Insya Allah Ta'ala.

  4. Dalam hal menakut-nakuti kaum Muslimin dari sesuatu kejelekan serta menasihati mereka -jangan terjerumus dalam kesesatan karenanya-. Yang sedemikian dapat diambil dari beberapa sudut, diantaranya ialah memburukkan kepada para perawi hadits yang memang buruk ataupun para saksi -dalam sesuatu perkara-. Hal ini boleh dilakukan dengan berdasarkan ijma'nya seluruh kaum Muslimin, tetapi bahkan wajib karena adanya kepentingan. Di antaranya lagi ialah di waktu bermusyawarah untuk mengambil seseorang sebagai menantu, atau hendak berserikat dagang dengannya, atau akan menitipkan sesuatu padanya ataupun hendak bermuamalat dalam perdagangan dan lain-lain sebagainya, ataupun hendak mengambil seseorang sebagai tetangga. Orang yang dimintai musyawarahnya itu wajib untuk tidak menyembunyikan hal keadaan orang yang ditanyakan oleh orang yang meminta pertimbangan tadi, dan bolehlah ia menyebutkan beberapa cela yang benar-benar ada dalam dirinya orang yang ditanyakan itu dengan tujuan dan niat menasihati.

  5. Apabila seseorang melihat seorang ahli agama -pandai dalam seluk beluk keagamaan- yang mondar-mandir ke tempat orang yang ahli kebid'ahan atau orang fasik yang mengambil ilmu pengetahuan dari orang ahli agama tadi dan dikhawatirkan kalau-kalau orang ahli agama itu terkena bencana dengan pergaulannya bersama kedua macam orang tersebut di atas. Maka orang yang melihatnya itu bolehlah menasihatinya -yakni orang ahli agama itu- tentang hal ihwal dari orang yang dihubungi itu, dengan syarat benar-benar berniat untuk menasihati. Persoalan di atas itu seringkali disalah gunakan dan orang yang berbicara tersebut -yakni orang yang rupanya hendak menasihati- hanyalah karena didorong oleh kedengkian. Memang syaitan pandai benar mencampur-baurkan pada orang itu akan sesuatu perkara. Ia menampakkan pada orang tersebut, seolah-olah apa yang dilakukan itu adalah merupakan nasihat, tetapi sebenarnya adalah karena lain tujuan, misalnya kedengkian, iri hati dan sebagainya. Oleh sebab itu hendaklah seorang itu pandai-pandai meletakkan sesuatu dalam persoalan ini.

  6. Di antaranya lagi misalnya ada seorang yang sedang mempunyai sesuatu jabatan yang tidak menetapi ketentuan-ketentuan.

1528. Dari Aisyah radhiallahu ‘anha bahwasanya ada sesorang lelaki meminta izin kepada Nabi s.a.w untuk menemuinya, lalu beliau s.a.w bersabda untuk menemuinya, lalu beliau s.a.w bersabda -kepada sahabat-sahabat-: "Izinkanlah ia, ia adalah seburuk-buruknya orang dari seluruh keluarganya." (Muttafaq ‘alaih) Imam Bukhari mengambil keterangan dari hadits ini akan bolehnya mengumpat kepada orang-orang yang suka membuat kerusakan serta ahli bimbang -tidak berpendirian tetap-.

 

1529. Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, katanya: Rasulullah s.a.w bersabda: "Saya tidak menyakinkan kepada si fulan dan si fulan itu bahwa keduanya itu mengetahui sesuatu perihal agama kita." Diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Ia berkata: “Allaits bin Sa’ad, salah seorang yang meriwayatkan hadits ini berkata: "Kedua orang lelaki ini termasuk golongan kaum munafik".

 

1530. Dari Fathimah binti Qais radhiallahu 'anha, katanya: "Saya mendatangi Nabi s.a.w. lalu saya berkata: "Sesungguhnya Abuljahm dan Mu'awiyah itu sama-sama melamar diriku." Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: "Adapun Mu'awiyah itu adalah seorang fakir yang tiada berharta, sedangkan Abuljahm adalah seorang yang tidak sempat meletakkan tongkat dari bahunya." (Muttafaq 'alaih) Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan: "Adapun Abuljahm, maka ia adalah seorang yang gemar memukul wanita." Ini adalah sebagai tafsiran dari riwayat yang menyebutkan bahwa ia tidak sempat meletakkan tongkat dari bahunya. Ada pula yang mengartikan lain ialah bahwa "tidak sempat meletakkan tongkat dari bahunya" itu artinya banyak sekali berpergiannya.

 

1531. Dari Zaid bin Arqam r.a., katanya: "Kita keluar bersama Rasulullah s.a.w. dalam suatu perjalanan yang menyebabkan orang-orang banyak memperoleh kesukaran, lalu Abdullah bin Ubay berkata: "Janganlah engkau semua memberikan apa-apa kepada orang yang ada di dekat Rasulullah, sehingga mereka pergi -yakni berpisah dari sisi beliau s.a.w. itu-." Selanjutnya ia berkata lagi: "Sesungguhnya kalau kita sudah kembali ke Madinah, sesungguhnya orang yang berkuasa akan mengusir orang yang rendah." Saya lalu mendatangi Rasulullah s.a.w. dan memberitahukan perihal ucapannya Abdullah bin Ubay di atas. Beliau s.a.w. menyuruh Abdullah bin Ubay datang padanya, tetapi ia bersungguh-sungguh dalam sumpahnya bahwa ia tidak melakukan itu -yakni tidak berkata sebagaimana di atas-. Para sahabat lalu berkata: "Zaid berdusta kepada Rasulullah s.a.w." Dalam jiwaku terasa amat berat sekali karena ucapan mereka itu, sehingga Allah Ta'ala menurunkan ayat, untuk membenarkan apa yang saya katakan tadi, yaitu -yang artinya-: "Jikalau orang-orang munafik itu datang padamu." (al-Munafiqun: 1) Nabi s.a.w. lalu memanggil mereka untuk dimintakan pengampunan -yakni supaya orang-orang yang mengatakan bahwa Zaid berdusta itu dimohonkan pengampunan kepada Allah oleh beliau s.a.w.-, tetapi orang-orang itu memalingkan kepalanya -yakni enggan untuk dimintakan pengampunan-." (Muttafaq 'alaih)

 

1532. Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Hindun yaitu istrinya Abu Sufyan berkata kepada Nabi s.a.w.: "Sesungguhnya Abu Sufyan itu seorang lelaki yang kikir, ia tidak memberikan nafkah yang dapat mencukupi kebutuhanku serta untuk keperluan anakku, melainkan dengan cara saya mengambil sesuatu daripadanya, sedang ia tidak mengetahuinya." Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Ambil sajalah yang sekiranya dapat mencukupi kebutuhanmu dan untuk kepentingan anakmu dengan baik-baik -yakni jangan berlebih-lebihan-." (Muttafaq 'alaih)


Bab 257. Haramnya Mengadu Domba Yaitu Memindahkan Kata-kata Antara Para Manusia Dengan Maksud Hendak Membuat Mereka Saling Bermusuhan, Merusak Dan Memfitnah Mereka

 

 

Allah Ta'ala berfirman: "Jangan pula engkau mematuhi orang yang suka mencela, berjalan membuat adu domba." (al-Qalam: 11)

 

Allah Ta'ala berfirman pula: "Tiada seseorang itu mengucapkan sesuatu perkataan, melainkan di sisinya ada malaikat Raqib -pencatat kebaikan- dan 'Atid -pencatat keburukan-." (Qaf: 18)

 

1533. Dari Hudzaifah r.a. katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidak dapat masuk syurga seorang yang gemar mengadu domba." (Muttafaq 'alaih)

 

1534. Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. berjalan melalui dua buah kubur, lalu bersabda: "Sesungguhnya kedua orang yang mati ini disiksa, tetapi tidaklah mereka disiksa karena kesalahan besar. Ya, tetapi sebenarnya besar juga -bila dilakukan secara terus menerus-. Adapun yang seorang diantara keduanya itu dahulunya -ketika di dunia- suka berjalan dengan melakukan adu domba, sedang yang lainnya, maka ia tidak suka menghabiskan sama sekali dari kencingnya -yakni di waktu kencing kurang memperdulikan kebersihan serta kesucian dari najis-." Muttafaq 'alaih. Ini adalah lafaz dari salah satu riwayat Imam Bukhari. Para ulama berkata bahwa maknanya: "Tidaklah mereka itu disiksa karena melakukan kesalahan yang besar," yakni bukan kesalahan besar menurut anggapan kedua orang tersebut. Ada yang mengatakan bahwa itu merupakan hal besar -berat- baginya untuk meninggalkannya.

 

1535. Dari Ibnu Mas'ud r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Tahukah engkau semua, apakah kedustaan besar itu? Yaitu Namimah atau banyak bicara adu domba antara para manusia." (Riwayat Muslim) Al'adhha dengan fathahnya 'ain muhmalah dan sukunnya dhad mu'jamah dan dengan ha' menurut wazan Alwajhu. Ada yang mengatakan Al'idhatu dengan kasrahnya 'ain dan fathahnya dhad mu'jamah menurut wazan Al'idatu, artinya ialah kedustaan serta kebohongan besar. Menurut riwayat pertama, maka al'adhhu adalah mashdar, dikatakan: 'adhahahu 'adhhan artinya melemparnya dengan kedustaan atau pengadu-dombaan.



Bab 258. Larangan Menyampaikan Kata-Kata Atau Pembicaraan Orang-Orang Kepada Para Penguasa Negara, Jikalau Tidak Didorong Oleh Sesuatu Keperluan Seperti Takutnya Timbulnya Kerusakan Dan Lain-Lain

 

 

Allah Ta'ala berfirman: "Dan jangan tolong menolonglah engkau semua pada hal-hal yang dosa dan permusuhan." (al-Maidah: 2) Dalam bab ini banyak sekali Hadits-hadits yang sudah dicantumkan dalam bab sebelumnya.

 

1536. Dari Ibnu Mas'ud r.a. katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah seseorang dari sahabat-sahabatku itu menyampaikan sesuatu padaku, sebab sesungguhnya saya ini ingin kalau keluar kepadamu semua itu dengan dada -hati- yang selamat -yakni tenang-." Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan Tirmidzi. [Baca Status Hadits Disini]


Bab 259. Tercelanya Orang Yang Bermuka Dua -Munafik-

 

 

Allah Ta'ala berfirman: "Mereka dapat bersembunyi dari manusia, tetapi tidak dapat bersembunyi dari Allah. Allah adalah bersama mereka itu pada malam hari, ketika mereka mengucapkan perkataan yang tidak disukai oleh Allah dan Allah adalah Maha Mengetahui apa-apa yang mereka kerjakan," sampai dua ayat yang berikutnya. (an-Nisa': 108-109)

 

1537. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Engkau semua menemukan para manusia itu adalah sebagai logam, mana yang pilihan diantara mereka di zaman Jahiliyah, maka mereka itu pulalah yang merupakan pilihan di zaman Islam, jikalau mereka pandai dalam agama. Engkau semua menemukan sebaik-baik para manusia dalam hal ini -yakni mengenai pemerintahan dan kekhalifahan- ialah yang paling tidak suka untuk menjabatnya. Engkau semua akan menemukan seburuk-buruk para manusia ialah orang yang bermuka dua -plin plan atau munafik-, ia datang di golongan orang-orang yang sini dengan muka yang satunya dan datang kepada golongan orang-orang yang sana dengan muka yang lainnya." (Muttafaq 'alaih) Al-Qadhi berkata: "Hal yang dimaksudkan di sini dapat diihtimalkan, maknanya ialah urusan Agama Islam, sebagaimana halnya Umar bin al-Khaththab r.a. dan lain-lain yang seumpama dengannya. Mula-mula ia sangat membenci Islam dengan kebencian yang amat sangat, tetapi setelah masuk Islam ia berikhlas hati dan rnencintainya secara luar biasa dan berjihad untuknya dengan jihad yang sebenar-benarnya. Tetapi dapat diihtimalkan pula bahwa maksudnya ialah urusan pemerintahan dan kekuasaan negara, sebab jikalau seorang diberi kekuasaan itu tanpa ia memintanya, maka ia akan memperoleh pertolongan untuk itu yakni inayat dari Allah Ta'ala." Intaha dari syarah Muslim.

 

1538. Dari Muhammad bin Zaid bahwasanya ada beberapa orang berkata kepada nenek lelakinya yakni Abdullah bin Umar radhiallahu 'anhuma: "Sesungguhnya kita semua masuk menghadap sultan-sultan kita, lalu kita berkata kepada mereka dengan cara yang lain kita bicarakan jikalau kita telah keluar dari sisi mereka itu." Abdullah bin Umar radhiallahu 'anhuma berkata: "Kita menganggap hal yang semacam itu sebagai suatu kemunafikan di zaman Rasulullah s.a.w. dulu." (Riwayat Bukhari)


Bab 260. Haramnya Berdusta

 

 

Allah Ta'ala berfirman: "Dan janganlah engkau mengikuti apa-apa yang tidak engkau mengerti." (al-Isra': 36)

 

Allah Ta'ala juga berfirman: "Tiadalah seorang itu mengucapkan sesuatu perkataan, melainkan disisinya ada malaikat Raqib -pencatat kebaikan- dan 'Atid -pencatat keburukan-." (Qaf: 18)

 

1539. Dari Ibnu Mas'ud r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya ucapan yang benar itu menunjukkan kepada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan itu menunjukkan kepada syurga dan sesungguhnya seseorang itu -yang terbiasa- berkata benar, sehingga dicatatlah ia di sisi Allah sebagai seorang yang ahli berkata benar. Dan sesungguhnya ucapan dusta itu menunjukkan kepada kecurangan dan sesungguhnya kecurangan itu menunjukkan kepada neraka dan sesungguhnya seorang itu -yang terbiasa- berkata dusta sehingga dicatatlah ia di sisi Allah sebagai seorang yang ahli berkata dusta." (Muttafaq 'alaih)

 

1540. Dari Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Empat macam perkara, barangsiapa dalam dirinya terdapat semua perkara itu, maka ia adalah seorang munafik murni dan barangsiapa yang dalam dirinya terdapat salah satu daripada empat perkara tadi, maka ia telah memiliki salah satu macam sifat dari kemunafikan, sehingga ia meninggalkan sifat itu, yaitu: apabila ia dipercaya berkhianat, apabila berkata berdusta, apabila berjanji bercidera -menyalahi janjinya- dan apabila bertengkar, jahat kelakuannya." (Muttafaq 'alaih) Uraian Hadis di atas sudah lampau bersama hadits Abu Hurairah r.a. yang seumpama dengan itu dalam bab Menetapi perjanjian -lihat hadits no.187-.

 

1541. Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w. sabdanya: "Barangsiapa yang mengaku-aku bermimpi melihat sesuatu yang sebenarnya tidak dilihatnya dalam impian, maka ia akan dipaksa untuk mengikatkan dua biji syair, tetapi ia tidak kuasa untuk melakukannya dan barangsiapa yang mencuri untuk mendengar pembicaraan sesuatu kaum, sedangkan mereka benci kalau hal itu didengar olehnya, maka dituangkanlah di kedua telinganya itu timah yang cair pada hari kiamat. Juga barangsiapa yang menggambar sesuatu gambaran -yang mempunyai ruh dan berbentuk jisim-, maka ia akan disiksa dan dipaksa untuk meniupkan ruh di dalam gambarannya itu, sedangkan ia tidak kuasa meniupkan ruh di dalamnya." (Riwayat Bukhari) Tahallama yaitu berkata bahwasanya ia bermimpi dalam tidurnya dan melihat demikian dan demikian, padahal sebenarnya ia berdusta -yakni tidak bermimpi sedemikian itu-. Al-anuk dengan dibaca mad dan dhammahnya nun ringannya kaf -yakni tidak disyaddah- ialah timah yang dicairkan -yakni panas sekali-.

 

1542. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, katanya: "Nabi s.a.w. bersabda: "Sesangat-sangatnya -sebesar-besarnya- dusta yang diperbuat ialah apabila seseorang itu mengaku bahwa kedua matanya melihat sesuatu -dalam impian- yang sebenarnya tidak dilihat -atau diimpikan-." (Riwayat Bukhari) Maknanya ialah bahwa ia mengatakan: "Saya bermimpi melihat sesuatu," padahal tidak dilihatnya -yakni tidak diimpikannya-.

 

1543. Dari Samurah bin Jundub r.a. katanya: "Rasulullah s.a.w. itu sering benar bersabda kepada sahabat-sahabatnya: "Adakah seorang diantara engkau semua ini ada melihat sesuatu impian?" Kemudian kepada beliau s.a.w. itu diceritakanlah sekehendak Allah perihal apa yang diceritakan itu -oleh sahabat-sahabatnya-. Sesungguhnya beliau s.a.w. pernah bersabda pada suatu pagi, demikian: "Tadi malam saya didatangi oleh dua orang pendatang. Keduanya berkata kepada saya: "Berangkatlah." Sayapun berangkatlah bersama dua orang itu. Kita lalu datang kepada seorang lelaki yang sedang berbaring, tiba-tiba ada orang lain yang sedang berdiri di atasnya dengan membawa sebuah batu besar. Sekonyong-konyong orang yang berdiri itu menjatuhkan batu tersebut ke arah kepala orang yang berbaring tadi, kemudian pecahlah kepalanya, sedang batu itu terus menggelinding ke arah sana. Yang melempar itu mengikuti perginya batu tersebut lalu mengambilnya. Ia tidak kembali kepada orang yang disiksanya itu, sehingga orang ini sembuh kembali kepalanya sebagaimana keadaannya semula. Orang yang berdiri itu lalu kembali mendekati orang yang berbaring dan melakukan sebagaimana yang dilakukan dalam kali pertama tadi -dan demikian seterusnya yaitu dijatuhi batu, kepalanya pecah lalu sembuh dijatuhi batu lagi, kepalanya pecah dan sembuh lagi dan selanjutnya-." Beliau s.a.w bersabda: "Saya lalu bertanya kepada dua orang yang mengajak berangkat dulu: "Subhanallah, siapakah ini?" Lalu keduanya berkata: "Berangkatlah, berangkatlah!" Kitapun berangkatlah, sehingga datanglah kita kepada seorang lelaki yang tidur terlentang pada tengkuknya, tiba-tiba di situ ada pula orang yang berdiri di atasnya dengan membawa sebuah alat pengait dari besi, sekonyong-konyong ia mendatangi orang yang terlentang tadi menuju ke salah satu belahan mukanya, kemudian memotong-motong ujung mulutnya sampai ke tengkuknya, juga dari lubang hidung ke tengkuknya serta dari mata ke tengkuknya. Setelah itu ia berpindah kepada belahan mukanya yang lain, lalu mengerjakan sebagaimana yang dikerjakan terhadap belahan muka yang satunya tadi. Belum lagi ia selesai mengerjakan yang ini, sehingga belahan pertama itu telah menjadi sembuh kembali sebagaimana dulunya, lalu diulangkanlah mengerjakan terhadap belahan pertama tadi sebagaimana cara melakukan pekerjaan yang mula-mula untuk pertama kalinya itu." Beliau s.a.w. bersabda: "Saya lalu bertanya: "Subhanallah, siapakah kedua orang ini?" Kedua orang yang menyertai saya itu berkata: "Berangkatlah, berangkatlah!" Kitapun berangkatlah, sehingga datanglah kita kepada sebuah tempat semacam dapur besar." Orang yang meriwayatkan hadits ini berkata: "Saya mengira beliau s.a.w. juga menyebutkan: "Dalam dapur itu terdengar teriakan yang bercampur-baur serta berbagai suara gemuruh." Kita menjenguk di dalamnya, tiba-tiba yang ada di situ adalah orang-orang lelaki dan orang-orang perempuan yang semuanya telanjang bulat. Mereka itu didatangi oleh nyala api yang berasal dari bawah mereka, jikalau nyala api itu menjilat-jilat tubuh mereka, maka merekapun gemuruhlah suaranya. Saya bertanya: "Siapakah orang-orang itu?" Kedua kawan saya itu menjawab: "Berangkatlah, berangkatlah!" Kitapun berangkatlah, sehingga kita datang di suatu sungai." Orang yang meriwayatkan hadits ini berkata: "Saya mengira beliau s.a.w. juga mengucapkan: "Sungai itu merah warnanya bagaikan darah." Tiba-tiba di sungai itu ada seorang yang berenang menuju tepinya, sekonyong-konyong di tepi sungai tadi ada pula seorang lelaki lain yang telah mengumpulkan batu-batu besar di sisinya. Orang yang berenang itu terus berenang sekuat ia melakukannya, setelah hampir di tepinya, lalu datanglah orang yang sudah mengumpulkan batu-batu tadi dan yang berenang itu membukakan mulutnya, kemudian dilemparnya dengan batu oleh yang ada di tepi. Sekali lagi orang itu berenang ke tengah terus kembali lagi dan setiap kembali, ia pun membukakan mulutnya lalu yang di tepi melemparkan batu tepat di mulutnya itu. Saya bertanya kepada kedua kawan saya: "Siapakah kedua orang itu -yakni yang berenang dan yang melempari-?" Keduanya berkata kepada saya: "Berangkatlah, berangkatlah!" Kitapun berangkatlah sehingga datanglah kita kepada seorang yang buruk sekali rupa roman mukanya, atau ia adalah sejelek-jelek lelaki yang pernah engkau lihat tentang rupa roman mukanya. Di sisinya ada api dan ia menyalakan itu dan ia berjalan di sekelilingnya. Saya bertanya lagi kepada kedua kawan saya: "Siapakah orang itu?" Keduanya menjawab: "Berangkatlah, berangkatlah!" Kitapun berangkatlah, sehingga datanglah kita di suatu taman yang rimbun tanamannya lagi panjang-panjang, di dalamnya tampaklah penuh sinar cahaya musim bunga, tiba-tiba diantara kedua sudut taman itu ada seorang lelaki yang tinggi perawakannya, hampir-hampir saya tidak dapat melihat kepalanya karena menjulang tinggi sekali ke langit, sedang di sekitar orang tersebut ada beberapa anak dan amat banyak sekali jumlahnya dan saya tidak pernah sama sekali melihat mereka itu. Saya bertanya: "Siapakah orang ini dan siapa pula anak-anak itu?" Kedua kawan saya menjawab: "Berangkatlah, berangkatlah!" Kitapun berangkatlah sehingga datanglah kita di suatu pohon besar yang belum pernah sama sekali saya melihat pohon yang lebih besar serta lebih indah daripadanya. Kedua kawan saya itu berkata: "Naiklah di taman itu!" Kitapun naiklah menuju ke suatu kota yang dibangun dengan bata-bata yang terbuat dari emas dan bata-bata dari perak. Kita mendatangi pintu kota, lalu kita minta supaya dibukakan, kemudian pintupun dibukalah untuk kita. Kita masuk di dalamnya, lalu kita dijemput oleh beberapa orang lelaki yang sebagian muka-muka mereka itu bagus-bagus sebagaimana yang pernah engkau lihat, sedang sebagiannya lagi buruk sebagaimana yang pernah engkau lihat. Kedua kawan saya itu berkata kepada orang-orang tersebut: "Pergilah lalu terjunlah dalam sungai itu. Tiba-tiba sungai itu adalah sungai yang melintang dan airnya mengalir, seolah-olah airnya adalah susu kerena putihnya. Mereka lalu terjun di dalamnya kemudian kembali ke tempat kita, sedang keburukan muka-mukanya sudah lenyap semua dan mereka berganti memiliki roman muka yang sebagus-bagusnya. Beliau s.a.w. bersabda: kedua kawan berkata kepada saya: "Inilah yang disebut syurga 'Adn dan di sana itu tempat kediaman Tuan." Penglihatan saya lalu naik ke atas, amat tinggi sekali, sekonyong-konyong tampaklah sebuah istana bagaikan awan yang putih sekali. Sekali lagi keduanya berkata: "Nah, di sana itulah tempat tinggal Tuan." Saya berkata kepada keduanya: "Semoga Allah memberikan keberkahan kepada Anda berdua. Sekarang biarkanlah saya kesana untuk masuk ke dalamnya." Keduanya berkata: "Adapun sekarang, maka jangan dulu, tetapi Tuan akan memasukinya nanti." Seterusnya saya berkata kepada kedua kawan saya itu: "Sejak tadi malam saya telah melihat berbagai keajaiban, maka apakah sebenarnya yang saya lihat itu?" Keduanya berkata kepada saya: "Kini saya akan memberitahukan kepada Tuan. Adapun orang pertama yang Tuan datangi, ia dipecah kepalanya dengan batu, maka sesungguhnya itulah orang yang mengambil al-Quran lalu menyisihkannya -yakni menolaknya sesudah mengerti isi dan maknanya-, juga itulah orang yang tidur -yakni lalai- dari melakukan shalat-shalat yang diwajibkan. Adapun orang yang Tuan datangi, ia sedang dipotong-potong ujung mulutnya sampai ke tengkuknya dan dari lubang hidung sampai ketengkuknya dan juga dari matanya sampai ketengkuknya itu ialah orang-orang yang pergi dari rumahnya lalu membuat kata-kata dusta -fitnah- dengan kedustaan yang mencapai ke segala penjuru -yakni mengobral kata-kata bohong-. Adapun orang-orang lelaki dan perempuan yang berada di dalam tempat semacam bangunan dapur besar itu adalah para pezina lelaki dan wanita. Adapun lelaki yang Tuan datangi sedang berenang dalam sungai dan dilempari batu di mulutnya itu ialah pemakan riba. Adapun orang yang tampak buruk sekali roman mukanya yang di sisinya ada api yang dinyalakan olehnya dan ia berjalan di sekelilingnya itu ialah malaikat Khazin, yaitu penjaga neraka Jahanam. Adapun orang yang tinggi perawakannya yang ada di dalam taman, maka ia adalah Nabi Ibrahim a.s. sedang anak-anak yang di sekelilingnya itu ialah setiap anak bayi yang mati atas kefitrahan." Dalam riwayat al-Barqani disebutkan: "Anak yang mati menetapi kefitrahan." Sampai di sini lalu sebagian kaum Muslimin ada yang berkata: "Dan anak-anaknya kaum musyrikin bagaimanakah nasibnya, ya Rasulullah?" Beliau s.a.w. menjawab: "Juga anak-anaknya kaum musyrikin termasuk di kalangan mereka itu." Adapun orang yang sebagian mukanya bagus dan sebagian lagi buruk, maka mereka itu ialah orang-orang yang mencampur adukkan antara amal perbuatan yang shalih sedang yang lainnya jelek, tetapi Allah telah memberikan pengampunan kepada mereka itu." (Riwayat Bukhari)

 

Keterangan:

Dalam riwayat Imam Bukhari lainnya disebutkan demikian: "Tadi malam saya melihat dua orang lelaki, lalu keduanya itu mengeluarkan saya dan mengajak pergi ke tanah yang suci." Kemudian beliau s.a.w. menyebutkan hadits di atas dan selanjutnya bersabda: "Kita bertiga lalu pergi ke sebuah lubang sebagai bentuk dapur besar, bagian atasnya adalah sempit sedang bagian bawahnya lebar sekali -semacam kendi yang besar- dan di bawahnya itu ada api menyala. Jikalau api itu menjulang ke atas, maka orang-orang yang ada di situ sama naik pula ke atas, sehingga hampir-hampir mereka itu akan dapat keluar dari dalamnya, tetapi jikalau api itu padam, maka merekapun kembali ke bawah lagi. Di situ terdapatlah orang-orang lelaki dan perempuan yang semuanya telanjang bulat." Dalam riwayat Hadis itu disebutkan pula: "Sehingga datanglah kita ke suatu sungai dari darah." Yang meriwayatkan tidak sangsi lagi dalam keadaan sungai yang dikatakan dari darah itu. "Di situ ada seorang lelaki yang berdiri di tengah sungai, sedang di tepi sungai ada pula seorang lelaki lain dan di mukanya ada batu-batu. Orang yang di sungai itu hendak maju ke tepi, tetapi apabila ia berkehendak keluar, lalu orang yang di tepi itu melemparnya dengan batu, tepat mengenai mulutnya lalu mengembalikan ke tengah sungai sebagaimana keadaannya semula. Jadi setiap kali ia akan keluar, setiap itu pula yang di tepi melemparnya dengan batu mengenai mulutnya dan kembalilah ia ke tengah lagi sebagai tadinya." Dalam riwayat hadits tadi juga disebutkan: "Kedua kawan saya itu naik ke pohon dengan membawa saya lalu keduanya memasukkan saya ke dalam sebuah rumah yang saya sama sekali belum pernah melihat rumah yang seindah itu. Di dalamnya ada beberapa orang tua dan para pemuda." Didalamnya juga disebutkan: "Adapun yang Tuan lihat dipotong-potong tepi mulutnya itu, maka ia adalah seorang tukang dusta yang berbicara dengan kedustaan lalu disiar-siarkanlah dustanya itu sampai mencapai ke segenap penjuru alam. Maka diperlakukanlah orang tersebut sedemikian rupa sampai pada hari kiamat." Didalamnya disebutkan pula: "Orang yang Tuan lihat dipecah kepalanya itu ialah orang yang telah diajari al-Quran oleh Allah, lalu tidur -lalai- untuk membacanya di waktu malam dan tidak pula mengerjakan -mengamalkan- isinya pada siang harinya, maka dari itu diperlakukanlah orang itu sedemikian rupa sampai pada hari kiamat. Adapun rumah pertama yang Tuan masuki itu ialah perumahan umumnya kaum Muslimin. Adapun yang ini, ialah perumahan kaum syuhada -yakni mati dalam peperangan untuk membela agama Allah-. Saya adalah Jibril dan ini adalah Mikail. Maka angkatlah kepala Tuan sekarang." Saya -Nabi s.a.w.- mengangkat kepala saya, tiba-tiba tampak di atas saya itu bagaikan awan. Keduanya berkata: "Di sana itulah tempat kediaman Tuan." Saya berkata: "Kalau begitu biarkanlah saya hendak memasuki rumah saya." Keduanya menjawab: "Sesungguhnya masih ada usia Tuan yang tertinggal dan belum lagi Tuan sempurnakan. Andaikata sudah Tuan sempurnakan, maka Tuan boleh mendatangi tempat kediaman Tuan itu." (Riwayat Bukhari) Sabdanya: yuslaghu ra'suhu dengan menggunakan tsa' bertitik tiga dan ghain mu'jamah, artinya memecah dan membelahnya." Yatadahdahu artinya menggelinding. Alkallub dengan fathahnya kaf dan dhammahnya lam musyaddadah, adalah sudah dimaklumi maknanya -yaitu alat pengait-. Yusyarsyiru, artinya memotong-motong. Dhaudhau dengan dua dhad yang keduanya mu'jamah, artinya berteriak-teriak. Fa-yafgharu dengan fa' dan ghain mu'jamah, artinya membukakan. Almar-aah dengan fathahnya mim, artinya pandangan yakni air muka. Yahusysyuha dengan fathahnya ya' dan dhammahnya ha' muhmalah serta syin mu'jamah, artinya menyalahkan. Rawdhatun mu'tammah dengan dhammahnya mim, sukunnya 'ain, fathahnya ta' dan syaddahnya mim, artinya ialah rimbun tanamannya lagi panjang-panjang. Dawhah dengan fathahnya dal, sukunnya wawu dan dengan ha' muhmalah, artinya ialah pohon besar. Almahdhu dengan fathahnya mim, sukunnya ha' muhmalah dengan dhad mu'jamah, artinya ialah susu. Fa-sama bashari artinya melihat ke atas. Shu'udan dengan dhammahnya shad dan 'ain, artinya tinggi-tinggi. Arrababah dengan fathahnya ra' dan dengan ba' bertitik satu yang di-double-kan, artinya ialah awan.


Bab 261. Uraian Perihal Dusta Yang Dibolehkan

 

 

Ketahuilah bahwasanya dusta itu, sekalipun asal hukumnya adalah diharamkan, tetapi dapat menjadi jaiz atau boleh dalam sebagian keadaan, yakni dengan beberapa syarat yang sudah saya terangkan dalam kitab Al-Adzkar. Adapun keringkasannya keterangan tersebut ialah bahwasanya pembicaraan itu adalah sebagai perantaraan untuk menuju kepada sesuatu maksud. Maka dari itu, semua maksud yang baik yang untuk menghasilkannya itu dapat dilakukan tanpa berdusta, maka berdusta dalam keadaan sedemikian adalah haram, tetapi jikalau tidak mungkin dihasilkannya melainkan dengan berdusta maka bolehlah berdusta itu. Selanjutnya, apabila menghasilkan maksud itu merupakan sesuatu yang mubah, yakni boleh saja hukumnya, maka berdusta di situ juga mubah hukumnya, sedang jikalau menghasilkannya itu merupakan sesuatu yang wajib, maka berdusta itupun menjadi wajib pula hukumnya. Misalnya jikalau ada seorang Muslim bersembunyi dari kejaran seorang yang zalim dan menginginkan akan membunuhnya atau hendak mengambil hartanya dan orang itu menyembunyikan hartanya, lalu ada seorang yang ditanya, maka wajiblah yang ditanya itu berdusta dengan maksud untuk menyembunyikan orang tersebut yakni yang akan dianiaya itu. Demikian pula jikalau di sisinya ada suatu titipan dan ada seorang zalim yang hendak mengambilnya, maka wajiblah yang dititipi itu berdusta dengan maksud menyembunyikannya. Tetapi yang lebih berhati-hati dalam kesemuanya ini ialah supaya seorang itu melakukan tawriyah. Makna tawriyah itu ialah menggunakan sesuatu ibarat atau kata-kata yang tujuannya adalah benar yakni bukan merupakan kata-kata dusta, nisbat untuk dirinya sendiri, sekalipun tampaknya sebagai kata-kata dusta menurut lahiriyahnya lafaz yang diucapkan itu, nisbat bagi pemahaman orang yang diajaknya bercakap-cakap. Sekalipun demikian, andaikata ia tidak menggunakan tawriyah, lalu langsung saja menggunakan ucapan yang benar-benar dusta, maka hal itu pun tidak juga haram hukumnya dalam hal ini. Para ulama mengambil dalil tentang bolehnya berdusta itu ialah dengan Hadisnya Ummu Kultsum radhiallahu 'anha bahwasanya ia mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bukannya orang yang berdusta apabila seorang itu bermaksud mengislahkan -yakni memperbaiki atau mendamaikan- antara para manusia -yang sedang berselisih-, lalu ia menyampaikan sesuatu berita yang baik-baik atau mengucapkan yang baik-baik." (Muttafaq 'alaih) Imam Muslim menambahkan dalam riwayatnya: Ummi Kultsum berkata: "Saya tidak pernah mendengar Rasulullah s.a.w. meringankan dalam segala sesuatu yang diucapkan oleh para manusia itu -perihal dusta-, melainkan dalam tiga keadaan, yaitu dalam peperangan, dalam mengislahkan antara para manusia dan ucapan seorang suami terhadap istrinya atau seorang istri terhadap suaminya -yang masing-masing itu untuk kemaslahatan keluarga-."




Bab 262. Memiliki Ketetapan -Keteguhan atau Kebenaran- Dalam Hal Apa Yang Diucapkan Atau Apa Yang Diceritakan

 

 

Allah Ta'ala berfirman: "Dan janganlah engkau mengikuti pada sesuatu yang engkau tidak mempunyai pengetahuan dalam hal itu." (al-Isra': 36)

 

Allah Ta'ala berfirman pula: "Tidaklah seseorang itu mengucapkan sesuatu ucapan, melainkan di sisinya ada malaikat Raqib -pencatat kebaikan- dan 'Atid -pencatat keburukan-." (Qaf:18)

 

1544. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Cukuplah seseorang itu dustanya apabila ia mengutarakan -mengatakan- segala sesuatu yang didengar olehnya." (Riwayat Muslim)

 

1545. Dari Samurah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang membicarakan sesuatu hadits dari saya -Nabi s.a.w.-, sedang ia mengetahui bahwa apa yang dibicarakan olehnya itu adalah dusta, maka ia adalah salah seorang diantara golongan kaum pendusta." (Riwayat Muslim)

 

1546. Dari Asma' radhiallahu 'anha bahwasanya ada seorang perempuan berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya saya ini mempunyai seorang madu, maka apakah kiranya saya memperoleh dosa jikalau saya berpura-pura kenyang dari suami saya itu selain yang ia berikan pada saya?" Nabi s.a.w bersabda: "Seseorang yang berpura-pura kenyang dengan sesuatu yang ia tidak diberi, maka ia adalah orang yang mengenakan dua macam pakaian kedustaan." (Muttafaq 'alaih) Almutasyabbi' ialah seseorang yang menampakkan dirinya sebagai seorang yang kenyang, padahal ia sebenarnya bukan seorang yang kenyang. Adapun maknanya di sini ialah bahwa ia menampakkan bahwa ia memperoleh sesuatu keutamaan -seperti pemberian dan lain-lain-, padahal sebenarnya ia tidak memperoleh itu. Adapun labisu tsaubai zurin yaitu yang menanggung kedustaan, maksudnya ialah memalsukan dirinya sendiri di hadapan orang banyak bahwa ia seolah-olah mengenakan pakaian ahli zuhud, ahli ilmu pengetahuan atau seorang yang berharta banyak dengan tujuan agar orang-orang itu tertipu oleh apa yang dilihatnya, padahal sebenarnya ia tidak memiliki sifat sebagaimana yang diperlihatkan kepada orang banyak itu. Ada pula ulama yang menerangkan bahwa maksudnya tidak sebagaimana yang diuraikan di atas. Wallahu a'lam.



Bab 263. Haramnya Bersaksi Palsu 

 

 

Allah Ta'ala berfirman: "Dan jauhilah perkataan palsu." (al-Haj:30)

 

Allah Ta'ala juga berfirman: "Janganlah engkau turut sesuatu yang engkau tidak mempunyai pengertian dalam hal itu." (al-Isra': 36)

 

Allah Ta'ala berfirman lagi: "Tidaklah seseorang itu mengucapkan sesuatu ucapan, melainkan di sisinya ada malaikat Raqib -pencatat kebaikan - dan malaikat 'Atid -pencatat keburukan-." (Qaf: 18)

 

Allah Ta'ala berfirman pula: "Sesungguhnya Tuhanmu itu senantiasa mengawasi."(Al-Fajr: 14)

 

Allah Ta'ala berfirman pula: "Dan mereka itu adalah orang-orang yang tidak suka menjadi saksi palsu." (al-Furqan:72)

 

1547, Dari Abu Bakrah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidakkah engkau semua suka kalau saya memberitahukan kepadamu semua tentang sebesar-besarnya dosa besar." Kita -yakni para sahabat- berkata: "Baiklah, ya Rasulullah." Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Yaitu menyekutukan kepada Allah, berani melawan kepada kedua orang tua," semula beliau s.a.w. bersandar lalu duduk, kemudian bersabda: "Ingatlah, juga perkataan palsu dan menjadi saksi palsu." Tidak henti-hentinya beliau s.a.w. itu mengulang-ulangi sabdanya yang terakhir ini, sehingga kita mengucapkan: "Alangkah baiknya kalau beliau diam." (Muttafaq 'alaih)


Bab 264. Haramnya Melaknat -Mengutuk- Diri Seseorang Atau Terhadap Binatang

 

 

1548. Dari Abu Zaid, yaitu Tsabit bin adh-Dhahhak al-Anshari r.a dan ia adalah termasuk golongan ahli bai'atur ridhwan, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa bersumpah dengan agama selain Islam dengan dusta lagi sengaja -misalnya ia berkata-: "Demi Allah, kalau saya melakukan begini, maka saya masuk agama Yahudi atau Kristen, maka orang itu adalah sebagaimana apa yang diucapkan -yakni kalau yang disumpahkan itu terjadi-, orang tersebut hukumnya menjadi kafir kalau ketetapan hatinya akan memeluk agama itu. Dan barangsiapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu benda -yakni bunuh diri-, maka ia akan disiksa pada hari kiamat dengan benda yang digunakan untuk bunuh diri itu. Seseorang itu tidak perlu memenuhi nazar kepada sesuatu yang ia tidak memilikinya -atau tidak mampu melakukannya-, sedangkan melaknat -mengutuk- kepada seorang mu'min itu adalah sama dengan membunuhnya." (Muttafaq 'alaih)

 

1549. Dari Abu Hurairah r.a.,: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidak seyogyanyalah bagi seorang yang ahli berkata benar itu kalau menjadi seorang yang suka melaknat." (Riwayat Muslim)

 

1550. Dari Abuddarda' r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Orang-orang yang suka melaknat itu tidak akan dapat menjadi orang-orang yang memberikan syafa'at serta sebagai saksi pada hari kiamat." (Riwayat Muslim)

 

1551. Dari Samurah bin Jundub r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua saling laknat melaknati dengan menggunakan kata-kata Allah melaknat, jangan pula dengan kata-kata Allah memurkai ataupun dengan kata-kata masuk neraka." Diriwayatkan oleh Imam-Imam Abu Dawud dan Tirmidzi dan Tirmidzi mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih.

 

1552. Dari Ibnu Mas'ud r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bukannya seorang mu'min yang suka mencemarkan nama orang, atau yang suka melaknat dan bukan pula yang berbuat kekejian serta yang kotor mulutnya." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.

 

1553. Dari Abuddarda' r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya seorang hamba itu apabila melaknat kepada sesuatu, maka naiklah kelaknatannya itu ke langit, lalu ditutuplah pintu-pintu langit itu agar tidak masuk ke dalamnya, kemudian turun kembali ke bumi lalu ditutuplah pintu-pintu yang menuju ke arah bumi itu agar tidak dapat masuk ke dalamnya, selanjutnya ia bolak-balik ke kanan dan ke kiri. Seterusnya apabila tidak lagi ia memperoleh jalan masuk, maka kembalilah ia kepada orang yang dilaknat, jikalau yang dilaknat memang benar-benar sebagaimana isi yang dilaknatkan, maka kelaknatan itupun tetap berada dalam diri orang ini, tetapi jikalau tidak, maka kembalilah ia kepada orang yang mengucapkannya -sehingga ia akan memperoleh bencana dengan sebab ucapan laknatnya tersebut-." (Riwayat Abu Dawud)

 

1554. Dari 'Imran bin al-Hushain radhiallahu 'anhuma, katanya: "Pada suatu ketika Rasulullah s.a.w. dalam salah satu perjalanannya dan di situ ada seorang wanita dari golongan sahabat Anshar menaiki unta. Wanita itu agaknya kesal -pada untanya itu-, lalu melaknatinya. Kemudian Rasulullah s.a.w. mendengar ucapannya itu, lalu bersabda: "Ambillah apa-apa yang ada di atas unta itu dan biarkanlah ia berjalan -tanpa beban apa-apa-, sebab ia sudah mendapat laknat." 'Imran berkata: "Seolah-olah saya masih dapat melihat sekarang ini, unta itu berjalan di kalangan para manusia dan tidak seorangpun yang ambil perhatian padanya." (Riwayat Muslim)

 

1555. Dari Abu Barzah, yaitu Nadhlah bin 'Ubaid al-Aslami r.a., katanya: "Pada suatu ketika ada seorang gadis berada di atas untanya dan di situ ada sementara harta benda kaum -orang banyak-, tiba-tiba ia melihat Nabi s.a.w. -yang hendak berjalan di situ pula sedangkan jalan di gunung sudah sempit karena banyak orang-, lalu gadis itu berkata: "Ayo -segera jalan-! Ya Allah laknatilah unta ini." Nabi s.a.w. lalu bersabda: "Janganlah mengawani kita seekor unta yang sudah terkena laknat ini." (Riwayat Muslim) Ucapannya "Hal" dengan fathahnya ha' muhmalah dan sukunnya lam, yaitu sebagai kata bentakan terhadap unta. Ketahuilah bahwa hadits ini kadang-kadang dipersukar arti dan maknanya, padahal tiada kesukaran samasekali dalam mengartikan itu. Adapun maksudnya ialah untuk melarang kalau unta yang sudah dilaknati itu mengawani mereka -yakni orang-orang yang dalam perjalanan-. Jadi sama sekali tidak ada larangan untuk menyembelihnya dan menaikinya asalkan tidak berkawankan dengan Nabi s.a.w. Maka semua yang di atas itu juga lain-lain penggunaan terhadap unta itu adalah tetap boleh dan tiada halangan sama sekali, kecuali hanya dilarang untuk mengawani Nabi s.a.w. dalam seperjalanan, karena penggunaan kesemuanya itu memang jaiz. Kalaupun ada sebagian yang dilarang -yakni mengawani Nabi s.a.w. dalam seperjalanan-, maka untuk maksud yang lain-lain tetap dibolehkan. Wallahu a'lam.

 

Informasi Tambahan:

Melaknat adalah suatu perbuatan yang buruk, kata-kata yang dikeluarkanpun sangat buruk, seperti : Keparat, Hai Bodoh, Dasar tolol, Hai Binatang -sebagai ganti suatu nama binatang yang menjijikan-, Gila kamu, Hai Idiot, dan kata-kata senada lainnya yang saat ini sering didengar disekolah-sekolah umum yang merupakan bahasa pergaulan sehari-hari. Seringkali melaknat tersebut dijadikan do'a, seperti : Binasa kamu, Mati saja kamu, semoga kamu tertabrak mobil, semoga kamu terkena penyakit, semoga kamu masuk neraka, dan ucapan-ucapan lainnya yang menginginkan keburukan kepada yang dilaknati. Maka bila kita orang mu'min, jangan melakukan hal-hal diatas, kendatipun kepada binatang dan pohon, apalagi kepada manusia. Termasuk juga jangan melaknat kendaraan kita yang saat ini memang tidak berupa hewan, namun berupa motor atau mobil. Misalkan dengan berkata, "Dasar motor sialan!". Juga jangan melaknat rumah, gedung sekolah dan benda-benda lainnya. Cukupkanlah diri kita dengan berkata yang baik-baik.


Bab 265. Bolehnya Melaknati Kepada Orang-orang Yang Mengerjakan Kemaksiatan Tanpa Menentukan Perorangannya

 

 

Allah Ta'ala berfirman: "Ingatlah bahwa laknat Allah adalah atas orang-orang yang menganiaya." (Hud: 18)

 

Allah Ta'ala berfirman pula: "Maka berserulah orang yang menyerukan bahwasanya laknat Allah adalah atas orang-orang yang menganiaya." (al-A'raf)

 

Sudah tetap dalam Hadis shahih bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Allah melaknat kepada orang yang menghubungkan -menyambungkan- rambutnya dengan rambut orang lain serta orang yang meminta supaya rambutnya dihubungkan dengan rambut orang lain" -lihat hadits no.1639-, sabdanya pula: "Allah melaknat kepada orang yang memakan harta riba" -hadits no.1612-, sabdanya lagi: "Allah melaknat orang-orang yang menggambar -sesuatu yang bernyawa-, -lihat bab no.305-, sabdanya lagi: "Allah melaknat orang yang mengubah-ubah batas-batas bumi" yakni batas-batas yang ditentukan dalam bumi itu -menurut persetujuan negara-negara yang bersangkutan-, sabdanya lagi: "Allah melaknat pencuri yang mencuri sebutir telur," sabdanya lagi: "Allah melaknat orang yang melaknat kepada kedua orang tuanya" -Hadis no.338-, juga "Allah melaknat orang yang menyembelih selain karena Allah," juga sabdanya: "Barangsiapa yang melakukan sesuatu kemungkaran atau memberi tempat perlindungan kepada orang yang melakukan kemungkaran, maka atasnya adalah laknat Allah, seluruh malaikat serta sekalian manusia" -hadits no.1801- Sabdanya lagi: "Ya Allah, laknatilah kepada kabilah-kabilah Ri'l, Dzakwan dan 'Ushayyah, mereka semua itu bermaksiat kepada Allah dan RasulNya." Ini adalah nama tiga kabilah bangsa Arab, juga sabdanya: "Allah melaknat kepada kaum Yahudi, mereka menggunakan makam-makam nabi-nabi mereka sebagai masjid," demikian pula sabdanya: "Allah melaknat kepada orang-orang lelaki yang menyerupakan dirinya sebagai orang-orang perempuan dan orang-orang perempuan yang menyerupakan dirinya sebagai orang-orang lelaki." -Hadis 1628- Semua lafaz-lafaz di atas itu tercantum dalam hadits shahih bahkan sebagiannya adalah di dalam kedua kitab shahihnya Imam-Imam Bukhari dan Muslim, sebagian lagi di salah satu dan kedua kitab shahih itu. Sesungguhnya saya bermaksud meringkaskannya dengan cukup menunjukkan pada Hadits-hadits itu saja, sedangkan sebagian besar akan saya uraikan dalam masing-masing babnya dari kitab ini. Insya Allah.


Bab 266. Haramnya Memaki Orang Islam Tanpa Hak -Kebenaran-

 

 

Allah Ta'ala berfirman: "Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu'min, lelaki atau perempuan, tanpa adanya sesuatu yang mereka lakukan, maka orang-orang yang menyakiti itu menanggung kebohongan dan dosa yang nyata." (al-Ahzab: 58)

 

1556. Dari Ibnu Mas'ud r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Mencaci-maki seorang Muslim adalah suatu kefasikan, sedang memeranginya -membunuhnya- adalah kekufuran." (Muttafaq 'alaih)

 

1557. Dari Abu Zar r.a., bahwasanya ia mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidakkah seorang melemparkan kefasikan atau kekufuran kepada orang lain, melainkan akan kembalilah kefasikan atau kekufuran itu pada dirinya sendiri, jikalau yang dikatakan sedemikian itu bukan yang memiliki sifat tersebut." (Riwayat Bukhari)

 

1558. Dari Abu Hurairah r.a., bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Kedua orang yang saling maki-memaki itu dosanya adalah atas orang yang memulai diantara kedua orang itu, sehingga yang dianiaya melanggar -melebihi batas apa yang dikatakan oleh orang yang memulai tadi-." (Riwayat Muslim)

 

1559. Dari Abu Hurairah r.a. pula, katanya: "Nabi s.a.w. didatangi oleh para sahabatnya dengan membawa seorang yang minum arak. Beliau s.a.w. bersabda: "Pukullah ia." Abu Hurairah berkata; "Maka diantara kita ada yang memukul dengan tangannya, ada yang memukul dengan terompah -sandal- nya, ada yang memukul dengan bajunya." Setelah orang itu kembali, sebagian kaum -orang-orang tadi- ada yang berkata: "Semoga engkau dihinakan oleh Allah." Lalu beliau s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua berkata demikian, janganlah memberi pertolongan kepada syaitan untuk menggoda orang ini -sehingga berbuat dosa kembali yang tidak dibenarkan oleh agama-." (Riwayat Bukhari)

 

1560. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Barangsiapa yang mendakwa -menuduh- berzina kepada hamba sahayanya, maka kepada yang mendakwa itu akan dilaksanakanlah had -hukuman- atas dirinya besok pada hari kiamat, kecuali kalau hamba sahaya itu memang berbuat sebagaimana yang dikatakan oleh orang itu." (Muttafaq 'alaih)


 

Bab 267. Haramnya Memaki-maki Orang-orang Yang Sudah Mati Tanpa Adanya Hak -Kebenaran- Dan Kemaslahatan Syari'at

 

 

Ini adalah menakut-nakuti daripada meniru orang tersebut dengan kelakuan bid'ahnya, kefasikannya atau lain-lain sebagainya. Dalam bab ini ada ayat dan Hadits-hadits sebagaimana yang tercantum di muka dalam bab sebelum ini.

 

1561. Dari 'Aisyah radhiallahu'anha, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua memaki-maki orang-orang yang sudah mati, sebab sesungguhnya mereka itu telah sampai kepada amalan-amalan mereka yang sudah dikerjakan dahulu -sewaktu di dunia, baik kebajikan atau kejahatan-." (Riwayat Bukhari)



Bab 268. Larangan Menyakiti -Yakni Berbuat Zhalim-

 

 

Allah Ta'ala berfirman: "Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu'min, lelaki atau perempuan, tanpa adanya sesuatu -kesalahan- yang mereka lakukan, maka orang-orang yang menyakiti itu menanggung kebohongan dan dosa yang nyata." (al-Ahzab: 58)

 

1562. Dari Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Seorang Muslim itu ialah orang yang kaum Muslimin lainnya selamat dari gangguan lisan dan tangannya -yakni selamat dari kekejaman perkataan serta perbuatannya-. Seorang muhajir -yang hijrah- ialah orang yang meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah." (Muttafaq 'alaih)

 

1563. Dari Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: Barangsiapa yang suka jikalau dijauhkan dari neraka dan dimasukkan dalam syurga, maka hendaklah -ketika- ia didatangi oleh kematiannya dan di waktu itu ia dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari akhir -yakni hari kiamat-, juga hendaklah ia mendatangkan sesuatu -berbuat- kepada seluruh manusia yang sekiranya ia sendiri suka kalau sesuatu tadi didatangkan pada dirinya sendiri -yakni berbuat sesuatu kepada orang lain yang ia suka kalau hal itu diperlakukan pula atas dirinya sendiri-." Diriwayatkan oleh Imam Muslim dan ini adalah sebagian dari suatu hadits panjang yang sudah lampau uraiannya dalam bab 'Mentaati orang-orang yang memegang pemerintahan' -lihat hadits no.666-.

 

Keterangan:

Hadits diatas sangat dalam maknanya. Bila ingin mengetahui suatu perbuatan itu menyakiti orang lain atau tidak, maka hendaknya kita intropeksi diri sendiri, bagaimana bila diri kita yang diberlakukan seperti itu, apakah kita suka atau tidak? Sebelum memukul orang lain, hendaknya berpikir bagaimana bila diri kita yang dipukul, apakah kita suka menerimanya? Sebelum berbuat jahat kepada orang lain, hendaknya berpikir bagaimana bila kita yang dijahati orang lain, apakah suka? Begitupun sebaliknya, bila kita suka diberi hadiah, tentulah orang lainpun sama, senang diberi hadiah oleh kita. Bila kita suka orang lain senyum dan ramah tamah kepada kita, tentu orang lainpun senang diperlakukan seperti itu oleh kita. Dengan demikian, bila semua orang meyakini dan mempraktekan isi hadits ini, tentulah semuanya akan saling menjaga hak-hak orang lain, dan tidak akan menyakiti orang lain.



Bab 269. Larangan Saling Membenci, Memutuskan Ikatan Persahabatan Dan Saling Membelakangi -Tidak Saling Menyapa-

 

 

Allah Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya orang-orang mu'min itu adalah bersaudara." (al-Hujurat: 10)

 

Allah Ta'ala juga berfirman: "-Kaum mu'minin itu- yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir." (al-Maidah: 54)

 

Allah Ta'ala berfirman lagi: "Muhammad adalah Rasulullah -utusan Allah- dan orang-orang yang besertanya adalah orang-orang yang bersikap keras terhadap kaum kafirin serta saling sayang menyayangi antara sesama mereka -kaum Muslimin-." (al-Fath: 39)

 

1564. Dari Anas r.a., bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua saling benci membenci, saling dengki mendengki, saling belakang membelakangi dan saling putus memutuskan -ikatan persahabatan atau kekeluargaan- dan jadilah engkau semua wahai hamba-hamba Allah sebagai saudara-saudara. Tidaklah halal bagi seorang Muslim kalau ia meninggalkan -yakni tidak menyapa- saudaranya lebih dari tiga hari." (Muttafaq 'alaih)

 

1565. Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Pintu-pintu syurga itu dibuka pada Senin dan Kamis, lalu diampunkanlah bagi setiap hamba yang tidak menyekutukan sesuatu dengan Allah, melainkan seseorang yang antara dirinya dengan saudaranya itu ada rasa kebencian -dalam hati-, lalu dikatakanlah -yakni Allah berfirman kepada malaikatnya-: "Nantikanlah dulu kedua orang ini, sehingga keduanya berdamai kembali. Nantikanlah kedua orang ini, sehingga keduanya berdamai kembali." (Riwayat Muslim) Dalam riwayat Imam Muslim juga disebutkan: "Ditunjukkanlah semua amalan -manusia kepada Tuhan- pada setiap hari Kamis dan Senin," lalu disebutkanlah bunyi hadits yang lanjutannya sama dengan di atas.


Bab 270. Haramnya Hasad -Dengki- Yaitu Mengharapkan Lenyapnya Sesuatu Kenikmatan Dari Pemiliknya, Baikpun Yang Berupa Kenikmatan Urusan Agama Atau Urusan Keduniaan

 

 

Allah Ta'ala berfirman: "Apakah mereka -yakni orang-orang yang terkena laknat- itu mendengki -atau iri hati- kepada orang-orang lain karena keutamaan -yakni karunia- yakni diberikan Allah kepada mereka ini?" (an-Nisa': 54)

 

Dalam bab ini termasuk pulalah Hadisnya Anas r.a., yang lalu dalam bab sebelum ini -lihat Hadis no.1564-.

 

1566. Dari Abu Hurairah r.a., bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Takutlah engkau semua pada sifat dengki -iri hati-, sebab sesungguhnya dengki itu dapat memakan -yakni menghabiskan- kebaikan-kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar" atau sabdanya: "memakan rumput." (Riwayat Abu Dawud) [Baca Status Hadits Disini]

 

Keterangan:

Seorang yang tidak gembira kalau saudaranya mendapatkan sesuatu, sedangkan ia sendiri akan gembira kalau memperolehnya, maka orang yang sedemikian ini disebut orang dengki. Menurut Imam Al-Ghazali kedengkian itu ada tiga macam, yaitu:

  1.  Menginginkan agar kenikmatan orang lain itu hilang dan ia dapat menggantikannya.

  2. Menginginkan agar kenikmatan orang lain itu hilang, sekalipun ia tidak dapat menggantikannya, baik karena merasa mustahil bahwa dirinya akan dapat menggantikannya atau memang kurang senang memperolehnya atau sebab lain-lain. Pokoknya asal orang itu jatuh, ia gembira. Ini adalah lebih jahat dari kedengkian yang pertama.

  3. Tidak ingin kalau kenikmatan orang lain itu hilang, tetapi ia benci kalau orang itu akan melebihi kenikmatan yang dimilikinya sendiri. Inipun terlarang, sebab ia jelas tidak ridha dengan apa-apa yang telah dibagikan oleh Allah.

Ada suatu sifat lain yang bentuknya seolah-olah seperti dengki, tetapi samasekali bukan termasuk kedengkian, bukan pula suatu sifat yang buruk dan jahat, sebaliknya malahan merupakan sifat utama dan terpuji. Apakah itu? Sifat itu dinamakan ghibthah. Marilah kita selidiki apa makna ghibthah itu? Ghibthah ialah suatu kesadaran atau suatu keinsafan yang tumbuh dari akal fikiran manusia yang berjiwa besar dan luhur. Ia sadar dan insaf akan kekurangan atau kemunduran yang ada di dalam dirinya, kemudian setelah menyadari dan menginsafi hal itu, lalu ia bekerja keras, berusaha mati-matian agar dapat sampai kepada apa-apa yang telah dapat dicapai kawannya, tanpa disertai kedengkian dan iri hati. Sekalipun ia menginginkan mendapatkan apa yang telah didapatkan oleh orang lain, namun hatinya tetapi bersih, sedikitpun tidak mengharapkan agar kenikmatan orang lain lenyap atau hilang daripadanya. Manusia yang bersifat ghibthah senantiasa menginginkan petunjuk dan nasihat, bagaimana dan jalan apa yang wajib ditempuhnya untuk menuju cita-citanya itu. Jadi ghibthah bukan sekali-kali dapat disamakan dengan dengki. seorang yang luhur budi, tidak berjiwa kintel yang dapat memiliki sifat ini. Ringkasnya apabila ia mengetahui sesuatu yang berupa kenikmatan dan kebaikan apapun yang ada dalam pribadi orang lain, ia tidak hanya terus berangan-angan kosong tanpa berusaha dan tidak pula mendengki orangnya, juga tidak mengharapkan lenyapnya kenikmatan atau kebaikan tadi daripadanya, baik dengan maksud supaya kenikmatan itu berpindah kepada dirinya sendiri atau tidak. Sebaliknya ia makin menggiatkan usaha untuk mencapainya, bahkan kalau dapat melebihi adalah lebih baik lagi. Ia ingin memperoleh ketinggian sebagaimana orang lain yang dilihatnyapun belum puas sehingga berada di atasnya, belum rela hatinya sehingga yang diperolehnya itu adalah kenikmatan yang lebih tinggi nilainya. Ini bukan bersaing, sebab jalan yang dilaluinya adalah wajar. Misalkan seorang pedagang, ia tidak merusak harga pasaran pada umumnya, tidak pula menghasut pembeli dengan mengatakan bahwa barang yang dijual oleh orang lain itu berkwalitet jelek atau barang palsu atau dengan menempuh jalan yang tidak terhormat menurut ukuran masyarakat yang sopan. Jadi keuntungan yang didapatkan adalah wajar dan cara memperolehnya pun wajar pula. Kalaupun hal semacam di atas ada sebagian orang yang menyebutkan bersaing, tetapi persaingan itu adalah sehat, bukan persaingan secara akal bulus. Dari uraian di atas, kita dapat mengerti bahwa manakala dengki itu hanya dimiliki oleh manusia yang berjiwa rendah dan mendorongnya untuk berangan-angan kosong untuk mendapatkan kenikmatan yang dimiliki orang lain, tetapi ghibthah malahan sebaliknya itu, sebab ghibthah inilah pendorong utama untuk beramal dan berusaha agar mendapat kebaikan dan kenikmatan yang diidam-idamkan, sama sekali tidak disertai rasa ingin melakukan sesuatu keburukan apapun pada orang lain. Ia ingin sama-sama hidup dan bekerjasama secara sebaik-baiknya. Jadi perbedaan antara kedua macam sifat dan akhlak itu jauh sekali, sejauh antara jarak langit dengan bumi. Dengki adalah tercela dan pendengki adalah sangat terkutuk, sedangkan ghibthah adalah terpuji dan pengghibthah adalah sangat terhormat.



Bab 271. Larangan Menyelidiki Kesalahan -atau Kekurangan- Orang Lain Serta Mendengarkan Pada Pembicaraan Orang Lain Yang Ia Sendiri Benci Kalau Ia Mendengarnya

 

 

Allah Ta'ala berfirman: "Janganlah engkau semua saling selidik menyelidiki -yakni memata-matai- kesalahan orang lain," (al-Hujurat: 12)

 

Allah Ta'ala berfirman pula: "Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu'min, lelaki atau perempuan, tanpa adanya sesuatu yang mereka lakukan, maka orang-orang yang menyakiti itu menanggung kebohongan dan dosa yang nyata." (al-Ahzab: 58)

 

1567. Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Takutlah engkau semua kepada persangkaan -buruk sangka-, sebab sesungguhnya persangkaan -buruk sangka- itu adalah sedusta-dustanya percakapan. Janganlah engkau semua berusaha mengetahui keburukan orang lain, jangan pula menyelidiki -yakni memata-matai- cela -kekurangan- orang lain, jangan pula engkau semua berlomba -memiliki sendiri akan sesuatu dan mengharapkan jangan sampai orang lain memiliki seperti itu-, juga janganlah engkau semua saling dengki mendengki, saling benci membenci, belakang membelakangi -yakni tidak sapa menyapa- dan jadilah engkau semua, hai hamba Allah sebagai saudara-saudara, sebagaimana Allah memerintahkan hal itu kepadamu semua. Seorang Muslim adalah saudara Muslim yang lain, janganlah ia menganiaya saudaranya, jangan menghinakannya dan jangan menganggapnya remeh -yakni tidak berharga-. Ketaqwaan itu di sini, ketaqwaan itu di sini letaknya," dan beliau s.a.w. menunjuk ke arah dadanya. Selanjutnya beliau s.a.w. bersabda: "Cukuplah seorang itu memperoleh kejelekan, jikalau ia merendahkan diri saudaranya sesama Muslimnya. Setiap Muslim itu atas orang Muslim lain haramlah darahnya, kehormatannya serta hartanya. Sesungguhnya Allah itu tidak melihat kepada tubuh-tubuhmu semua, tidak pula kepada rupa-rupamu semua dan juga tidak melihat kepada amalan-amalanmu semua, tetapi Allah itu melihat -yakni memperhatikan- kepada isi hatimu semua." Dalam riwayat lain disebutkan: "Janganlah engkau semua dengki mendengki, belakang membelakangi, berusaha mengetahui keburukan orang lain, menyelidiki cela orang lain dan janganlah engkau semua saling icuh-mengicuh -yakni mengatakan pada seseorang dengan harga tinggi, mengatakan telah menawar sekian, padahal hanya ingin menjerumuskan orang lain itu agar suka membeli dengan harga tinggi, dan ia sendiri dapat janji keuntungan dari orang yang menjualnya- dan jadilah engkau semua, hai hamba-hamba Allah sebagai saudara-saudara." Dalam riwayat lain lagi disebutkan: "Janganlah saling putus memutuskan -ikatan persahabatan atau kekeluargaan-, jangan pula belakang membelakangi, benci membenci, dengki mendengki dan jadilah engkau semua, hai hamba-hamba Allah sebagai saudara-saudara." Dalam riwayat lain lagi juga disebutkan: "Dan janganlah engkau semua saling diam mendiamkan -tidak suka memulai mengucapkan salam dan tidak pula suka menghormat dengan pembicaraan-, dan jangan pula setengah dari engkau semua ada yang menjual atas jualannya orang lain." Diriwayatkan oleh Imam Muslim dengan semua riwayat-riwayat yang tercantum di atas itu dan Imam Bukhari juga meriwayatkan sebagian banyak daripadanya. Menjual atas jualannya orang lain ialah misalnya pedagang yang berkata kepada pembeli: "Jangan jadi beli di sana itu, saya punya seperti barang itu dan harganya murah serta mutunya tinggi."

 

1568. Dari Mu'awiyah r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya engkau itu apabila mengikuti -yakni mengamat-amati- celanya -kekurangan- kaum Muslimin, maka engkau akan dapat merusakkan mereka atau hampir-hampir engkau akan dapat menyebabkan kerusakan mereka." Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan isnad yang baik.

 

1569. Dari Ibnu Mas'ud r.a. bahwasanya ia didatangi oleh kawan-kawannya dengan membawa seorang lelaki. Kepadanya dikatakan: "Ini adalah si Fulan yang janggutnya meneteskan arak." Ibnu Mas'ud lalu berkata: "Sesungguhnya kita semua itu dilarang untuk memata-matai, tetapi jikalau ada sesuatu bukti yang nyata untuk kita gunakan sebagai pegangan, maka kita akan meneterapkan hukuman padanya." Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad menurut syaratnya Imam-imam Bukhari dan Muslim.


Bab 272. Larangan Berprasangka Buruk Kepada Kaum Muslimin

 

 

Allah Ta'ala berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa." (al-Hujurat: 12)

 

 1570. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Takutlah olehmu semua akan prasangka, sebab sesungguhnya prasangka itu adalah sedusta-dustanya pembicaraan." (Muttafaq 'alaih)


Bab 273. Haramnya Menghina Seorang Muslim

 

 

Allah Ta'ala berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang lalim." (al-Hujurat: 11)

 

Allah Ta'ala berfirman pula: "Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela." (al-Humazah: 1)

 

1571. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Cukuplah seseorang itu memperoleh kejelekan apabila ia menghinakan saudaranya sesama Muslim." Diriwayatkan oleh Imam Muslim. Hadits ini sudah lampau uraiannya -lihat hadits no.1567-.

 

1572. Dari Ibnu Mas'ud r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Tidak dapat masuk syurga seorang yang dalam hatinya ada seberat timbangan seekor semut kecil dari kesombongan." Kemudian ada seorang lelaki berkata: "Sesungguhnya ada seorang lelaki yang gemar sekali kalau pakaiannya bagus dan terompah -sandal- nya bagus." Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Sesungguhnya Allah itu Maha Indah, juga mencintai keindahan. Sombong itu ialah menolak petunjuk yang hak -yakni kebenaran- serta menghinakan para manusia. (Riwayat Muslim) Makna Batharul haqqi ialah menolak kebenaran, sedang "Ghamthubum" ialah menghinakan mereka, yakni para manusia. Uraian hadits ini sudah dijelaskan dalam bab 'Kesombongan'.

 

1573. Dari Jundub bin Abdullah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w bersabda: "Ada seorang lelaki berkata: "Demi Allah, Allah tidak akan memberikan pengampunan kepada si Fulan itu." Allah azzawajalla lalu berfirman: "Siapakah yang berani menyumpah-nyumpah atas namaKu bahwa Aku tidak akan mengampuni si Fulan itu? Sesungguhnya aku telah mengampuni orang itu dan Aku menghapuskan pahala amalanmu -yakni yang bersumpah tadi-." (Riwayat Muslim)

 

Keterangan:

Kita jangan merasa diri suci, hingga berani menghina orang lain, dan memvonis orang yang kita anggap dosanya sangat banyak bahwa Allah tidak akan mengampuni dosa-dosanya. Hal tersebut membuat Allah murka, hingga Allah malah mengampuni dosa-dosa orang yang dihina, dan menghapus pahala amal dari orang yang menghina tersebut.


Bab 274. Larangan Menampakkan Rasa Gembira Karena Adanya Bencana Yang Mengenai Seorang Muslim

 

 

Allah Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya kaum mu'minin itu adalah sebagai orang-orang yang bersaudara." (al-Hujurat: 10)

 

Allah Ta'ala juga berfirman: "Sesungguhnya orang-orang yang senang kalau perbuatan keji tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, maka orang-orang yang sedemikian itu akan memperoleh siksa yang pedih di dunia dan di akhirat." (an-Nur: 19)

 

1574. Dari Watsilah bin al-Asqa' r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau gembira karena adanya sesuatu bencana pada saudaramu -sesama Muslim-, sebab jikalau engkau demikian, maka Allah akan memberikan kerahmatan kepada saudaramu itu sedang engkau sendiri akan diberi cobaan -yakni bala'- olehNya." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits Hasan. Dalam bab ini termasuk pula Hadisnya Abu Hurairah yang lalu -lihat hadits no.1567- dalam bab Menyelidiki cela orang lain, yaitu: "Setiap orang Muslim atas orang Muslim itu haram...," sampai akhirnya hadits itu. [Baca Status Hadits Disini]


Bab 275. Haramnya Menodai Nasab -Menghina Keturunan- Yang Terang Menurut Zahirnya Syara'

 

 

Allah Ta'ala berfirman: "Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang beriman, lelaki atau perempuan, tanpa adanya sesuatu yang mereka perbuat, maka orang-orang yang menyakiti itu benar-benar telah menanggung kedustaan dan dosa yang nyata." (al-Ahzab: 58)

 

1575. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Ada dua perkara di kalangan para manusia yang keduanya itu menyebabkan kekafiran pada mereka -jika dikerjakan dengan sengaja dan mengetahui akan keharamannya-, yaitu: menodai keturunan -menghina nasab- dan menangis dengan suara keras-keras kepada mayat." (Riwayat Muslim)


Bab 276. Larangan Mengelabui Dan Menipu

 

 

Allah Ta'ala berfirman: "Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang beriman, lelaki atau perempuan, tanpa adanya sesuatu yang mereka perbuat, maka orang-orang yang menyakiti itu benar-benar telah menanggung kedustaan dan dosa yang nyata." (al-Ahzab: 58)

 

1576. Dari Abu Hurairah r.a, bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang mengangkat senjata -yakni memerangi- kepada kita, maka ia bukanlah termasuk golongan kita -kaum Muslimin- dan barangsiapa yang mengelabui -atau menipu- pada kita, maka iapun bukan termasuk golongan kita." (Riwayat Muslim) Dalam riwayat lain dari Imam Muslim disebutkan bahwasanya Rasulullah s.a.w. berjalan melalui penjual setumpuk bahan makan, lalu beliau s.a.w. memasukkan tangannya ke dalam makanan itu, kemudiari jari-jarinya terkena basah. Beliau lalu bersabda: "Apakah ini, hai pemilik makanan." Pemiliknya itu menjawab: "Itu tadi terkena air hujan, ya Rasulullah." Beliau bersabda lagi: "Mengapa yang terkena air itu tidak engkau letakkan di bagian atas makanan ini, sehingga orang-orang dapat mengetahuinya. Barangsiapa yang mengelabui -atau menipu- kita, maka ia bukanlah termasuk golongan kita -kaum Muslimin-."

 

1577. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua saling icuh-mengicuh." (Muttafaq 'alaih) Arti icuh-mengicuh lihatlah hadits no.1567.

 

1578. Dari Ibu 'Umar radhiallahu 'anhuma bahwasanya Nabi s.a.w. melarang pengicuhan." (Muttafaq 'alaih)

 

1579. Dari Ibnu Umar radhiallahu'anhuma pula, katanya: "Ada seorang lelaki yang memberitahukan kepada Rasulullah s.a.w. bahwasanya ia ditipu oleh seseorang dalam berjual beli, lalu Rasulullah s.a.w. bersabda: "Jikalau engkau membeli sesuatu dari seseorang, maka katakanlah padanya: "Harus tidak ada penipuan." Maksudnya jikalau terjadi ada penipuan, maka boleh dikembalikan selama waktu tiga hari." Aikhilabah dengan kha' mu'jamah yang dikasrahkan dan ba' yang bertitik satu, artinya ialah penipuan

 

1580. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang merusak istri seseorang -atau di usahakan supaya istri orang itu bercerai dari suaminya- atau hamba sahaya seseorang, maka ia bukanlah termasuk golongan kita -kaum Muslimin-." (Riwayat Abu Dawud) Khabbaba dengan kha' mu'jamah lalu ba' muwahhadah yang didobbelkan, artinya merusak atau menipunya.



Bab 277. Haramnya Berkhianat Dan Tidak Menepati Janji

 

 

Allah Ta'ala berfirman: "Hai sekalian orang-orang yang beriman, tepatilah segala perjanjian." (al-Maidah: 1)

 

Allah Ta'ala berfirman pula: "Dan tepatiah perjanjian, karena sesungguhnya perjanjian itu akan ditanyakan." (al-Isra': 34)

 

1581. Dari Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w, bersabda: "Ada empat macam perkara yang apabila kesemuanya ada di dalam diri seseorang, maka orang itu adalah seorang munafik yang murni dan barangsiapa yang di dalam dirinya ada salah satu dari empat macam perkara tadi, maka ia dihinggapi oleh salah satu sifat kemunafikan sehingga ia meninggalkan sifat tersebut yaitu: apabila ia dipercaya berkhianat, apabila berbicara berdusta, apabila berjanji tidak menepati dan apabila bertengkar melakukan kejahatan -kecurangan-." (Muttafaq 'alaih)

 

1582. Dari Ibnu Mas'ud, Ibnu 'Umar dan Anas radhiallahu 'anhum, berkata: "Nabi s.a.w. bersabda: "Setiap orang yang ingkar janji -yakni tidak menepati janji- itu akan memperoleh sebuah bendera pada hari kiamat, diucapkan: "Inilah pengingkaran si Fulan." (Muttafaq 'alaih)

 

1583. Dari Abu Said al-Khudri r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Setiap orang yang ingkar janji itu akan memperoleh sebuah bendera pada pantatnya besok pada hari kiamat, bendera itu dinaikkan dan tingginya itu menurut tingkat pengingkarannya. Ingatlah, tiada seorang pengingkarpun yang lebih besar dosa ingkar janjinya itu pada seorang penguasa umum." (Riwayat Muslim)

 

1584. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Allah Ta'ala berfirman: "Ada tiga orang yang Aku adalah lawan mereka pada hari kiamat, yaitu seseorang yang memberikan perjanjian padaKu, lalu ingkar -perjanjian itu ialah hendak taat padaNya-, juga seseorang yang menjual seorang yang merdeka -dan disiar-siarkan sebagai budak atau hamba sahaya-, lalu ia makan uang harganya -hasil penjualannya- dan seseorang yang menggunakan tenaga buruh, lalu buruh itu telah memenuhi kewajibannya sebagaimana mestinya, sedang orang itu tidak memberikan upahnya." (Riwayat Bukhari)


Bab 278. Larangan Mengungkit-ungkit Sesuatu Pemberian Dan Sebagainya

 

 

Allah Ta'ala berfirman: "Hai sekalian orang-orang yang beriman, janganlah engkau semua membatalkan sedekah-sedekahmu semua -yakni meleburkan pahala sedekah-sedekah itu- dengan sebab mengungkit-ungkit serta berbuat sesuatu yang menyakiti hati -orang yang telah disedekahi-." (al-Baqarah: 264)

 

Allah Ta'ala berfirman pula: "Orang-orang yang menafkahkan harta-hartanya fisabilillah -yakni untuk membela agama Allah- dan pemberiannya itu tidak diiringi dengan mengunngkit-ungkit serta perbuatan yang menyakiti hati, maka mereka itulah yang memperoleh pahala besar." (al-Baqarah: 262)

 

1585. Dari Abu Zar r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Ada tiga macam orang yang tidak diajak bicara oleh Allah -dengan pembicaraan keridhaan-, tetapi dengan nada kemarahan pada hari kiamat dan tidak pula dilihat olehNya -dengan pandangan keridhaan dan kerahmatan-, serta tidak pula disucikan olehNya -yakni dosa-dosanya tidak diampuni- dan mereka itu akan mendapatkan siksa yang menyakitkan sekali." Katanya: "Rasulullah s.a.w. membacakan kalimat di atas itu sampai tiga kali banyaknya." Selanjutnya Abu Zar berkata: "Mereka itu merugi dan menyesal sekali, siapakah mereka itu, ya Rasulullah?" Rasulullah s.a.w. bersabda: "Yaitu orang yang memanjangkan -pakaiannya sampai menyentuh tanah-, orang yang mengungkit-ungkit -yakni apabila memberikan sesuatu seperti sedekah dan lain-lain lalu menyebutkan kebaikannya kepada orang yang diberi itu dengan maksud mengejek orang tadi- serta orang yang melakukan barangnya -maksudnya membuat barang dagangannya menjadi laku atau terjual- dengan jalan bersumpah palsu -seperti mengatakan barangnya itu baik sekali atau tidak ada duanya lagi-." (Riwayat Muslim) Dalam riwayat Imam Muslim lainnya disebutkan: "Almusbilu izarahu" artinya orang yang memanjangkan sarungnya atau pakaiannya dan lain-lain sampai lebih bawah dari kedua mata kakinya dengan maksud kesombongan.

Bab 279. Larangan Berbangga Diri Dan Melanggar Aturan

 

 

Allah Ta'ala berfirman: "Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa." (an-Najm: 32)

 

Allah Ta'ala juga berfirman: "Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat lalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih." (as-Syura: 42)

 

1586. Dari 'Iyadh bin Himar r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya Allah Ta'ala telah memberikan wahyu kepadaku supaya engkau semua itu bersikap merendahkan diri, sehingga tidak seorangpun yang melanggar aturan terhadap diri orang lain, dan tidak pula seseorang itu membanggakan dirinya kepada orang lain." (Riwayat Muslim) Ahli lughah berkata: Albaghyu ialah melanggar aturan serta berlagak sombong.

 

1587. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: Jikalau ada seseorang berkata: "Para manusia sudah rusak binasa," maka orang itu sendirilah yang paling rusak diantara mereka." (Riwayat Muslim) Riwayat yang masyhur berbunyi: Ahlakuhum dengan rafa'nya kaf sebagaimana di atas itu dan ada yang meriwayatkan dengan nasabnya kaf lalu berbunyi Ahlakahum artinya ia sendirilah yang merusak mereka. Larangan semacam di atas itu adalah untuk orang yang mengatakan sedemikian tadi dengan tujuan keheranan pada diri sendiri -sebab dalam anggapannya dirinya sendiri saja yang tidak rusak- juga dengan maksud menganggap kecil semua manusia dan merasa dirinya lebih tinggi di atas mereka. Yang sedemikian ini yang diharamkan. Tetapi ada orang yang mengatakan sebagaimana di atas, yaitu: "Para manusia sudah rusak" dan sebabnya ia mengatakan demikian karena ia melihat adanya kekurangan di kalangan para manusia itu, perihal urusan agama mereka, serta ia mengatakan itu karena merasa sedih atas nasib yang mereka alami, juga merasa kasihan pada agama, maka perkataannya itu tidak ada salahnya. Demikianlah yang ditafsirkan oleh para ulama dan begitulah cara mereka itu memisah-misahkan persoalan ini. Di antara yang mengucapkan seperti ini dari golongan para imam-imam yang alim-alim yaitu Malik bin Anas, al-Khaththabi, al-Humaidi dan lain-lain. Hal ini sudah saya terangkan dengan jelas dalam kitab al-Adzkar.


Bab 280. Haramnya Meninggalkan Bercakap -Yakni Tidak Saling Menyapa- Antara Kaum Muslimin Lebih Dari Tiga Hari Kecuali Karena Adanya Kebid'ahan Dalam Diri Orang Yang Ditinggalkan Bercakap Tadi -Yakni Yang Tidak Disapa- Atau Karena Orang Itu Menampakkan Kefasikan Dan Lain-lain Sebagainya

 

 

Allah Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya orang-orang mu'min itu adalah saudara, maka berbuat baiklah -damaikanlah- antara kedua saudaramu." (al-Hujurat: 10)

 

 Allah Ta'ala juga berfirman: "Janganlah engkau semua tolong menolong dalam hal yang dosa dan pelanggaran hukum." (al-Maidah: 2)

 

1588. Dari Anas r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua saling putus memutuskan -hubungan persahabatan atau kekeluargaan- jangan pula saling belakang membelakangi dan janganlah benci membenci serta jangan pula dengki mendengki dan jadilah engkau semua, hai hamba-hamba Allah sebagai saudara-saudara. Tidak halallah bagi seorang Muslim kalau meninggalkan -yakni tidak menyapa- saudaranya lebih dari tiga hari." (Muttafaq 'alaih)

 

1589. Dari Abu Ayyub r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tiada halallah bagi seorang Muslim kalau meninggalkan -yakni tidak menyapa- saudaranya lebih dari tiga malam -yakni keduanya saling bertemu lalu yang seorang berpaling ke sini dan yang seorang lagi berpaling ke sana-. Yang terbaik diantara kedua orang itu ialah orang yang memulai mengucapkan salam." (Muttafaq 'alaih)

 

1590. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Ditunjukkanlah amalan-amalan itu -kepada Allah oleh para malaikat- pada hari Senin dan Kamis, lalu Allah memberikan pengampunan kepada setiap orang yang tidak menyekutukan sesuatu dengan Allah, melainkan seseorang yang antara dirinya dengan saudaranya itu ada rasa kebencian -dalam hati masing-masing- lalu Allah berfirman: "Tinggalkanlah kedua orang ini -yakni jangan dihapuskan dulu catatan dosanya- sehingga keduanya itu saling berdamai." (Riwayat Muslim)

 

1591. Dari Jabir r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya syaitan itu sudah berputus asa untuk dapat disembah oleh orang-orang yang shalat di daerah jazirah Arabiah, tetapi masih tetap dapat membuat kerusakan diantara mereka itu -yakni para penduduk di situ-." (Riwayat Muslim) Attahrisy yaitu membuat kerusakan dan mengubah-ubah hati mereka serta mengusahakan supaya mereka itu saling putus memutuskan hubungan persaudaraan dan persahabatan.

 

1592. Dari Abu Hurairah r,a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidak halallah bagi seorang Muslim kalau meninggalkan -yakni tidak menyapa- saudaranya lebih dari tiga hari. Maka barangsiapa yang meninggalkan -tidak menyapa- lebih dari tiga hari, lalu ia meninggal dunia, maka masuklah ia ke dalam neraka." Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad menurut syaratnya Imam-imam Bukhari dan Muslim.

 

1593. Dari Abu Khirasy yaitu Hadrad bin Hadrad al-Aslami, ada yang mengatakan: Assulami Asshahabi r.a., bahwasanya ia mendengar Nabi s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang meninggalkan -yakni tidak menyapa- saudaranya selama setahun, maka ia seolah-olah mengalirkan darahnya -yakni dosanya seperti membunuhnya-." Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad shahih.

 

1594. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Tidak halallah bagi seorang mu'min itu meninggalkan -yakni tidak menyapa- seorang mu'min lainnya lebih dari tiga hari. Jikalau telah berjalan lebih dari tiga hari, maka hendaklah menemuinya dan mengucapkan salam padanya. Jikalau yang diberi salam itu membalas ucapan salamnya, maka keduanya telah berserikat -yakni sama-sama- memperoleh pahala, tetapi jikalau yang diberi salam itu tidak membalas padanya, maka ia telah kembali dengan membawa dosa, sedang yang sudah memberi salam itu telah keluar dari sebutan meninggalkan -yakni tidak dianggap bahwa ia tidak menyapa-." Diriwayatkan oleh Imam Dawud dengan isnad hasan. Imam Abu Dawud berkata: "Meninggalkan -yakni tidak menyapa- ini kalau karena Allah Ta'ala -misalnya yang tidak disapa itu seorang fasik atau suka kebid'ahan dan lain-lain yang tidak dibenarkan menurut agama- maka dalam hal yang sedemikian itu tidak ada dosanya sama sekali."


 

Bab 281. Larangan Saling Berbisik Antara Dua Orang Tanpa Mengajak Orang Yang Ketiga Dan Tanpa Izinnya Yang Ketiga Ini, Melainkan Karena Adanya Keperluan, Yaitu Kalau Kedua Orang Itu Bercakap-cakap Secara Rahasia Sekiranya Orang Yang Ketiga Itu Tidak Dapat Mendengarkannya Atau Yang Semakna Dengan Itu, Umpamanya Keduanya Bercakap-cakap Dengan Sesuatu Bahasa Yang Tidak Dimengerti Oleh Orang Yang Ketiga Tadi

 

 

Allah Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya berbisik-bisik itu adalah dari tipu daya syaitan." (al-Mujadalah: 10)

 

1595. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Jikalau mereka -yakni yang sedang berada dalam majelis- itu bertiga orang, maka janganlah yang dua orang berbisik-bisik, meninggalkan orang yang ketiga -diajak pula-." (Muttafaq 'alaih) Hadis ini juga diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan ia menambahkan: Abu Shalih berkata kepada Ibnu Umar: "Jikalau berempat orang, bagaimanakah?" Ia menjawab: "Tidak membahayakan engkau -yakni kalau orang yang ada di situ empat jumlahnya, maka kalau yang dua orang berbisik-bisik tidak ada halangannya yakni boleh saja-. Juga diriwayatkan oleh Imam Malik dalam al-Muwaththa' dari Abdullah bin Dinar, katanya: "Saya bersama Abdullah bin Umar berada di rumah Khalid bin 'Uqbah yang ada di pasar, lalu ada seorang lelaki datang hendak mengajak Abdullah bin Umar berbicara secara berbisik-bisik, sedangkan yang bersama Abdullah bin Umar itu tidak ada orang lain kecuali saya -yakni Abdullah bin Dina-. Abdullah bin Umar lalu memanggil seorang lelaki lain, sehingga jumlah kita adalah empat orang. Abdullah bin Umar lalu berkata kepada saya dan juga kepada orang ketiga yang baru dipanggilnya tadi: "Mundurlah engkau berdua -maksudnya tetap berdiamlah engkau berdua- disini sementara waktu, sebab sesungguhnya saya telah mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah dua orang itu berbisik-bisik dengan meninggalkan seorang yang lain."

 

1596. Dari Ibnu Mas'ud bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Jikalau engkau semua bertiga orang, maka janganlah yang dua orang itu berbisik-bisik dengan meninggalkan seorang yang lain, sehingga engkau semua bercampur dengan orang banyak -yakni jumlah yang hadir itu ada empat orang atau lebih- supaya tidak menyebabkan kesedihan kepada orang yang tidak ikut diajak berbisik-bisik itu." (Muttafaq 'alaih)


Bab 282. Larangan Menyiksa Hamba Sahaya, Binatang, Wanita Dan Anak Tanpa Adanya Sebab Yang Dibenarkan Oleh Syara' Ataupun Dengan Cara Yang Melebihi Kadar Kesopanan -Meskipun Dibenarkan Oleh Syara'-

 

 

Allah Ta'ala berfirman: "Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang menjadi kerabat, tetangga yang bukan kerabat, teman dalam perjalanan, orang yang dalam perjalanan dan apa-apa yang menjadi milik tangan kananmu -yakni hamba sahaya-. Sesungguhnya Allah itu tidak menyukai orang-orang yang sombong serta membanggakan diri." (an-Nisa': 36)

 

1597. Dari Ibnu 'Umar radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Ada seorang wanita yang disiksa -oleh Allah- dengan sebab seekor kucing. Ia penjarakan binatang itu sehingga mati lalu masuklah ia dalam neraka. Wanita itu tidak suka memberinya makan dan minum ketika ia memenjarakannya itu, juga tidak dibiarkannya makan dari binatang-binatang kecil yang merayap di bumi." (Muttafaq 'alaih) Khasyasyul ardhi dengan fathahnya kha' mu'jamah dan dengan syin mu'jamah yang didobelkan, artinya ialah binatang-binatang merayap serta yang kecil-kecil yang ada di bumi.

 

1598. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma pula bahwasanya ia berjalan melalui beberapa pemuda dari golongan Quraisy. Mereka itu menjadikan seekor burung yang hidup -guna dipakai sebagai sasaran- dan mereka melemparnya kepada burung itu, mereka memberikan setiap anak panah mereka yang tidak mengenai sasarannya. Setelah mereka melihat Ibnu Umar, merekapun lalu berpisah-pisah -yakni buyar-. Kemudian Ibnu Umar berkata: "Siapakah yang melakukan ini? Allah melaknat orang yang mengerjakan sedemikian ini. Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. melaknat kepada orang yang menjadikan sesuatu benda yang ada ruhnya -yakni yang hidup- untuk dijadikan sebagai sasaran -misalnya untuk lempar-lemparan atau tembak-tembakan-." (Muttafaq 'alaih) Algharadhu dengan fathahnya ghain mu'jamah dan ra', yaitu suatu yang dituju atau benda yang dijadikan tujuan yakni sasaran.

 

1599. Dari Anas r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. melarang kalau binatang-binatang itu dipenjarakan untuk dibunuh." (Muttafaq 'alaih) Maknanya ialah dipenjarakan dengan tujuan supaya mati dengan cara itu -yakni mati kehausan dan kelaparan-.

 

1600. Dari Abu 'Ali, yaitu Suwaid bin Muqarrin r.a., katanya: "Saya telah mengetahui bahwa saya adalah orang ketujuh dari tujuh orang bersaudara dari golongan anak-anak Muqarrin. Kita tidak mempunyai seorang pelayan pun melainkan seorang saja, kemudian pelayan -hamba sahaya- kita itu dipukul oleh saudara kita yang terkecil -diantara saudara-saudara yang lain-lain-. Selanjutnya Rasulullah s.a.w. menyuruh kepada kita supaya pelayan tersebut kita merdekakan." (Riwayat Muslim) Dalam riwayat lain disebutkan: "Saya adalah orang ketujuh dari semua saudaraku."

 

1601. Dari Abu Mas'ud al-Badri r.a., katanya: "Saya pernah memukul bujang -pembantu yang berupa hamba sahaya- saya dengan cemeti, lalu saya mendengar suara dari belakang saya berkata: "Ketahuilah hai Abu Mas'ud." Saya tidak memahami benar-benar isi suara yang diucapkan karena kemarahan. Setelah mendekat kepada saya, tiba-tiba yang bersuara itu adalah Rasulullah s.a.w. dan selanjutnya bersabda: "Ketahuilah hai Abu Mas'ud bahwasanya Allah itu lebih kuasa untuk berbuat semacam itu padamu daripada engkau berbuat sedemikian tadi pada bujang ini." Saya lalu berkata: "Saya tidak akan memukul seorang hamba sahayapun sehabis peristiwa ini untuk selama-lamanya." Dalam riwayat lain disebutkan: Lalu cemeti itu jatuh dari tanganku karena kewibawaan beliau s.a.w. Dalam riwayat lain lagi disebutkan: Saya lalu berkata: "Ya Rasulullah, ia saya nyatakan merdeka karena mengharapkan keridhaan Allah." Kemudian beliau s.a.w. bersabda: "Andaikata engkau tidak berbuat sedemikian ini -yakni memerdekakan hamba sahaya yang sudah dipukuli tadi- sesungguhnya engkau akan dijilat oleh api neraka atau akan disentuh api neraka itu." Diriwayatkan oleh Imam Muslim dengan semua riwayat di atas itu.

 

1602. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang memukul bujangnya dan ia tidak diterapi hukuman had -sebagai balasan pukulannya- atau menempeleng bujangnya, maka kaffarah -yakni dendanya- ialah memerdekakan hamba sahayanya itu." (Riwayat Muslim)

 

1603. Dari Hisyam bin Hakim bin Hizam radhiallahu 'anhuma bahwasanya ia berjalan di negeri Syam melalui beberapa orang dari Anbath. Mereka itu diberdirikan di bawah matahari -yakni dijemur di panas matahari- dan dituangkanlah minyak di atas kepala mereka. Ia berkata: "Ada peristiwa apakah ini?" Ia memperoleh jawaban bahwa mereka itu disiksa karena belum memenuhi pembayaran pajak -kepada negara-. Dalam riwayat lain disebutkan: "Mereka itu ditahan dengan sebab urusan pajak." Hisyam lalu berkata: "Saya menyaksikan sesungguhnya saya pernah mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya Allah akan menyiksa orang yang menyiksa para manusia ketika ada di dunia." Selanjutnya ia masuk ke tempat amir -yakni gubernur- lalu ia diberitahu tentang hal itu, kemudian amir itu menyuruh supaya orang-orang yang disiksa tadi didatangkan di mukanya lalu mereka dilepaskan semuanya. (Riwayat Muslim) Al-Anbath ialah para petani dari golongan orang-orang 'ajam -yakni bukan orang Arab yang terdapat di Syam-.

 

1604. Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya: Rasulullah s.a.w. melihat seekor keledai yang ditandai di mukanya -dengan menggunakan pengicisan dengan api- lalu beliau mengingkari yang sedemikian itu -yakni menganggapnya sebagai suatu kemungkaran atau hal yang dosa-. Kemudian Ibnu Abbas berkata: "Demi Allah, saya tidak akan menandai keledai itu melainkan di bagian tubuh yang jauh sekali dari mukanya." Ia lalu menyuruh mendatangkan keledainya lalu diciskanlah -disetrikakanlah- pada kedua pantatnya. Ibnu Abbas adalah pertama-tama orang yang mengeciskan pada kedua pantat binatang. (Riwayat Muslim) Alja'iratani ialah ujung pantat yang ada di sekitar buritan -yakni dubur-.

 

1605. Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma pula bahwasanya Nabi s.a.w. dilalui oleh seekor keledai yang telah diberi tanda ciscisan -dengan api- di mukanya, lalu beliau s.a.w. bersabda: "Allah melaknat kepada orang yang menandai sedemikian ini." (Riwayat Muslim) Dalam riwayat Muslim lainnya disebutkan pula: Rasulullah s.a.w. melarang memukul di muka dan memberi tanda cis-cisan di muka.


Bab 283. Haramnya Menyiksa Dengan Api Pada Semua Binatang, Sampai Pun Kutu Pada Kulit Kepala Dan Sebagainya

 

 

1606. Dari Abu Hurairah r.a. katanya: "Rasulullah s.a.w. mengirimkan kita -beberapa orang- sebagai perutusan, lalu beliau s.a.w. bersabda: "Jikalau engkau semua dapat menemukan si Fulan dan si Fulan," yakni dua orang dari golongan kaum Quraisy yang juga disebutkan namanya oleh beliau s.a.w. itu. Selanjutnya beliau bersabda: "Kalau dapat menemukan keduanya itu, maka bakar sajalah keduanya itu dengan api." Setelah kita hendak keluar -yakni berangkat menjalankan tugas-, lalu Rasulullah s.a.w. bersabda lagi: "Sesungguhnya saya tadi telah menyuruh engkau semua untuk membakar kedua orang itu, yakni si Fulan dan si Fulan, tetapi sesungguhnya tidak akan menyiksa dengan menggunakan api itu, melainkan Allah belaka. Jadi jikalau engkau berdua menemukan keduanya tersebut, maka bunuh sajalah mereka -dengan alat selain api-." (Riwayat Bukhari)

 

1607. Dari Ibnu Mas'ud r.a., katanya: "Kita semua bersama Rasulullah s.a.w. dalam suatu perjalanan, lalu beliau berangkat untuk menyelesaikan hajatnya. Kemudian kita melihat seekor burung kecil bersama dua ekor anaknya. Kita lalu mengambil kedua anak burung tersebut. Selanjutnya burung induknya itu datanglah sambil menaungkan sayapnya -seolah-olah mencari sesuatu- Nabi s.a.w. datang kembali kemudian bersabda: "Siapakah yang mengejutkan burung itu dengan mengambil anaknya? Kembalikanlah anaknya itu kepadanya!" Seterusnya beliau s.a.w. juga melihat perkampungan semut yang telah kita bakar, lalu bersabda: "Siapakah yang membakar ini?" Kita menjawab: "Kita semua yang membakar." Kemudian bersabda lagi: "Sesungguhnya saja tidak patutlah menyiksa dengan menggunakan api itu melainkan Tuhan yang menguasai api neraka itu." Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan isnad shahih. Ucapannya Qaryatu namlin maknanya ialah tempat semut bersama dengan semut-semut lain yakni perkampungan semut.


Bab 284. Haramnya Menunda-nundanya Seorang Yang Kaya Pada Sesuatu Hak Yang Diminta Oleh Orang Yang Berhak Memperolehnya

 

 

Allah Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya Allah menyuruh kepadamu semua supaya engkau semua memberikan semua amanat itu kepada para ahlinya -yakni yang berhak menerima amanat-amanat itu-." (an-Nisa': 58)

 

Allah Ta'ala juga berfirman: "Tetapi jikalau yang salah seorang mempercayai kepada yang lainnya, maka hendaklah yang dipercaya itu memberikan -yakni mengembalikan- barang yang diamanatkan padanya." (al-Baqarah: 283)

 

1608. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Menunda-nundanya seorang yang kaya -dalam memberikan pembayaran atau mengembalikan hutang- adalah suatu penganiayaan. Dan jikalau seorang diantara engkau semua dihiwalahkan-dipertukarkan hutangnya- atas seorang yang kaya, maka hendaknya suka dihiwalahkan itu." (Muttafaq 'alaih) Makna utbi'a ialah dihiwalahkan atau dipertukarkan. Misalnya A mempunyai hutang pada B dan B mempunyai hutang pada C. Lalu B berkata kepada A: "Hutangmu kepadaku itu saya hiwalahkan kepada C. Jadi mengembalikannya juga kepada C sebanyak jumlah hutangmu kepadaku itu." A yang diminta demikian itu hendaklah suka menerima, sebab pokoknya ia berhutang dan wajib mengembalikan. Jikalau hutang B kepada C lebih banyak daripada hutang A kepada B, tentulah sisanya itu tetap menjadi urusan antara B dan C saja, setelah sebagian hutang itu dihiwalahkan kepada A.



Bab 285. Makruhnya Seseorang Yang Menarik Kembali Hibah -Yakni Pemberiannya- Kepada Orang Yang Akan Dihibahi, Sebelum Diterimakan Kepada Yang Akan Dihibahi Itu Atau Hibah Yang Akan Diberikan Kepada Anaknya Dan Sudah Diterimakan Atau Belum Diterimakan Padanya, Juga Makruhnya seorang Membeli Sesuatu Benda Yang Disedekahkan Dari Orang Yang Disedekahi Atau Yang Dikeluarkan Sebagai Zakat Atau Kaffarah -Denda- Dan Lain-lain Sebagainya, Tetapi Tidak Mengapa Kalau Membelinya Itu Dari Orang Lain -Bukan Yang Disedekahi Atau Dizakati Dan Sebagainya- Karena Sudah Berpindah Milik Dari Orang Ini Ke Orang Lain Itu

 

 

1609. Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Orang yang mengambil kembali dari hibahnya -yakni menarik kembali apa yang sudah diberikannya itu- adalah seperti anjing yang memakan kembali muntahannya." (Muttafaq 'alaih) Dalam riwayat lain disebutkan: Nabi s.a.w. bersabda: "Perumpamaan orang yang mengambil kembali sedekahnya adalah seperti seekor anjing yang muntah-muntah lalu ia kembali kepada muntahannya itu, kemudian memakannya." Dalam riwayat lain disebutkan: Nabi s.a.w. bersabda: "Orang yang kembali pada hibahnya -yakni menarik kembali pemberiannya- adalah seperti orang yang kembali makan muntahannya ."

 

1610. Dari Umar bin al-Khaththab r.a., katanya: "Saya menyedekahkan seekor kuda -kepada sebagian orang-orang yang berjihad- fisabilillah, lalu orang yang diberi ini menyia-nyiakannya -yakni kurang mengurusi makan minumnya dan lain-lain- lalu saya ingin membelinya dan saya mengira bahwa ia akan menjualnya dengan harga murah. Kemudian saya bertanya kepada Nabi s.a.w., lalu beliau bersabda: "Jangan engkau membeli kuda itu -yakni yang sudah engkau sedekahkan itu dari orang yang menerimanya sendiri- dan janganlah engkau menarik kembali apa-apa yang telah engkau sedekahkan, sekalipun ia akan menjualnya itu padamu dengan harga sedirham saja, sebab sesungguhnya orang yang menarik kembali sedekahnya adalah seperti orang yang kembali makan muntahannya." (Muttafaq 'alaih) Hamaltu 'ala farasin fisabilillah maknanya ialah saya bersedekah seekor kuda kepada sebagian orang yang melakukan jihad fisabilillah.


 

Bab 286. Haramnya Memakan Harta Anak Yatim

 

 

Allah Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya orang-orang yang makan harta-harta anak yatim dengan cara penganiayaan, maka sesungguhnya yang mereka makan dalam perut mereka itu adalah api neraka dan mereka akan masuk dalam neraka Sa'ir." (an-Nisa': 10)

 

Allah Ta'ala juga berfirman: "Dan janganlah engkau mendekat kepada harta-harta anak yatim, melainkan dengan cara penggunaan yang lebih baik -seperti menjaga dan memperkembangkannya-." (al-An'am: 152)

 

Allah Ta'ala juga berfirman: Dan mereka sama menanyakan tentang anak-anak yatim. Katakanlah: "Berbuat baik kepada mereka itu adalah yang terbaik dan jikalau engkau semua bergaul baik-baik dengan mereka, maka mereka itupun saudara-saudaramu dan Allah mengetahui siapa orang yang membuat kerusakan dari orang yang berbuat kebaikan." (al-Baqarah: 220)

 

1611. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., bersabda: "Jauhilah tujuh macam hal yang merusak." Para sahabat bertanya: "Ya Rasulullah, apakah tujuh macam hal -yang merusak- itu?" Beliau s.a.w bersabda: "Yaitu menyekutukan sesuatu dengan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah, melainkan dengan hak -yakni berdasarkan kebenaran menurut syariat Agama Islam-, makan harta riba, makan harta anak yatim, mundur pada hari berkecamuknya peperangan serta menuduh zina wanita mukmin yang telah bersuami. (Muttafaq 'alaih) Almubiqat artinya hal-hal yang merusak.



 

Bab 287. Haramnya Memakan Harta Riba

 

 

Allah Ta'ala berfirman: "Orang-orang yang makan riba itu tidak dapat berdiri tegak, melainkan sebagaimana berdirinya orang yang kemasukan syaitan. Yang sedemikian itu disebabkan karena mereka mengatakan: "Sesungguhnya berjual beli itu sama dengan riba." Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba dan barangsiapa yang memperoleh nasihat dari Tuhannya, lalu ia berhenti sesudah itu, maka apa-apa yang dilakukan dahulu sebelum itu habislah sudah dosanya, sedang perkaranya diserahkan kepada Allah. Tetapi barangsiapa yang kembali lagi mengerjakannya -walau sudah diberitahu keharamannya-, maka itulah orang-orang yang akan mendapatkan neraka dan mereka di dalamnya itu kekal selama-lamanya. Allah menghapuskan keberkahan harta riba itu dan memperkembangkan pahala sedekah-sedekah." sampai kepada firmanNya: "Hai sekalian orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa-sisa riba," sampai habisnya ayat. Adapun hadits-haditsnya yang berhubungan dengan ini, maka banyak sekali dalam kitab shahih lagi termasyhur, diantaranya ialah hadisnya Abu Hurairah yang sudah lampau uraiannya dalam bab sebelum ini -lihat hadits no.1609-

 

1612. Dari Ibnu Mas'ud r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. itu melaknatkan kepada orang yang makan harta riba dan orang yang menyerahkan harta riba itu kepada orang lain -sebagai hibah, hadiah dan sebagainya-." (Riwayat Muslim) Imam Tirmizi dan lain-lain menambahkan: "Juga dilaknat kedua orang saksinya serta juru tulisnya."


Bab 288. Haramnya Riya' -Pamer- Atau Memperlihatkan Kebaikan Diri Sendiri

 

 

Allah Ta'ala berfirman: "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (al-Bayyinah: 5)

 

Allah Ta'ala juga berfirman: "Janganlah engkau semua membatalkan sedekah-sedekahmu semua -yakni menghapuskan pahala sedekah-sedekah itu- dengan sebab mengungkit-ngungkit -membanggakan kebaikan daripada orang yang diberi- serta menyakiti hati. Orang sedemikian ini adalah sama dengan orang yang menafkahkan hartanya semata-mata karena hendak berbuat riya' kepada para manusia," sampai habisnya ayat. (al-Baqarah: 214)

 

Allah Ta'ala juga berfirman: "Mereka itu suka melakukan riya' kepada para manusia dan tidak berdzikir -yakni ingat- kepada Allah, melainkan hanya sedikit sekali." (an-Nisa': 142)

 

1613. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Allah Ta'ala berfirman: "Aku adalah -Dzat- yang paling tidak membutuhkan kepada serikat -yakni sekutu- diantara orang-orang yang memerlukan serikat -yakni sekutu- itu. Barangsiapa yang mengerjakan sesuatu amalan dan ia memperserikatkan -menyekutukan- besertaKu dengan yang selain Aku untuk mendapatkan pahalanya amalan tadi, maka Kutinggalkanlah orang itu -yakni tidak Kuperdulikan- dan pula apa yang diserikatkan itu." (Riwayat Muslim)

 

1614. Dari Abu Hurairah r.a. pula, katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya pertama-tama orang yang diputuskan -diperiksa ketika diadakan hisab- pada hari kiamat ialah seorang lelaki yang mati syahid -mati dalam peperangan fisabilillah-. Orang itu didatangkan, lalu diperlihatkanlah kepadanya akan kenikmatan -yang akan dimilikinya-, kemudian iapun dapat melihatnya pula. Allah berfirman: "Apakah yang engkau amalkan sehingga dapat memperoleh kenikmatan-kenikmatan itu?" Orang itu menjawab: "Saya berperang untuk membela agamaMu -ya Tuhan- sehingga saya terbunuh dan mati syahid." Allah berfirman: "Engkau berdusta tetapi sebenarnya engkau berperang itu ialah supaya engkau dikatakan sebagai seorang yang berani dan memang engkau sudah dikatakan sedemikian itu." Orang itu lalu disuruh minggir, kemudian diseret atas mukanya sehingga dilemparkan ke dalam api neraka. Selanjutnya ialah seorang lelaki yang belajar sesuatu ilmu agama dan mengajarkannya serta membaca al-Quran, ia didatangkan, lalu diperlihatkanlah padanya kenikmatan-kenikmatan yang dapat diperolehnya dan ia juga dapat melihatnya. Allah berfirman: "Apakah amalan yang sudah engkau kerjakan sehingga engkau dapat memperoleh kenikmatan-kenikmatan itu?" Orang itu menjawab: "Saya belajar sesuatu ilmu dan sayapun mengajarkannya, juga saya membaca al-Quran untuk mengharapkan keridhaanMu." Kemudian Allah berfirman: "Engkau berdusta, tetapi sesungguhnya engkau belajar ilmu itu supaya engkau dikatakan sebagai seorang yang alim, juga engkau membaca al-Quran itu supaya engkau dikatakan sebagai seorang pandai dalam membaca al-Quran dan memang engkau telah dikatakan sedemikian itu. Selanjutnya orang itu disuruh minggir dan diseret atas mukanya sehingga dilemparkanlah ia ke dalam api neraka. Ada pula seorang lelaki yang telah dikaruniai kelapangan hidup oleh Allah dan pula diberi berbagai macam harta benda. Ia didatangkan lalu diperlihatkanlah padanya kenikmatan-kenikmatan yang dapat diperolehnya dan ia juga dapat melihatnya itu. Allah berfirman: "Apakah amalan yang sudah engkau lakukan sehingga dapat memperoleh kenikmatan-kenikmatan itu?" Ia menjawab: "Tiada suatu jalanpun yang Engkau cinta kalau jalan itu diberikan nafkah, melainkan sayapun menafkahkan harta saya untuk jalan tadi karena mengharapkan keridhaanMu." Allah berfirman: "Engkau berdusta, tetapi engkau telah mengerjakan yang sedemikian itu supaya dikatakan: "Orang itu amat dermawan sekali" dan memang sudah dikatakan sedemikian itu." Orang itu lalu disuruh minggir terus diseret atas mukanya sehingga dilemparkanlah ia ke dalam api neraka." (Riwayat Muslim) Jariun dengan fathahnya jim dan kasrahnya ra' serta mad, artinya ialah seorang yang berani lagi cerdas berfikir.

 

1615. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma bahwasanya ada beberapa orang yang berkata padanya: "Sesungguhnya kita ini kalau masuk ke tempat sultan-sultan kita, lalu kita mengatakan kepada mereka itu dengan kata-kata yang berlainan dengan apa yang kita bicarakan jikalau kita sudah keluar dari sisi sultan-sultan itu." Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma lalu berkata: "Kita semua menganggap yang sedemikian itu sebagai suatu kemunafikan di zaman Rasulullah s.a.w. dahulu." (Riwayat Bukhari)

 

1616. Dari Jundub bin Abdullah bin Sufyan r.a., katanya: "Nabi s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang memperlihatkan amalannya karena riya', maka Allah akan memperlihatkan -ketidak ikhlasannya itu- dan barangsiapa yang berbuat riya', maka Allah akan menampakkan keriya'annya itu." (Muttafaq 'alaih). Diriwayatkan pula oleh Imam Muslim dari riwayat Ibnu Abbas. Samma'a dengan tasydidnya mim, artinya ialah mempertontonkan amalannya kepada para manusia dengan tujuan riya'. Samma'al lahu bihi, artinya Allah akan membuka kedoknya itu pada hari kiamat. Adapun makna Man raa'aa raa'allahu bihi ialah barangsiapa yang memperlihatkan kepada para manusia akan amal shalihnya, supaya ia dianggap sebagai orang yang agung atau tinggi dipandangan mereka, padahal sebenarnya ia tidak sebagaimana yang diperlihatkan itu, maka Allah akan mempertontonkan rahasia hatinya itu kepada seluruh makhluk pada hari kiamat.

 

1617. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang mempelajari sesuatu ilmu pengetahuan yang semestinya dapat digunakan untuk memperoleh keridhaan Allah 'Azzawajalla dengan ilmunya tadi, tetapi ia mempelajarinya itu tidak ada maksud lain kecuali untuk memperoleh sesuatu kebendaan dari harta dunia, maka orang tersebut tidak akan dapat menemukan bau harumnya syurga pada hari kiamat," yakni bau harum yang ada dalam syurga. Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad shahih. Hadits-hadits lain yang berhubungan dengan bab ini amat banyak sekali lagi masyhur-masyhur.



Bab 289. Sesuatu Yang Disangka Sebagai Riya', Tetapi Sebenarnya Bukan Riya'

 

 

1618. Dari Abu Zar r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. ditanya: "Bagaimanakah pendapat Tuan perihal seorang lelaki yang mengerjakan suatu amalan yang baik dan ia mendapatkan pujian dari orang banyak karena amalannya itu?" Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Yang sedemikian itulah kegembiraan seorang mu'min yang diterima secara segera -yakni semasih di dunia sudah dapat merasakan kenikmatannya-. (Riwayat Muslim)


Bab 290. Haramnya Melihat Kepada Wanita Ajnabiyah -Yang Bukan Mahramnya Dan Kepada Orang Banci Yang Bagus Parasnya- Tanpa Ada Keperluan Yang Dibenarkan Menurut Syara'

 

 

Allah Ta'ala berfirman: "Katakanlah kepada orang-orang yang beriman itu, supaya mereka memejamkan mata mereka dan menjaga kemaluan mereka." (an-Nur: 30)

 

Allah Ta'ala juga berfirman: "Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati itu seluruhnya akan ditanyakan -perihal perbuatannya masing-masing-." (al-Isra': 36)

 

Allah Ta'ala berfirman pula: "Allah Maha Mengetahui akan kekhianatan mata serta apa yang tersembunyi dalam hati." (Ghafir: 19) Kekhianatan mata maksudnya ialah pandangan mata kepada sesuatu yang terlarang menurut agama, juga kedipan atau kerlingan mata untuk mengejek dan membawa kepada jalan yang salah.

 

Allah Ta'ala berfirman lagi: "Sesungguhnya Tuhanmu itu senantiasa mengawasi." (al-Fajr: 14)

 

1619. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Sudah ditentukan atas anak Adam -manusia- perihal bagiannya dari zina, ia akan mendapatkannya itu dengan pasti. Adapun kedua mata, maka zinanya ialah melihat, kedua telinga, zinanya ialah mendengarkan, lisan, zinanya iaiah berbicara, tangan, zinanya ialah mengambil, kaki, zinanya iaiah melangkah, hati bernafsu dan menginginkan dan yang sedemikian itu akan dibenarkan oleh kemaluan atau didustakannya." (Muttafaq 'alaih) Ini adalah lafaznya Imam Muslim, sedang riwayatnya Imam Bukhari adalah diringkaskan.

 

1620. Dari Abu Said al-Khudri r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Takutlah engkau semua duduk di jalan-jalan." Para sahabat berkata: "Ya Rasulullah, kita tidak mempunyai tempat lain untuk tempat kita duduk-duduk, kitapun bercakap-cakap di jalan-jalan itu." Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Jikalau engkau semua enggan, melainkan akan tetap duduk-duduk di situ, maka berilah pada jalan-jalan itu akan haknya." Mereka bertanya: "Apakah haknya jalan itu, ya Rasulullah?" Beliau s.a.w. menjawab: "Yaitu memejamkan mata, menahan diri dari berbuat yang menyakiti -yakni berbahaya-, membalas salam, memerintah kepada kebaikan dan melarang kejahatan." (Muttafaq 'alaih)

 

1621. Dari Abu Thalhah, yaitu Zaid bin Sahl r.a., katanya: "Kita semua pernah duduk-duduk di halaman rumah, lalu datanglah Rasulullah s.a.w. Beliau s.a.w. berhenti di muka kita, kemudian bersabda: "Bagaimanakah engkau semua ini, duduk-duduk di tempat kenaikan -yakni di tangga tempat naik turunnya orang yang memiliki rumah tersebut-. Jauhilah duduk di tempat kenaikan rumah itu." Kita semua berkata: "Kita ini hanyalah duduk untuk sesuatu yang tidak dilarang -oleh agama-. Kita duduk-duduk di sini untuk mengingat-ingatkan -soal-soal ilmu agama- serta untuk bercakap-cakap." Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Adapun kalau engkau semua enggan dilarang, maka tunaikanlah haknya, yaitu memejamkan mata, membalas salam dan berbicara yang baik." (Riwayat Muslim) Ash-shu'udaat dengan dhammahnya shad dan 'ain, artinya ialah beberapa jalan -dari luar menuju ke rumah-.

 

1622. Dari Jarir r.a., katanya: "Saya bertanya kepada Rasulullah s.a.w. perihal melihat dengan tiba-tiba -kepada sesuatu yang diharamkan-, lalu beliau s.a.w. menjawab: "Palingkanlah segera akan penglihatanmu." (Riwayat Muslim)

 

1623. Dari Ummu Salamah radhiallahu 'anha, katanya: "Saya pernah berada di sisi Rasulullah s.a.w. dan di dekatnya ada Maimunah, kemudian datanglah Ibnu Ummi Maktum -seorang sahabat Nabi s.a.w. yang buta-. Peristiwa ini terjadi sesudah kita diperintah untuk meletakkan tabir -yakni antara lelaki dan perempuan yang bukan mahramnya harus diberi tabir jikalau hendak bertemu-. Nabi s.a.w. lalu bersabda: "Bersembunyilah engkau berdua -Ummu Salamah dan Maimunah- dari Ibnu Ummi Maktum ini." Kita berkata: "Ya Rasulullah, bukankah ia seorang buta yang tidak dapat melihat serta tidak dapat pula mengenal kita." Lalu Nabi s.a.w. bersabda: "Apakah engkau berdua itu juga buta. Bukankah engkau berdua dapat melihatnya." Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan Tirmidzi dan Tirmidzi mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih. [Baca Status Hadits Disini]

 

1624. Dari Abu Said r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah seorang lelaki itu melihat kepada auratnya lelaki lain, jangan pula seorang wanita melihat auratnya wanita lain. Jangan pula seorang lelaki itu berkumpul tidur dengan lelaki lain dalam satu pakaian -selimut- dan jangan pula seorang wanita itu berkumpul tidur dengan orang wanita lain dalam satu pakaian -selimut-." (Riwayat Muslim)


Bab 291. Haramnya Menyendiri Dengan Wanita Lain -Yakni Yang Bukan Mahramnya-

 

 

Allah Ta'ala berfirman: "Dan jikalau engkau semua meminta kepada para wanita itu -yakni yang ajnabiyab atau bukan mahramnya- akan sesuatu benda, maka mintalah kepada mereka dibelakang tabir." (al-Ahzab: 53)

 

1625. Dari Uqbah bin 'Amir r.a., bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Takutlah engkau semua masuk kepada wanita -yang bukan mahramnya-." Kemudian ada seorang lelaki dari sahabat Anshar berkata: "Bagaimanakah pendapat Tuan tentang ipar?" Beliau s.a.w. bersabda: "Ipar itulah yang menyebabkan kematian -yakni kerusakan-." Maksudnya menyendirinya seorang wanita dengan ipar suami itu menyebabkan timbulnya fitnah dan kerusakan, maka diumpamakan sebagai yang menyebabkan kematian. (Muttafaq 'alaih) Albamwu ialah keluarga dari suami seperti saudara lelaki suami, anak lelaki saudara itu atau anak lelaki pamannya. Makna dari hadits ini ialah bahwa menyendirinya hamwu -ipar dan sebagainya yang tertulis di atas- itu adalah lebih besar bahayanya daripada orang yang benar-benar asing, sebab kadang-kadang lelaki itu mempertunjukkan sesuatu yang baik pada istri tadi, kemudian beratlah kiranya bagi suaminya untuk mengusahakan sesuatu yang ada di luar kemampuannya, atau akan menyebabkan buruknya hubungan dan lain-lain sebagainya. Selain itu suami juga tidak akan terkesan sesuatu apapun dalam hatinya untuk mengamat-amati lelaki tersebut, terutama mengenai keadaan batinnya dengan ke luar masuk dalam rumahnya itu.

 

1626. Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah sekali-kali seorang lelaki diantara engkau semua itu menyendiri dengan seorang wanita, melainkan haruslah ada mahramnya beserta wanita tadi." (Mu'ttafaq 'alaih)

 

1627. Dari Buraidah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Kemuliaannya -yakni kehormatannya- para istri kaum lelaki yang mengikuti peperangan atas yang duduk -yakni tidak mengikuti peperangan- adalah sebagaimana kemuliaan -yakni kehormatan- ibu-ibu mereka -yakni ibu-ibunya yang tidak mengikuti-. Tiada seorang lelakipun dari golongan orang-orang yang duduk -tidak mengikuti peperangan- yang menjadi ganti seorang lelaki yang mengikuti berjihad, untuk mengawasi keluarganya, kemudian ia berkhianat kepada sahabatnya -yang ikut berjihad tadi-, melainkan orang yang berkhianat tadi akan dihentikan di muka orang yang berjihad besok pada hari kiamat, selanjutnya yang berjihad itu akan mengambil kebaikan-kebaikannya orang yang mengawasi tersebut, sekehendak hatinya sehingga ia rela -yakni sampai merasa puas-." Kemudian Rasulullah s.a.w. menoleh kepada kita semua lalu bersabda: "Bagaimanakah dalam perkiraanmu -maksudnya: Bukankah itu suatu hal yang berat tanggungannya-?". (Riwayat Muslim)


Bab 292. Haramnya Kaum Lelaki Menyerupakan Diri Sebagai Kaum Wanita Dan Haramnya Kaum Wanita Menyerupakan Diri Sebagai Kaum Lelaki, Baik Dalam Pakaian, Gerakan Tubuh Dan Lain-lain

 

 

1628. Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. melaknat kepada orang-orang lelaki yang berlagak banci -yakni bergaya sebagai wanita-, juga orang-orang perempuan yang berlagak sebagai lelaki." Dalam riwayat lain disebutkan: "Rasulullah s.a.w. melaknat kepada orang-orang lelaki yang menyerupakan diri sebagai kaum wanita dan orang-orang perempuan yang menyerupakan diri sebagai kaum pria." (Riwayat Bukhari)

 

1629. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. melaknat kepada seorang lelaki yang mengenakan pakaian perempuan, juga melaknat perempuan yang mengenakan pakaian lelaki." Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad shahih.

 

1630. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Ada dua golongan ahli neraka yang belum pernah saya melihat keduanya itu, yaitu sekelompok kaum yang memegang cemeti sebagai ekor lembu, mereka memukul para manusia dengan cemeti tadi dan beberapa kaum wanita yang berpakaian tipis, telanjang sebagian tubuhnya, berjalan dengan gaya kecongkaan dan memiringkan bahu-bahunya -yakni jalannya diserupakan dengan kaum lelaki yang menunjukkan kesombongannya-. Kepala kaum wanita ini adalah seperti unta gemuk yang miring jalannya. Mereka itu tidak dapat masuk syurga dan tidak dapat memperoleh bau harum syurga, padahal sesungguhnya bau harum syurga itu dapat dicapai dari jarak perjalanan sejauh sekian dan sekian -yakni amat jauh sekali-." (Riwayat Muslim) Makna Kasiyat ialah mengenakan kenikmatan Allah, sedang 'Ariyat ialah sunyi dari ucapan syukur kepada kenikmatan-kenikmatan itu. Ada yang mengatakan bahwa maknanya itu ialah menutupi sebagian tubuhnya dan membuka sebagian yang lain, untuk menampakkan kecantikannya dan lain-lain. Ada pula yang mengatakan bahwa artinya itu ialah mengenakan pakaian yang tipis untuk menunjukkan keadaan warna tubuhnya. Mailat artinya, ada yang mengatakan miring -yakni tidak jujur- dari ketaatan kepada Allah dan apa-apa yang harus dipeliharanya dan Mumilat ialah mengajarkan kelakuan-kelakuannya yang tercela di atas itu kepada orang lain. Ada lagi yang mengatakan bahwa artinya Mailat ialah berjalan dengan gaya kesombongan dan Mumilat ialah bahwa jalannya tadi memiringkan bahu-bahunya. Apa pula yang mengatakan bahwa Mailat ialah menyisir rambutnya dengan sisiran yang miring dan ini adalah cara menyisirnya kaum wanita pelacur, sedang "Mumilat" ialah menyisir orang lain dengan cara sebagaimana tersebut di atas itu. Ru-usuhunna ka-asminatii bukhti yakni kepala-kepala mereka itu dibesar-besarkan sendiri dan digemuk-gemukkannya dengan melipatkan sorban, ikatan kain dan lain-lain sebagainya. Kalimat "Saya belum pernah melihat kedua golongan itu", yakni semasih beliau s.a.w. hidupnya dahulu, hadits ini adalah salah satu dari sekian banyak mu'jizat beliau s.a.w. yang menunjukkan bahwa kedua golongan itu akan terjadi sesudah beliau s.a.w. dan pada zaman kita ini banyak kita saksikan.


Bab 293. Larangan Menyerupakan Diri Dengan Syaitan Dan Orang-orang Kafir

 

 

1631. Dari Jabir r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau sekalian makan dengan tangan kiri, sebab sesungguhnya syaitan itu makan dengan tangan kiri." (Riwayat Muslim)

 

1632. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah sekali-sekali seseorang diantara engkau semua itu makan dengan tangan kirinya dan janganlah sekali-kali pula minum dengannya itu, sebab sesungguhnya syaitan itu makan dengan tangan kirinya dan minumpun dengan tangan kirinya." (Riwayat Muslim)

 

1633. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nasrani itu tidak suka menyumba -memberi warna atau menyemir- rambutnya, maka selisihilah mereka itu." (Muttafaq'alaih) Yang dimaksudkan dengan sumba ialah menyumba atau menyemir rambut janggut dan kepala yang putih dengan warna kuning atau merah. Adapun dengan menggunakan warna hitam adalah terlarang, sebagaimana yang akan kami uraikan dalam bab sehabis ini. Insya Allah Ta'ala.


Bab 294. Larangan Laki-laki Dan Perempuan Untuk Menyumba -Yakni Menyemir- Rambutnya Dengan Warna Hitam

 

 

1634. Dari Jabir r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. didatangi oleh para sahabat dengan disertai oleh Abu Quhafah yaitu ayahnya Abu Bakar as-Shiddiq radhiallahu 'anhuma pada hari pembebasan kota Makkah, sedang kepala dan janggutnya Abu Quhafah itu sudah putih bagaikan bunga tsaghamah, kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: "Ubahlah olehmu semua warna putih ini, tetapi jauhilah -yakni janganlah menggunakan- warna hitam." (Riwayat Muslim)


Bab 295. Larangan Menguncit Yaitu Mencukur Sebagian Kepala Dengan Meninggalkan Sebagian Lainnya -Cukur Jambul Atau Di Pitak- Dan Bolehnya Mencukur Seluruh Kepala Untuk Lelaki -Di Botak-, Tapi Tidak Boleh Untuk Perempuan

 

 

1635. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. melarang penguncitan -yakni mencukur sebagian kepala saja- dan meninggalkan sebagian lainnya." (Muttafaq 'alaih)

 

1636. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. melihat seorang anak yang sebagian kepalanya telah dicukur, sedang sebagian lainnya tidak, lalu beliau s.a.w. melarang orang-orang itu berbuat sedemikian itu dan bersabda: "Cukurlah seluruhnya atau biarkan saja seluruhnya -tanpa dicukur-." Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad shahih menurut syaratnya Imam-imam Bukhari dan Muslim.

 

1637. Dari Abdullah bin Ja'far radhiallahu 'anhuma bahwasanya Nabi s.a.w. menantikan kepada keluarga Abu Ja'far selama tiga hari -dan mereka itu dalam suasana berkabung karena meninggalnya Ja'far- kemudian beliau s.a.w. mendatangi mereka setelah itu, lalu bersabda: "Janganlah engkau semua menangisi lagi kepada saudaraku Ja'far itu setelah hari ini." Selanjutnya beliau s.a.w. bersabda pula: "Panggilkanlah ke mari anak-anak saudaraku itu." Kita semua -yakni anak-anak Ja'far- didatangkan dan kita semua adalah seolah-olah anak burung -yakni amat kecil-kecil sekali-. Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Panggilkan tukang cukur ke mari." Tukang cukur itu lalu diperintah untuk mencukur semua kepala kita. Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad shahih menurut syaratnya Imam-imam Bukhari dan Muslim.

 

1638. Dari Ali r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. melarang kalau wanita itu mencukur rambutnya." (Riwayat Nasa'i) [Baca Status Hadits Disini]


Bab 296. Haramnya Menghubungkan -Menyambung- Rambut Sendiri Dengan Rambut Orang Lain -Yakni Memakai Wig atau Rambut Palsu-, Mencacah -Merajah atau Tato- Kulit Dengan Gambar, Tulisan Dan Lain-lain- Serta Wasyr Yaitu Mengikir Gigi -Untuk Merenggangkannya-

 

 

Allah Ta'ala berfirman: "Tidaklah yang mereka sembah selain Allah itu melainkan hanyalah patung-patung perempuan saja dan tidaklah yang mereka sembah itu melainkan syaitan yang durhaka. Ia dilaknat oleh Allah. Syaitan itu berkata: "Sesungguhnya saya akan menarik sebagian yang ditentukan dari hamba-hambaMu. Mereka sesungguhnya akan saya sesatkan dan saya janjikan kepada mereka harapan-harapan kosong, saya suruh mereka memotong telinga-telinga binatang dan saya suruh pula mereka itu mengubah makhluk Allah," sampai akhirnya ayat. (an-Nisa': 117-119)

 

1639. Dari Asma' radhiallahu 'anha bahwasanya ada seorang wanita bertanya kepada Nabi s.a.w. lalu berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya anak saya perempuan itu terkena penyakit campak lalu rontoklah rambutnya dan saya sudah mengawinkannya, apakah boleh saya hubungkan rambutnya itu dengan rambut orang lain -dengan diberi cemara dan sebagainya-?" Rasulullah s.a.w. bersabda: "Allah melaknat kepada orang yang menghubungkan rambut dengan rambut orang lain dan melaknat pula kepada orang yang rambutnya dihubungkan dengan rambut orang lain." (Muttafaq 'alaih) Dalam riwayat lain disebutkan: "Orang yang menghubungkan rambut dengan rambut orang lain serta orang yang meminta supaya rambutnya dihubungkan dengan rambut orang lain." Ucapannya: Fatamarraqa, dengan ra', artinya ialah rontok dan jatuh. Alwashilah ialah orang yang menghubungkan rambutnya sendiri atau rambut orang lain dengan rambutnya orang lain lagi. Almawshulah ialah orang yang rambutnya dihubungkan, sedang almustawshilah ialah orang yang meminta supaya dihubungkan itu. Dari Aisyah radhiallahu'anha ada hadits semacam di atas itu pula dan muttafaq 'alaih.

 

1640. Dari Humaid bin Abdurrahman bahwasanya ia mendengar Mu'awiyah r.a. di waktu melakukan ibadah haji, ia berada di atas mimbar dan mengambil segenggam rambut yang ada di tangan seorang pengawalnya, lalu ia berkata: "Hai ahli Madinah, di manakah para alim ulamamu ini? Saya mendengar Nabi s.a.w. melarang semacam ini dan beliau s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya kaum Bani Israil itu rusak -yakni budi pekerti dan akhlaknya- di kala kaum wanita mereka itu mengambil rambut seperti ini -yakni menggunakan rambut cemara-. (Muttafaq 'alaih)

 

1641. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. itu melaknat kepada orang yang menghubungkan rambutnya dengan rambut orang lain, juga orang yang meminta supaya rambutnya dihubungkan dengan rambut orang lain, demikian pula melaknat kepada orang yang mencacah kulit -merajah atau mentato kulit dengan gambar, tulisan dan lain-lain- serta orang yang meminta supaya dicacah kulitnya." (Muttafaq 'alaih)

 

1642. Dari Ibnu Mas'ud r.a., bahwasanya ia berkata: "Allah melaknat kepada orang-orang yang mencacah kulitnya serta yang meminta supaya dicacah kulitnya, juga orang yang meminta supaya rambut alisnya ditipiskan -agar tampak indah bagaikan bulan sabit-, demikian pula orang yang merenggangkan gigi-giginya untuk maksud kecantikan yang semuanya itu mengubah-ubah keaslian kejadian makhluk Allah." Kemudian ada seorang wanita yang berkata dalam hal ini -seolah-olah menyanggah atau mendebat-, lalu Ibnu Mas'ud berkata: "Bagaimanakah saya tidak akan melaknat kepada orang yang juga dilaknat oleh Rasulullah s.a.w. dan pelaknatan itu tercantum pula dalam Kitabullah -yakni al-Quran-, Allah Ta'ala berfirman: "Dan apa-apa yang didatangkan oleh Rasul, maka ambillah itu dan apa-apa yang dilarang olehnya, maka tercegahlah dari melakukannya." (Muttafaq 'alaih) Almutafallijah ialah orang yang mengikir giginya supaya antara yang satu dengan lainnya itu menjadi renggang sedikit serta memperindahkan bentuknya, itulah yang disebut Alwasyr. Annamishah ialah orang yang mencabuti alis orang lain dan menipiskannya agar tampak cantik, sedang Almutanammishah ialah orang yang menyuruh orang lain supaya melakukan itu pada dirinya.

Bab 297. Larangan Mencabut Uban dari Janggut, Kepala Dan Lain-lain

 

 

1643. Dari 'Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari neneknya lelaki r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Janganlah engkau semua mencabuti uban, sebab uban itu adalah merupakan cahaya seorang Muslim pada hari kiamat." Hadits hasan yang diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan Tirmidzi serta Nasa'i dengan isnad-isnad yang bagus. Imam Tirmidzi mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.

 

1644. Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Rasulullah s a w bersabda: "Barangsiapa yang mengerjakan sesuatu amalan yang tidak ada perintah dari kita, maka amalan itu wajib ditolak." (Riwayat Muslim)


Bab 298. Makruhnya Bercebok Dengan Tangan Kanan Dan Memegang Kemaluan Dengan Tangan Kanan Ketika Bercebok Tanpa Adanya Uzur

 

 

1645. Dari Abu Qatadah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Jikalau seseorang diantara engkau semua kencing, maka janganlah sekali-kali mengambil -yakni memegang- kemaluannya itu dengan tangan kanannya, jangan pula bercebok dengan tangan kanannya dan janganlah seseorang itu mengambil nafas dalam wadah -ketika minum-." (Muttafaq 'alaih) Dalam bab ini banyak lagi hadits-hadits yang shahih.



 

Bab 299. Makruhnya Berjalan Dengan Mengenakan Sebuah Terompah Saja -Hanya Sebelah Sandal- Atau Sebuah -Sebelah Saja- Sepatu Khuf Tanpa Adanya Uzur Dan Makruhnya Mengenakan Terompah -Sandal- Atau Sepatu Khuf Sambil Berdiri Tanpa Uzur

 

 

1646. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah seorang diantara engkau semua itu berjalan dengan mengenakan sebuah terompah -sandal- saja. Hendaklah kedua-duanya itu dikenakan semua atau hendaklah dilepaskan sajalah semuanya." Dalam riwayat lain disebutkan: "Atau hendaklah ditanggalkan saja keduanya itu -misalnya di waktu yang satu putus dan lain-lain-." (Muttafaq 'alaih)

 

1647. Dari Abu Hurairah r.a. pula, katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Jikalau tali terompah -sandal- seseorang diantara engkau semua putus, maka janganlah berjalan pada yang satunya -yang tidak putus- sehingga ia membetulkan keduanya itu." (Riwayat Muslim)

 

1648. Dari Jabir r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. melarang kalau seorang itu mengenakan terompah -sandal- nya sambil berdiri. Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad hasan.


Bab 300. Larangan Membiarkan Api Menyala Di Rumah Ketika Hendak Tidur Dan Lain-lain, Baikpun Api Itu Berada Di Dalam Lampu Ataupun Lain-lainnya

 

 

1649. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Janganlah engkau semua membiarkan api itu dalam rumah-rumahmu -yakni dalam keadaan menyala-, ketika engkau semua masuk tidur" (Muttafaq 'alaih)

 

1650. Dari Abu Musa al-Asy'ari r.a., katanya: "Ada rumah yang terbakar di Madinah mengenai keluarga dalam rumah itu di waktu malam." Setelah Rasulullah s.a.w. diberitahu akan hal ihwal mereka yang rumahnya terbakar tadi, lalu beliau s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya api itu adalah musuhmu semua, maka dari itu jikalau engkau semua hendak tidur, padamkanlah api itu dulu." (Muttafaq 'alaih)

 

1651. Dari Jabir r.a. dari Rasulullah s.a.w., sabdanya: "Tutuplah wadah, ikatlah mulut -tutup- tempat air - atau sumbatlah, tutuplah semua pintu dan padamkanlah lampu. Sebab sesungguhnya syaitan itu tidak dapat mengurai ikatan tempat air, tidak dapat membuka pintu, juga tidak dapat membuka wadah. Jikalau seseorang diantara engkau semua itu tidak dapat menemukan, melainkan hanya dapat memalangkan sebatang tangkai kecil di atas wadahnya, dan menyebutkan nama Allah, maka hendaklah melakukan saja yang ia dapat melakukannya itu. Sesungguhnya tikus itu dapat menyalakan -membakar- rumah dari sesuatu keluarga rumah -sebab bisa jadi ia menabrak lampu yang sedang menyala sehingga terjadi kebakaran-." (Riwayat Muslim) Alfuwaisiqah artinya ialah tikus, sedang tudhrimu artinya membakar.

 


0 komentar:

Posting Komentar