Bab 301. Larangan Memaksakan Diri Akan Perbuatan Dan Ucapan Yang Tidak Ada Kemaslahatan Di Dalamnya Dengan Kemasyarakatan
Allah Ta'ala berfirman: "Katakanlah: Saya tidak meminta upah kepadamu semua karena usahaku ini dan saya bukannya golongan orang yang memaksa-maksakan diri." (Shad: 86)
1652. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, katanya: "Kita semua dilarang dari memaksa-maksakan diri." (Riwayat Bukhari)
1653. Dari Masruq,
katanya: "Kita masuk ke tempat Abdullah bin Mas'ud r.a., lalu ia berkata: "Hai
sekalian manusia, barangsiapa yang mengerti tentang sesuatu ilmu pengetahuan,
maka hendaklah mengucapkan itu -yakni menerangkan sepanjang yang diketahuinya-
dan barangsiapa yang tidak mengerti, maka hendaklah mengucapkan saja: "Allahu
a'lam -yakni Allah adalah lebih mengetahui akan hal itu-. Sebab sesungguhnya
termasuk sesuatu ilmu pula, jikalau seorang itu mengucapkan terhadap sesuatu
yang tidak diketahui olehnya dengan ucapan: Allah a'lam. Allah Ta'ala berfirman
kepada Nabinya s.a.w.: "Katakanlah -wahai Muhammad-: Saya tidak meminta upah
kepadamu semua karena usahaku ini dan saya bukannya golongan orang yang
memaksa-maksakan diri." (Riwayat Bukhari)
Bab 302. Haramnya Menangis Dengan Suara Keras Kepada Mayat, Menampar Pipi, Merobek-robek Saku, Mencabuti Rambut, Mencukur Rambut -Akibat Kesedihan- Serta Berdoa Untuk Mendapatkan Kecelakaan Dan Kehancuran
1654. Dari Umar bin al-Khaththab r.a., katanya: "Nabi s.a.w. bersabda: "Mayat itu dapat disiksa dalam kuburnya dengan sebab tangisan keras padanya yang disebabkan kematiannya." Dalam riwayat lain disebutkan: "Dengan sebab tangisan yang ditujukan atas dirinya." (Muttafaq 'alaih)
1655. Dari Ibnu Mas'ud r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidak termasuk golongan kita -kaum Muslimin- orang yang memukul-mukul pipi, mencabik-cabik saku dan berdoa dengan doa-doa cara zaman Jahiliyah." (Muttafaq 'alaih)
1656. Dari Abu Burdah, katanya: "Abu Musa sakit lalu ia tidak sadarkan diri, sedang kepalanya di atas pangkuan istrinya yakni dari kalangan keluarganya. Setelah istrinya melihat itu lalu mulailah ia berteriak-teriak dengan teriakan keras sekali, sedang Abu Musa tidak dapat menolak -yakni melarang- sedikitpun dari perbuatan istrinya tadi -sebab masih dalam keadaan tidak sadar-. Setelah Abu Musa sadarkan diri kembali, iapun lalu berkata: "Saya melepaskan diri -yakni tidak ikut bertanggungjawab- terhadap sesuatu yang Rasulullah s.a.w. sendiri juga melepaskan diri daripadanya. Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. berlepas diri dari orang yang bersuara keras-keras dalam menangisnya, juga dari orang yang mencukur rambut serta orang yang mencabik-cabik saku -ketika ada seorang keluarga yang meninggal dunia-." (Muttafaq 'alaih) Ashshaliqah yaitu wanita yang mengeraskan suaranya dengan tangisan dan menyebut-nyebutkan sifat-sifat mayat dengan suara keras pula. Athaliqah ialah yang mencukur rambutnya ketika memperoleh musibah atau bencana. Asysyaqqah ialah yang merobek-robek pakaiannya.
1657. Dari al-Mughirah bin Syu'bah r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang ditangisi dengan suara keras -ketika matinya-, maka sesungguhnya ia akan disiksa dengan tangisan keras yang ditujukan pada dirinya itu besok pada hari kiamat." (Muttafaq 'alaih)
1658. Dari Ummu Athiyah, yaitu Nusarbah, dengan dhammahnya nun dan boleh pula, dengan fathahnya -menjadi Nasaibah-, radhiallahu 'anha, katanya: "Rasulullah s.a.w. meminta kepada kita semua ketika mengadakan bai'at, yaitu supaya kita tidak menangis keras-keras -ketika ada orang mati-." (Muttafaq 'alaih)
1659. Dari an-Nu'man bin Basyir radhiallahu 'anhuma, katanya: "Pada suatu ketika Abdullah bin Rawahah r.a. pingsan -yakni tidak sadarkan diri-, lalu saudara perempuannya menangisinya dengan mengucapkan: "Aduhai tuanku," serta lain-lain yang sedemikian, sedemikian. Ia menghitung-hitungkan kebaikan saudaranya itu sebagaimana hal ihwal zaman Jahiliyah. Setelah Abdullah sadarkan diri kembali, iapun berkata: "Tiada sesuatu ucapan yang engkau ucapkan itu, melainkan kepada saya pun ditanyakan: "Apakah engkau juga demikian? Maksudnya apakah engkau benar-benar seperti yang diucapkan oleh saudarimu itu?" (Riwayat Bukhari)
1660. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, katanya: "Sa'ad bin Ubadah r.a. mengeluh karena sesuatu penyakit yang diderita olehnya. Kemudian Rasulullah s.a.w. mendatangi untuk menjenguknya bersama Abdur Rahman bin 'Auf, Sa'ad bin Abu Waqqash dan Abdullah bin Mas'ud. Setelah beliau s.a.w. memasuki tempatnya, beliau menemukannya sedang tidak sadarkan diri, lalu bersabda: "Apakah sudah meninggal dunia." Para sahabat berkata: "Belum, ya Rasulullah." Rasulullah s.a.w. lalu menangis. Orang-orang banyak setelah melihat tangis Nabi s.a.w. itu, merekapun menangis pula, kemudian beliau s.a.w. bersabda: "Tidaklah engkau semua mendengar? Sesungguhnya Allah itu tidak menyiksa karena keluarnya airmata dari mata, tidak pula karena kesedihan hati, tetapi Allah menyiksa karena ini (dan beliau s.a.w. menunjuk kepada lisannya) atau Allah akan memberikan kerahmatan." (Muttafaq 'alaih)
1661. Dari Abu Malik al-Asy'ari r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Seorang wanita yang menangisi keras-keras -kepada mayat- itu apabila ia tidak bertaubat sebelum matinya, maka ia akan didirikan pada hari kiamat nanti dengan mengenakan baju gamis yang dibuat dari tir serta baju besi yang penuh kutu penyakit kudis." (Riwayat Muslim)
1662. Dari Usaid bin Abu Usaid at-Tabi'i dari seorang wanita dari golongan orang-orang yang mengadakan bai'at kepada Nabi s.a.w., katanya: "Dalam rangka pembai'atan yang diambil oleh Rasulullah s.a.w. mengenai berbagai kebaikan yang kita tidak boleh melanggarnya ialah: Kita tidak boleh mencakar-cakar muka kita, tidak boleh berdoa memperoleh kecelakaan, tidak boleh mencabik-cabik saku dan tidak boleh mencabuti rambut -ketika ada orang mati-." Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad hasan.
1663. Dari Abu Musa r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tiada seorang mayat pun yang meninggal dunia lalu orang-orang yang menangisinya itu sama berdiri sambil mengucapkan: "Aduhai pelindungku, aduhai tuanku atau yang semacam dengan itu, melainkan Allah mengutus dua malaikat yang memukuli mayat tersebut sambil mengucapkan: "Apakah engkau benar-benar seperti yang diucapkan oleh orang-orang itu?" Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan. Allahzu ialah menyodok dengan kepalan tangan ke arah dada.
1664. Dari Abu
Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Ada dua perkara yang ada
di kalangan para manusia dan menyebabkan mereka itu menjadi kafir -kalau
menyakinkan bahwa perbuatan itu boleh menurut agama-, yaitu mencemarkan nasab
-yakni keturunan- dan menangisi dengan suara keras kepada mayit." (Riwayat
Muslim)
Bab 303. Larangan Mendatangi Ahli Tenung, Ahli Nujum, Ahli Terka, Orang-orang Yang Suka Meramal Dan Sebagainya Dengan Menunjuk Dengan Menggunakan Kerikil, Biji Sya'ir Dan Lain-lain Sebagainya
1665. Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Orang-orang sama bertanya kepada Rasulullah s.a.w. perihal ahli tenung -atau tukang meramal-. Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Tidak ada sesuatupun yang hak atau benar daripadanya." Orang-orang berkata lagi: "Ya Rasulullah, sesungguhnya mereka itu memberitahukan kepada kita akan sesuatu hal yang kadang-kadang kemudian menjadi kenyataan -yakni seolah-olah benar-." Rasulullah s.a.w. kemudian bersabda: "Itulah sesuatu kalimat hak -yakni merupakan kebenaran- yang disambar oleh seorang jin, kemudian disampaikan -dibisikkan- dalam telinga kekasihnya, kemudian dengan sebuah kalimat yang benar itu oleh ahli tenung tadi dicampurkannya dengan seratus macam kedustaan." (Muttafaq 'alaih) Dalam riwayat Imam Bukhari dari Aisyah radhiallahu 'anha disebutkan bahwasanya Aisyah mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya malaikat itu turun ke mega -yakni awan-, kemudian menyebutkan sesuatu perkara yang sudah diputuskan di langit, lalu syaitan itu memasangkan pendengarannya untuk mencuri isi keputusan tadi, selanjutnya setelah didengarkan baik-baik, iapun lalu menyampaikannya kepada ahli tenung. Seterusnya ahli tenung tadi membuat kedustaan seratus macam banyaknya yang keluar dari hatinya sendiri, di samping satu yang dari syaitan tersebut -yang dianggap sebagai kebenaran-. Sabdanya: fa yaqurruha dengan fathahnya ya' dan dhammahnya qaf serta ra', artinya ialah menyampaikannya. Al'anan dengan fathahnya 'ain. Kahin yang dapat diartikan tukang tenung, ahli ramal, ahli nujum dan yang semacamnya itu pekerjaannya ialah memberikan kabar perihal keadaan yang akan terjadi di masa yang akan datang. Ia mengaku bahwa ia dapat mengetahui segala macam rahasia. Di kalangan bangsa Arab ada kahin-kahin itu, diantaranya ada yang mengaku bahwa dirinya adalah pengikut jin yang daripadanya ini dapatlah menerima berita-berita, diantaranya lagi ada yang mengaku dapat mengetahui segala macam persoalan dengan mengemukakan beberapa macam persoalan dan mengemukakan beberapa macam sebab musabab yang menunjukkan akan kejadian-kejadian yang akan datang itu, yakni dengan mendengar pembicaraan orang yang akan datang itu, yakni dengan mendengar pembicaraan orang yang menanyakannya, kelakuannya atau hal ihwal keadaannya. Golongan ini mereka khususkan sebutannya dengan gelar 'Arraf -ahli terka yang dapat mengetahui berbagai persoalan-, misalnya ialah yang mengaku dapat mengetahui barang-barang yang tercuri, tempat barang yang hilang dan sebagainya. Hadits yang menyebutkan: "Barangsiapa yang mendatangi kahin -yakni tukang tenung dan sebagainya itu-" sudah mengandung pengertian untuk tidak bolehnya mendatangi segala macam ahli kekahinan, penujuman, ramalan, penerkaan dan sebagainya.
1666. Dari Shafiyah binti Ubaid dari salah seorang istri Nabi s.a.w. -radhiallahu 'anha- dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Barangsiapa yang mendatangi juru terka, lalu menanyakan sesuatu hal kepadanya, kemudian membenarkannya -yakni mempercayainya-, maka tidak akan diterima shalatnya selama empat puluh hari." (Riwayat Muslim)
1667. Dari Qabishah bin al-Mukhariq r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Peramalan dengan garis-garis, penengokan peruntungan -atau nasib- serta pembentakan burung -untuk melihat untung rugi-, semuanya adalah dari perbuatan sihir -atau pertenungan-." Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad hasan. Ia berkata: Aththarqu artinya membentak, maksudnya ialah memjentak burung dengan pengertian bahwa ia akan memperoleh keuntungan atau kecelakaan dengan melihat ke arah mana terbangnya burung itu. Jikalau terbang ke kanan, maka merasa dirinya akan memperoleh keuntungan, sedang jikalau ke kiri, maka dirinya akan mendapatkan celaka. Abu Dawud berkata lagi: Al'iyafah ialah tulisan yakni peramalan dengan menggunakan -atau melihat- garis-garis. Al-Jauhari berkata dalam kitab Ashshahab: Aljibtu adalah kalimat yang dimutlakkan pada berhala, tukang tenung, ahli sihir dan sebagainya. [Baca Status Hadits Disini]
1668. Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang mencari satu macam ilmu pengetahuan dari golongan ilmu penujuman, maka berartilah ia telah mencari suatu cabang dari ilmu sihir. Bertambah ilmu sihirnya itu sebanyak tambahnya dalam ilmu penujuman tadi." Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad hasan shahih.
1669. Dari Mu'awiyah bin al-Hakam r.a., katanya: "Saya berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya saya ini baru saja meninggalkan kejahiliyahan dan Allah telah mendatangkan Agama Islam. Di antara kita banyak orang yang mendatangi ahli tenung itu, bagaimanakah itu kedudukannya?" Beliau s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau mendatangi ahli tenung itu." Saya berkata lagi: "Di antara kita ada pula orang yang merasa akan mendapat nasib buruk." Beliau s.a.w. bersabda: "Hal itu adalah sesuatu yang mereka dapatkan dalam hati mereka sendiri, maka tentulah tidak dapat menghalang-halangi mereka -yakni hal itu tidak akan memberikan bekas apapun kepada mereka-, baik kemanfaatan atau kemudharatan." Saya berkata pula: "Di antara kita ada pula orang-orang yang meramalkan nasibnya dengan menggunakan garis-garis." Beliau s.a.w. bersabda: "Dahulu ada seorang Nabi dari golongan para Nabi, ia membuat ramalan dengan garis, maka barangsiapa yang cocok dengan garis itu, ialah yang memperoleh nasibnya." (Riwayat Muslim)
1670. Dari Abu
Mas'ud al-Badri r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. melarang dari harga anjing
-yakni menggunakan uang dari hasil penjualan anjing-, juga dari upah hasil
perzinaan serta dari pembayaran yang diperoleh tukang tenung -dukun juru terka
karena penenungannya-." (Muttafaq 'alaih) Dalam bab ini termasuk pulalah
Hadits-hadits yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya.
Bab 304. Larangan Memiliki Perasaan Akan Mendapat Celaka -Rasa Sial Karena Adanya Sesuatu-
1671. Dari Anas r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidak ada penularan penyakit dan tidak ada sesuatu yang menyebabkan timbulnya kecelakaan. Saya amat taajub -heran- dengan fa'l?" Para sahabat bertanya: "Apakah fa'l itu?" Beliau s.a.w. menjawab: "Yaitu kata-kata yang baik." (Muttafaq 'alaih)
1672. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidak ada penularan penyakit dan tidak ada sesuatu yang menyebabkan timbulnya kecelakaan. Jikalau timbulnya kemalangan itu ada dalam sesuatu benda, maka hal itu ialah dalam perkara rumah, wanita ataupun kuda." (Muttafaq 'alaih) Keterangan: Rumah dapat dianggap menimbulkan kemalangan kalau ruangan atau halamannya sempit atau tetangganya buruk, wanita dapat dianggap demikian kalau budi pekertinya jahat atau mandul, sedang kuda ialah kalau sukar dinaiki.
1673. Dari Buraidah r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. itu tidak pernah merasa akan memperoleh kecelakaan -karena adanya sesuatu-. Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad shahih.
1674. Dari Urwah
bin 'Amir r.a., katanya: "Disebut-sebutkanlah persoalan akan timbulnya
kemalangan nasib -sebab adanya sesuatu- di sisi Rasulullah s.a.w., lalu beliau
s.a.w. bersabda: "Yang terbaik sekali ialah mengucapkan kata-kata yang bagus dan
yang sedemikian itu jangan menolak seorang Muslim -yakni jikalau ia bersengaja
akan mengerjakan sesuatu yang baik-, janganlah sampai diurungkan karena
timbulnya perasaan akan mendapat kemalangan tadi. Jikalau seorang diantara
engkau semua melihat sesuatu yang tidak disenangi, hendaklah mengucapkan -yang
artinya-: "Ya Allah, tidak ada yang kuasa mendatangkan kebaikan melainkan
Engkau, tidak pula dapat menolak keburukan melainkan Engkau dan tiada daya serta
tiada kekuatan melainkan dengan pertolonganMu." Hadits shahih yang diriwayatkan
oleh Imam Abu Dawud dengan isnad shahih. [Baca Status Hadits Disini]
Bab 305. Haramnya Menggambar Binatang Di Hamparan, Batu, Baju, Uang Dirham, Uang Dinar, Guling Bantal Dan lain-lain, Juga Haramnya Menggunakan Gambar Tadi Diletakkan Di Dinding Atap, Tabir, Sorban, Baju Dan Sebagainya Serta Perintah Untuk Merusak Gambar Itu
1675. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya orang-orang yang membuat gambar-gambar ini -yakni apa-apa yang mempunyai ruh-, akan disiksa pada hari kiamat. Kepada mereka itu dikatakan: "Hidupkanlah apa yang engkau ciptakan itu." (Muttafaq 'alaih)
1676. Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Rasulullah s.a.w. datang dari berpergian dan saya telah memberikan tutup dalam rumahku dengan tabir yang tipis sekali, di situ ada beberapa gambar boneka. Setelah Rasulullah s.a.w. melihatnya lalu berubahlah warna wajahnya, kemudian berkata: "Hai Aisyah, sesangat-sangatnya manusia dalam hal siksanya di sisi Allah pada hari kiamat ialah orang-orang yang menyamai dengan apa-apa yang diciptakan oleh Allah." Aisyah radhiallahu 'anha berkata: "Tabir itu lalu kami potong-potong kemudian kami jadikan sebuah atau dua buah bantal daripadanya." (Muttafaq 'alaih) Alqiram dengan kasrahnya qaf, artinya ialah tabir, sedang Assahwah ialah ruangan yang ada di muka rumah. Ada pula yang mengatakan bahwa artinya ialah jalan di rumah yang membuka langsung di dinding.
1677. Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Semua tukang gambar -yang mempunyai ruh- itu dalam neraka, untuknya diciptakan seorang bagi setiap gambar yang digambar olehnya, lalu orang itu menyiksanya di neraka Jahanam." Ibnu Abbas berkata: "Jikalau engkau dengan pasti harus membuatnya -yakni perlu sekali membuat gambar-gambar itu-, maka buat sajalah gambar pohon atau sesuatu yang tidak ada ruhnya.(Muttafaq 'alaih)
1678. Dari Ibnu Abbas r.a. pula, katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang menggambar sesuatu gambar -apa-apa yang mempunyai ruh- di dunia, maka ia akan dipaksa untuk meniupkan ruh di dalam apa yang digambarkannya itu besok pada hari kiamat, tetapi ia tidak dapat meniupkan ruh di situ." (Muttafaq 'alaih)
1679. Dari Ibnu Mas'ud r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya sesangat-sangat manusia perihal siksanya pada hari kiamat ialah para tukang gambar -apa-apa yang mempunyai ruh-." (Muttafaq 'alaih)
1680. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Allah Ta'ala berfirman: "Siapakah orang yang lebih menganiaya daripada seorang yang mencoba-coba menciptakan sebagaimana yang Aku menciptakannya. Baiklah mereka itu membuat seekor semut kecil atau baiklah membuat sebuah biji atau baiklah mereka itu menciptakan sebiji sya'ir." (Muttafaq 'alaih)
1681. Dari Abu Thalhah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Malaikat tidak akan masuk dalam rumah yang di dalamnya ada anjingnya atau ada gambar -apa-apa yang mempunyai ruh-." (Muttafaq 'alaih)
1682. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, katanya: "Jibril berjanji kepada Rasulullah s.a.w. akan datang padanya, lalu terlambat sekali kedatangannya itu, sehingga dirasakan amat berat -yakni kecewa- sekali atas diri Rasulullah s.a.w. itu. Beliau s.a.w. kemudian keluar lalu ditemui oleh Jibril. Nabi s.a.w. mengadukan hal itu kepadanya, lalu Jibril berkata: "Sesungguhnya kita tidak akan memasuki sesuatu rumah yang di dalamnya ada anjing atau ada gambarnya -sesuatu yang mempunyai ruh-." (Riwayat Bukhari) Ratsa, artinya terlambat, dengan tsa' bertitik tiga.
1683. Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Jibril 'alaihissalam berjanji kepada Rasulullah s.a.w. akan datang padanya di sesuatu saat yang ditentukan, lalu saat itupun tibalah tetapi Jibril belum juga mendatanginya." Aisyah radhiallahu 'anha berkata: "Nabi s.a.w. pada waktu itu membawa tongkat di tangannya, lalu diletakkanlah tongkat itu dari tangannya sambil bersabda: "Allah dan Rasul-rasulNya tidak akan menyalahi janjinya." Selanjutnya beliau s.a.w. menoleh, tiba-tiba ada seekor anak anjing di bawah tempat tidurnya. Beliau s.a.w. bertanya: "Kapan anjing ini masuk?" Saya berkata: "Demi Allah, saya tidak mengetahui kapan masuknya." Beliau s.a.w. menyuruh mengambil anak anjing tadi lalu dikeluarkan dari rumah. Kemudian datanglah Jibril 'alaihis-salam. Rasulullah s.a.w. bertanya kepadanya: "Tuan telah berjanji pada saya lalu saya duduk menantikan Tuan sedang Tuan tidak datang-datang, apakah sebabnya?" Jibril berkata: "Saya dihalang-halangi oleh anjing yang ada di rumah Anda tadi itu. Sesungguhnya kita -para malaikat- ini tidak akan masuk dalam rumah yang di dalamnya ada anjing atau ada gambar -sesuatu yang mempunyai ruh-." (Riwayat Muslim)
1684. Dari Abul
Hayyaj, yaitu Hayyan bin Husain, katanya: Ali r.a. berkata kepada saya:
"Tidakkah engkau suka kalau saya perintah sebagaimana yang saya diperintah oleh
Rasulullah s.a.w.? Yaitu janganlah engkau membiarkan sesuatu gambar -dari
apa-apa yang mempunyai jiwa- melainkan engkau rusakkan gambar itu, juga
janganlah engkau membiarkan sebuah kubur yang menonjol ke atas, melainkan engkau
ratakanlah ia -sampai serendah tanah lain-lain-." (Riwayat Muslim)
Bab 306. Haramnya Memelihara Anjing Kecuali Untuk Berburu, Menjaga Ternak Atau Ladang Tanaman
1685. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang menyimpan -yakni memelihara anjing-, kecuali anjing untuk berburu atau menjaga ternak -atau ladang tanaman-, maka berkuranglah pahala orang itu dalam setiap harinya sebanyak dua qirath." (Muttafaq 'alaih) Dalam riwayat lain disebutkan: "Berkurang seqirath."
1686. Dari Abu
Hurairah r.a. katanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang menahan
-yakni memelihara- anjing, maka dari amalannya itu dalam setiap harinya
berkurang seqirath, kecuali anjing untuk pertanian -yakni menjaga ladang
tanaman- atau untuk menjaga ternak." (Muttafaq 'alaih) Dalam riwayat Imam Muslim
disebutkan: "Barangsiapa menyimpan -yakni memelihara- anjing yang bukan anjing
berburu, bukan pula untuk menjaga ternak dan tidak untuk menjaga tanah
-maksudnya ladang tanaman-, maka orang itu berkuranglah pahalanya setiap hari
sebanyak seqirath."
Bab 307. Makruhnya Menggantungkan Lonceng -Bel- Pada Unta Atau Binatang Lain-lain Dan Makruhnya Membawa Anjing Dan Lonceng -Bel- Dalam Berpergian
1687. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Malaikat tidak akan mengawani sekelompok orang-orang yang berpergian yang di kalangan mereka itu ada anjing atau loncengnya -belnya-." (Riwayat Muslim)
1688. Dari Abu
Hurairah r.a. pula bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Lonceng -yakni bel- itu
adalah termasuk golongan seruling-serulingnya syaitan." Diriwayatkan oleh Imam
Abu Dawud dengan isnad shahih menurut syarat Imam Muslim.
Bab 308. Makruhnya Menaiki Jalalah Yaitu Unta Lelaki Atau Perempuan Yang Makan Kotoran Kecuali Jika Unta Itu Sudah Makan Makanan Biasa -Bukan Kotoran- Yang Suci Lalu Dagingnya Menjadi Enak Dimakan, Maka Hilanglah Kemakruhannya
1689. Dari Ibnu
Umar radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. melarang dari unta jalalah
-yakni yang makan kotoran- kalau ia dinaiki." Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud
dengan isnad shahih
Bab 309. Larangan Meludah Dalam Masjid Dan Perintah Menghilangkannya Jikalau Menemukan Ludah itu Dan Juga Perintah Membersihkan Masjid Dari Segala Kotoran
1690 Dari Anas r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Berludah di masjid adalah suatu kesalahan, sedang dendanya kesalahan tadi ialah menimbun ludah tersebut." (Muttafaq alaih) Maksudnya menimbun ludah ialah apabila lantai masjid itu berupa tanah, pasir dan yang semacam itu, maka wajiblah ia menutupinya di bawah tanah tersebut. Abulmahasin Arruyani berkata dalam kitabnya yang bernama Albahr: "Dikatakan bahwa yang dimaksud dengan menimbunnya itu ialah mengeluarkan ludah tersebut dari masjid." Adapun kalau masjid itu berlantai tehel, karpet, keramik ataupun semen, kemudian ada orang yang menggosok-gosokkan ludah itu di masjid sebagaimana di atas itu dengan kakinya ataupun lain-lain, seperti yang dilakukan oleh sebagian banyak dari orang-orang yang bodoh, maka yang sedemikian itu bukanlah berarti menimbunnya, tetapi bahkan menambah dengan kesalahan yang lain, yakni makin memperbanyak kotoran itu di masjid. Oleh sebab itu orang yang sudah terlanjur melakukan semacam itu, hendaklah mengusapnya dengan bajunya, tangannya, sapu tangan, tissue, ataupun benda-benda lainnya atau membasuhnya -yakni mencucinya dengan air-.
1691. Dari Aisyah radhiallahu 'anha bahwasanya Rasulullah s.a.w. melihat ingus atau ludah atau dahak di dinding Ka'bah, lalu beliau s.a.w. menggaruknya." (Muttafaq 'alaih)
1692. Dari Anas
r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya masjid-masjid ini
tidak patut untuk melakukan sesuatu dari kencing ini dan tidak patut pula untuk
membuang kotoran. Sesungguhnya masjid itu adalah untuk berdzikir kepada Allah
Ta'ala dan membaca al-Quran." Atau semacam di atas itulah yang disabdakan oleh
Rasulullah s.a.w. (Riwayat Muslim)
Bab 310. Makruhnya Bertengkar Dalam Masjid, Mengeraskan Suara Di Dalamnya, Menanyakan Apa-apa Yang Hilang, Jual Beli Persewaan Dan Hal-Hal Lainnya Yang Termasuk Muamalat -Jual Beli-
1693. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya ia mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa mendengar seseorang yang menanyakan -mencari- sesuatu benda yang hilang dalam masjid, maka hendaklah ia mengucapkan: "Semoga Allah tidak mengembalikan apa-apa yang hilang itu kepadamu, sebab sesungguhnya masjid itu tidaklah didirikan untuk keperluan itu." (Riwayat Muslim)
1694. Dari Abu Hurairah r.a. pula bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Jikalau engkau semua melihat seseorang menjual atau membeli -yakni berjual beli- dalam masjid, maka katakanlah: "Semoga Allah tidak memberikan keuntungan pada daganganmu." Juga jikalau engkau semua melihat ada orang yang menanyakan -mencari- sesuatu yang hilang, maka katakanlah: "Semoga Allah tidak mengembalikan sesuatu yang hilang itu padamu." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.
1695. Dari Buraidah r.a. bahwasanya ada seorang lelaki menanyakan -sesuatu yang hilang- di masjid, lalu ia berkata: "Siapakah yang dapat menunjukkan kepada saya unta merah -yang menjadi miliknya-? Kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: "Semoga engkau tidak dapat menemukannya lagi. Sesungguhnya masjid itu didirikan untuk keperluan yang dengan sebab itu ia didirikan." Yakni untuk ibadah dan keperluan lain-lain yang berhubungan dengan keagamaan. (Riwayat Muslim)
1696. Dari 'Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari neneknya lelaki r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. melarang dari berjual beli di dalam masjid dan kalau sesuatu yang hilang itu ditanyakan -yakni dicari dengan menanya-nanyakan kepada orang lain- di dalamnya, juga -melarang- kalau sesuatu sya'ir diucapkan di dalamnya pula," -tetapi kalau sya'ir itu mengandung isi puji-pujian kepada Nabi s.a.w., untuk ketauhidan dan yang berisikan ilmu pengetahuan yang dituntut oleh agama, maka tidak ada salahnya-. Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud danTirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan
1697. Dari as-Saib
bin Yazid as-Shahabi r.a., katanya: "Saya berada di masjid, lalu saya dilempar
kerikil oleh seseorang, kemudian saya melihatnya, tiba-tiba yang melempar itu
adalah Umar bin al-Khaththab r.a. Ia berkata: "Pergilah dan datanglah kepadaku
dengan membawa dua orang itu." Saya lalu datang kepadanya dengan dua orang
tersebut, Umar lalu bertanya: "Dari manakah Anda berdua ini datang?" Keduanya
menjawab: "Dari Thaif." Lalu Umar berkata lagi: "Andaikata Anda berdua dari
penduduk negeri ini -yakni Madinah-, niscaya Anda berdua akan saya sakiti, sebab
anda berdua memperkeraskan suara dalam masjidnya Rasulullah s.a.w." (Riwayat
Bukhari)
Bab 311. Larangan Makan Bawang Putih, Bawang Merah, Petai Dan Lain-lain Yang Mengandung Bau Busuk Akan Masuk Masjid Sebelum Lenyapnya Bau Tersebut -Dari Mulut- Kecuali Kalau Darurat -Terpaksa-
1698. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang makan buah dari pohon ini -yakni bawang putih- maka janganlah sekali-kali mendekati masjid kami." (Muttafaq 'alaih) Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan: "Jangan mendekat ke masjid-masjid kita."
1699. Dari Anas r.a., katanya: "Nabi s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang makan buah dari pohon ini -yakni bawang putih-, maka janganlah mendekati kita dan jangan sekali-kali bershalat bersama dengan kita." (Muttafaq 'alaih)
1700. Dari Jabir r.a., katanya: "Nabi s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang makan bawang putih atau bawang merah, maka hendaklah menjauhkan diri dari kita atau pula supaya ia menjauhkan diri dari masjid kita." (Muttafaq 'alaih) Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan: "Barangsiapa yang makan bawang merah, bawang putih dan petai, maka janganlah sekali-kali mendekati masjid kita, karena sesungguhnya malaikat itu merasa disakiti -yakni tidak enak perasaannya- sebagaimana merasa disakitinya -yakni tidak enaknya perasaan- anak Adam daripada bau benda-benda itu."
1701. Dari Umar bin
al-Khaththab r.a. bahwasanya ia berkhutbah pada hari Jum'at, lalu ia berkata
dalam khutbahnya; "Kemudian, sesungguhnya engkau sekalian itu, wahai para
manusia sama makan dari buah kedua pohon ini. Saya tidak melihat kedua nya itu
melainkan sebagai benda yang busuk baunya, yaitu bawang merah dan bawang putih.
Saya telah melihat Rasulullah s.a.w., apabila beliau menyuruh ia datang dan
selanjutnya diperintah keluar ke Baqi'. Maka barangsiapa yang memakan keduanya,
hendaklah mematikan -menghilangkan- dulu baunya dengan jalan direbus." (Riwayat
Muslim) Keterangan: Baqi' ialah tempat pemakaman kaum Muslimin di Madinah,
Maksudnya disuruh pergi ke Baqi' ialah untuk mempersangatkan ketidaksukaan
beliau s.a.w. pada bau kedua buah tersebut kalau ada di masjid, kemudian supaya
menghilangkan bau itu di sana dengan berkumur serta menggosok gigi dan
sebagainya.
Bab 312. Makruhnya Duduk Ihtiba' Pada Hari Jum'at Di Waktu Imam Sedang Berkhutbah, Sebab Duduk Semacam Itu Dapat Menyebabkan Timbulnya Kantuk Lalu Tidak Memperhatikan Lagi Untuk Mendengarkan Khutbah Dan Pula Ditakutkan Akan Batalnya Wudhu'
1702. Dari Mu'az
bin Anas al-Juhani r.a. bahwasanya Rasulullah melarang dari duduk ihtiba' pada
hari Jum'at, sedang Imam waktu itu berkhutbah." Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu
Dawud dan Tirmidzi dan Tirmidzi mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.
Keterangan: Ihtiba' ialah duduk berjongkok sambil membelitkan sesuatu dari
pinggang ke lutut atau tangannya merangkul lutut.
Bab 313. Larangan Bagi Seseorang Yang Didatangi Tanggal Sepuluh Zulhijjah Dan Ia Hendak Menyembelih Kurban Kalau Ia Mengambil -Memotong Atau Mencukur- Sesuatu Dari Rambut Atau Kukunya Sendiri, Sehingga Ia Selesai Menyembelih Kurban Tadi
1703. Dari Ummu
Salamah radhiallahu 'anha, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa
yang memiliki binatang kurban yang hendak disembelihnya, maka apabila telah
tampak sabitnya bulan Dzulhijjah, janganlah sekali-kali ia mengambil -yakni
memotong atau mencukur- dari rambutnya dan jangan pula dari kuku-kukunya
sedikitpun, sehingga ia selesai menyembelih kurbannya itu." (Riwayat
Muslim)
Bab 314. Larangan Bersumpah Dengan Menggunakan Makhluk Seperti Nabi, Ka'bah, Malaikat, Langit, Nenek Moyang, Kehidupan, Ruh, Kepala, Kehidupan Sultan, Kenikmatan Sultan, Tanah Si Fulan, Amanat Dan Sumpah-sumpah Semacam Inilah Yang Terkeras Larangannya
1704. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya Allah Ta'ala itu melarang engkau semua kalau bersumpah dengan menggunakan -nama- nenek moyangmu semua. Maka barangsiapa yang bersumpah, hendaklah ia bersumpah dengan Allah saja atau lebih baik diamlah." (Muttafaq 'alaih) Dalam sebuah riwayat dalam shahih Muslim disebutkan: Nabi s.a.w. bersabda: "Maka barangsiapa yang bersumpah, maka janganlah bersumpah melainkan dengan Allah atau hendaklah ia berdiam saja."
1705. Dari Abdur Rahman bin Samurah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua bersumpah dengan menggunakan berhala-berhala dan jangan pula dengan nenek moyangmu semua." (Riwayat Muslim) Aththawaghi jama'nya thaghiah yaitu berhala-berhala, dari kata ini terdapat sebuah hadits yang artinya: "Ini adalah berhala Daus," yaitu berhala kepunyaan kabilah Daus serta itulah yang disembah oleh mereka. Dalam riwayat selain Muslim disebutkan: bith thawaghit, ini adalah jamaknya thaghut dan artinya ialah syaitan dan dapat pula diartikan berhala.
1706. Dari Buraidah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang bersumpah dengan menggunakan kata amanat, maka ia bukanlah termasuk golongan kita -kaum Muslimin-. Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad shahih.
1707. Dari Buraidah r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang bersumpah lalu mengatakan: "Sesungguhnya saya telah melepaskan diri dari Islam," maka jikalau ia berdusta maka dosanya adalah sebagaimana yang diucapkan sendiri itu, tetapi jikalau ia benar-benar seperti ucapannya tadi, maka tidak akan ia kembali ke agama Islam dengan selamat." (Riwayat Abu Dawud)
1708. Dari ibnu
Umar radhiallahu 'anhuma bahwasanya ia mendengar seorang lelaki berkata: "Tidak,
demi Ka'bah." Lalu Ibnu Umar berkata: "Janganlah engkau bersumpah dengan selain
Allah, sebab sesungguhnya saya telah mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Barangsiapa yang bersumpah dengan selain Allah, maka ia dapat menjadi kafir
atau musyrik." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini
adalah hadits hasan. Selanjutnya Imam Tirmidzi berkata: "Sebagian para alim
ulama menafsirkan sabdanya: kafara au asyraka -yakni dapat menjadi kafir atau
musyrik- itu sebagai kata memperkeraskan larangan, sebagaimana juga diriwayatkan
bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: Arriau syirkun -yakni pamer atau riya itu
adalah kemusyrikan-." [Baca Status
Hadits Disini]
Bab 315. Memperkeraskan Keharamannya Bersumpah Dusta Dengan Sengaja
1709. Dari Ibnu Mas'ud r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang bersumpah atas harta seorang Muslim yang bukan haknya -yakni dengan maksud akan diambilnya dengan menggunakan sumpah dusta-, maka orang itu akan menemui Allah -di waktu matinya atau pada hari kiamat nanti-, sedang Allah amat murka sekali kepadanya." Ibnu Mas'ud berkata: "Rasulullah s.a.w. lalu membacakan kepada kita, untuk menunjukkan kebenaran sabdanya itu, yakni dari Kitabullah 'Azzawajalla -yang artinya-: "Sesungguhnya orang-orang yang membeli -yakni menukar- janji Allah dan sumpah mereka sendiri dengan harga murah," sampai ke akhir ayat. (Muttafaq 'alaih) Lanjutan ayat di atas ialah: "Mereka yang berbuat demikian tidak akan memperoleh bagian di akhirat. Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka, tidak memperhatikan mereka pada hari kiamat dan tidak pula menyucikan mereka dan mereka akan mendapatkan siksa yang pedih".
1710. Dari Abu Umamah yaitu Iyas bin Tsa'labah al-Haritsi r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang mengambil hak seorang Muslim dengan menggunakan sumpahnya -yakni dengan sumpah dusta atau palsu-, maka Allah mewajibkan untuknya neraka dan mengharamkan syurga padanya." Kemudian ada seorang lelaki berkata: "Bagaimanakah kalau yang diambilnya itu hanya sesuatu benda yang remeh saja, ya Rasulullah." Beliau s.a.w. menjawab: "Sekalipun yang diambilnya itu hanyalah setangkai kayu arak -untuk bersiwak-." (Riwayat Muslim)
1711. Dari Abdullah
bin 'Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Dosa-dosa
besar itu ialah menyekutukan sesuatu dengan Allah, melawan -yakni berani- kepada
kedua orang tua, membunuh jiwa dan sumpah dusta -yakni palsu-." (Riwayat
Bukhari) Dalam riwayat Imam Bukhari yang lain disebutkan: Ada seorang A'rab
-penghuni pedalaman negeri Arab- datang kepada Nabi s.a.w., lalu berkata: "Ya
Rasulullah, apa sajakah dosa-dosa besar itu? Beliau s.a.w. menjawab: "Yaitu
menyekutukan sesuatu dengan Allah." Orang itu berkata lagi: "Kemudian apakah?"
Beliau s.a.w. menjawab: "Yaitu sumpah dusta -yakni palsu-." Saya -Abdullah
bin'Amr- berkata: "Apakah sumpah dusta itu?" Beliau s.a.w. menjawab: "Yaitu
orang yang mengambil hartanya seorang Muslim," yakni dengan menggunakan sumpah,
sedangkan orang itu berdusta dalam sumpahnya itu.
Bab 316. Sunnahnya Seseorang Yang Sudah Terlanjur Mengucapkan Sumpah, Lalu Melihat Ada Yang Lebih Baik Dari Yang Disumpahkannya Itu, Supaya Ia Mengerjakan Saja Apa Yang Lebih Baik Tersebut Tadi Kemudian Membayar Denda Atas Sumpahnya Tersebut
1712, Dari Abdur Rahman bin Samurah r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda kepada saya: "Dan jikalau engkau mengucapkan sumpah atas sesuatu sumpah, lalu engkau melihat yang lainnya itu lebih baik daripada yang engkau sumpahkan tadi, maka datangilah yang lebih baik itu dan bayarkanlah kaffarah -yakni dendanya- dari sumpahmu tersebut." (Muttafaq 'alaih)
1713. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa bersumpah atas sesuatu sumpah lalu melihat yang lainnya itu lebih baik daripada yang disumpahkannya, maka bayarkanlah kaffarah -yakni denda- dari sumpahnya tersebut dan sebaiknya mengerjakan yang lebih baik tadi." (Riwayat Muslim)
1714. Dari Abu Musa r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya saya, demi Allah. Insya Allah tidak akan bersumpah atas sesuatu sumpah, kemudian saya melihat ada yang lebih baik dari apa yang saya sumpahkan tadi, melainkan saya bayarkan sajalah kaffarah -yakni denda- dari sumpah saya tadi dan saya mengerjakan yang lebih baik itu." (Muttafaq 'alaih)
1715. Dari Abu
Hurairah r.a. katanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya kalau seseorang
diantara engkau semua itu berlarut-larut dalam sumpahnya dan tidak membayarkan
kaffarahnya -yakni dendanya- dalam keluarganya, hal itu adalah lebih berdosa
baginya di sisi Allah Ta'ala daripada ia memberikan kaffarah yang telah
diwajibkan oleh Allah atas dirinya." (Muttafaq 'alaih) Maksudnya: Seseorang yang
bersumpah lalu melihat ada yang lebih baik dari yang disumpahkannya tadi, tetapi
ia tetap dalam sumpahnya dan tidak suka mengerjakan yang lebih baik itu, lalu
membayar kaffarah dari yang sudah terlanjur disumpahkan, hal itu adalah lebih
berdosa daripada kalau ia membayar saja kaffarahnya sumpah yang terlanjur itu,
kemudian mengerjakan yang dilihat lebih baik tadi. Sabdanya: Yalajja dengan
fathahnya lam dan tasydidnya jim yaitu berlarut terus dalam sumpahnya dan tidak
membayar kaffarah, sedang sabdanya: Atsamu dengan tsa' bertitik tiga, artinya
ialah lebih banyak dosanya.
Bab 317. Pengampunan Atas Sumpah Yang Tidak Disengaja Dan Bahwasanya Sumpah Semacam Ini Tidak Perlu Dibayarkan Kaffarah -Denda-, Yaitu Sumpah Yang Biasa Meluncur Atas Lisan Tanpa Adanya Kesengajaan, Seperti Seseorang Yang Sudah Biasa Mengucapkan: "Tidak, Wallahi" Dan "Ya, Wallahi" Dan Lain-lain Sebagainya
Allah Ta'ala berfirman: "Allah tidak akan menuntut engkau semua dengan sebab sumpahmu semua yang tidak disengaja, tetapi Allah menyiksa engkau semua karena sumpah yang engkau semua teguhkan ikatannya. Maka kaffarah -yakni denda- sumpah yang sedemikian ini ialah memberi makan sepuluh orang miskin dengan makanan yang biasa engkau semua berikan kepada keluargamu atau memberikan pakaian kepada mereka atau memerdekakan hamba sahaya. Barangsiapa tidak menemukan semua itu -yakni tidak kuasa melakukannya-, maka kaffarahnya ialah berpuasa tiga hari, demikian itulah kaffarahnya sumpah yang engkau semua sumpahkan dan jagalah sumpahmu semua itu." (al-Maidah: 89)
1716. Dari Aisyah
radhiallahu'anha, katanya: "Ayat ini diturunkan, yaitu: La yuaakhidzukumullahu
bil laghwi fi aimanikum -sebagaimana yang tercantum itu- untuk menjelaskan kata
seseorang yang berbunyi: "Tidak, demi Allah" dan "Ya, demi Allah." (Riwayat
Bukhari)
Bab 318. Makruhnya Bersumpah Dalam Berjualan, Sekalipun Benar Kata-katanya
1717. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bersumpah itu menyebabkan lakunya dagangan tetapi melenyapkan keberkahan hasil usaha." (Muttafaq 'alaih)
1718. Dari Abu
Qatadah r.a. bahwasanya ia mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Takutlah
engkau semua pada banyaknya mengucapkan sumpah, sebab sesungguhnya sumpah itu
dapat melakukan -menyebabkan dagangan laku dengan keuntungan banyak-, tetapi
kemudian menyebabkan kelenyapannya -keberkahan hasil usaha-." (Riwayat
Muslim)
Bab 319. Makruhnya Seseorang Meminta Dengan ZatNya Allah 'Azza Wa Jalla Selain Dari Syurga Dan Makruhnya Menolak Seorang Yang Meminta Dengan Menggunakan Ucapan "Dengan Allah Ta'ala" Serta Bersyafa'at Dengan Kata-kata Itu
1719. Dari Jabir r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah dimintakan dengan menggunakan kalimat: "Dengan Zatnya Allah", melainkan syurga." (Riwayat Abu Dawud) [Baca Status Hadits Disini]
1720. Dari Ibnu
Umar radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa
yang meminta perlindungan dengan menggunakan kata-kata: "Dengan nama Allah,"
maka berilah ia perlindungan dan barangsiapa meminta dengan menggunakan: "Dengan
nama Allah," maka berilah ia. Juga barangsiapa yang mengundang engkau semua,
maka kabulkanlah undangannya itu. Barangsiapa yang berbuat sesuatu kebaikan
kepadamu semua maka balaslah kebaikannya itu. Jikalau engkau semua tidak
mendapatkan sesuatu yang digunakan sebagai balasan kepadanya, maka berdoa
sajalah untuk kebaikan orang yang memberi tadi, sehingga engkau semua merasa
bahwa engkau semua telah memberikan balasannya kebaikannya tadi." Hadits shahih
yang diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan Nasa'i dengan isnad-isnad kedua
shahih Bukhari dan Muslim.
Bab 320. Haramnya Mengucapkan Syahansyah -Maha Raja Atau Raja Di Raja- Untuk Seorang Sultan Atau Lain-lainnya, Sebab Artinya Itu Adalah Raja Dari Sekalian Raja, Sedangkan Tidak Boleh Diberi Sifat Sedemikian Itu Melainkan Allah Subhanahu Wa Ta'ala
1721. Dari Abu
Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Sesungguhnya serendah-rendahnya nama
di sisi Allah 'Azzawajalla ialah seorang lelaki yang menamakan dirinya Raja Di
Raja -atau Maha Raja-." (Muttafaq 'alaih) Sufyan bin Unaiyah berkata: "Raja Di
Raja itu ialah seperti Syahansyah".
Bab 321. Larangan Memanggil Orang Fasik Atau Orang Yang Berbuat Kebid'ahan Dan Yang Semacam Itu Dengan Ucapan "Tuan -Sayyid-" Dan Yang Seumpamanya
1722. Dari Buraidah
r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua mengucapkan
sayyid -atau Tuan- untuk seorang munafik, sebab sesungguhnya saja jikalau orang
itu benar-benar menjadi sayyid -yang artinya tinggi martabatnya di atas
orang-orang lain yakni menjadi pemimpin-, maka engkau semua benar-benar telah
membuat kemurkaan Tuhanmu sekalian 'Azza wajalla." Diriwayatkan oleh Imam Abu
Dawud dengan isnad shahih.
Bab 322. Makruhnya Memaki-maki Penyakit Panas
1723. Dari Jabir
r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. masuk ke tempat Ummu Saib atau Ummul Musayyab,
lalu ia berkata: "Mengapa Anda, hai Ummu Saib" atau "Hai Ummul Musayyab. Mengapa
Anda gemetar." Wanita itu menjawab: "Dihinggapi penyakit panas. Semoga Allah
tidak memberkahi penyakit ini." Jabir berkata: "Janganlah Anda memaki-maki
penyakit panas itu, sebab sesungguhnya penyakit itu dapat melenyapkan semua
kesalahan anak Adam, sebagaimana dapur pandai besi dapat melenyapkan kotoran
-yakni karat- besi." (Riwayat Muslim) Tuzafzifina yakni bergerak-gerak dengan
gerakan keras sekali -yakni gemetar-. Maknanya sama dengan Tarta'idu.
Tuzafzifina itu dengan dhammahnya ta' dan dengan zai yang didobbelkan serta fa'
yang didobbelkan pula. Diriwayatkan pula dengan ra' yang didobbelkan dan dua qaf
-lalu berbunyi Turaqriqina.
Bab 323. Larangan Memaki-maki Angin Dan Uraian Apa Yang Diucapkan Ketika Ada Hembusan Angin
1724. Dari Abul Mundzir yaitu Ubay bin Ka'ab r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua memaki-maki angin, maka jikalau engkau semua melihat sesuatu yang tidak engkau semua sukai, maka ucapkanlah -yang artinya: "Ya Allah, sesungguhnya kita semua memohonkan kepadaMu akan kebaikannya angin ini dan kebaikan apa yang terkandung di dalamnya dan kebaikan apa yang ia diperintahkan, juga kita mohon perlindungan kepadaMu dari keburukannya angin ini dan keburukan apa yang terkandung di dalamnya serta keburukan apa yang ia diperintahkan." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih.
1725. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Angin itu adalah dari rahmat Allah, ia datang dengan membawa kerahmatan dan adakalanya ia datang dengan membawa siksa. Maka jikalau engkau semua melihat angin, janganlah engkau semua memaki-makinya dan mohonlah kepada Allah akan kebaikannya dan mohonlah perlindungan kepada Allah daripada kejahatannya." Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad hasan. Sabdanya s.a.w.: Min rauhillah, dengan fathahnya ra', artinya kerahmatan Allah kepada hamba-hambaNya.
1726. Dari Aisyah
radhiallahu 'anha, katanya: "Nabi s.a.w. itu apabila angin berhembus keras,
beliau mengucapkan doa -yang artinya-: "Ya Allah, sesungguhnya saya mohon
kepadaMu akan kebaikan angin ini dan kebaikan apa-apa yang terkandung di
dalamnya dan juga kebaikan sesuatu yang ia dikirimkan untuknya. Saya juga mohon
perlindungan kepadamu daripada kejahatan angin ini dan apa-apa yang terkandung
di dalamnya dan juga sesuatu yang ia dikirimkan untuknya." (Riwayat
Muslim)
Bab 324. Makruhnya Memaki-maki Ayam
1727. Dari Zaid bin
Khalid al-Juhani r.a. katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau
semua memaki-maki ayam, sebab sesungguhnya ayam -yang jantan- itu membangunkan
untuk shalat." Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad shahih.
Bab 325. Larangan Seseorang Mengucapkan "Kita Disirami Air Hujan Karena Barokah Dari Bintang Anu"
1728. Dari Zaid bin
Khalid r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. shalat Subuh bersama kita sekalian di
Hudaibiyah yaitu di tanah bekas terkena siraman air hujan dari langit yang
terjadi pada malam harinya itu. Setelah beliau s.a.w. selesai shalat, lalu
menghadap kepada orang banyak, kemudian bersabda: "Adakah engkau semua
mengetahui apa yang difirmankan oleh Tuhanmu semua?" Para sahabat menjawab:
"Allah dan RasulNya itulah yang lebih mengetahui." Beliau s.a.w. lalu bersabda:
"Allah Ta'ala berfirman: "Berpagi-pagi diantara hamba-hambaKu itu ada yang
menjadi orang mu'min dan ada yang menjadi orang kafir. Adapun orang yang
berkata: "Kita dikarunia hujan dengan keutamaan Allah serta dengan
kerahmatanNya, maka yang sedemikian itulah orang mu'min kepadaKu dan kafir
kepada bintang. Adapun orang yang berkata: "Kita diberi hujan dengan berkahnya
bintang Anu atau Anu, maka yang sedemikian itulah orang yang kafir padaku dan
mu'min kepada bintang." (Muttafaq 'alaih) Assama' di sini artinya hujan -karena
ia turun dari langit-. Keterangan: Menjadi kafir kepada Allah, karena berkata
sebagaimana di atas itu, jikalau ia mengimankan dengan sebenar-benarnya bahwa
memang bintang itulah yang kuasa menurunkan hujan. Kafir di sini dapat pula
diartikan menutupi kenikmatan Allah yang telah dikaruniakan padanya.
Bab 326. Haramnya Seseorang Mengatakan Kepada Sesama Orang Muslim: "Hai Orang Kafir"
1729. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Apabila ada seseorang berkata kepada saudaranya -sesama Muslimnya-: "Hai orang kafir," maka salah seorang dari keduanya -yakni yang berkata atau dikatakan- kembali dengan membawa kekafiran itu. Jikalau yang dikatakan itu benar-benar sebagaimana yang orang itu mengucapkan, maka dalam orang itulah adanya kekafiran, tetapi jikalau tidak, maka kekafiran itu kembali kepada orang yang mengucapkannya sendiri." (Muttafaq 'alaih)
1730. Dari Abu Zar
r.a. bahwasanya ia mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang
memanggil orang lain dengan sebutan kekafiran atau berkata bahwa orang itu musuh
Allah, padahal yang dikatakan sedemikian itu sebenarnya tidak, melainkan
kekafiran itu kembalilah pada dirinya sendiri." (Muttafaq 'alaih) Haara artinya
kembali.
Bab 327. Larangan Berbuat Kekejian -Atau Melanggar Batas- Serta Berkata Kotor
1731. Dari Ibnu Mas'ud r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bukanlah seorang mu'min yang suka mencemarkan nama orang lain, atau yang suka melaknat dan bukan pula yang berbuat kekejian serta yang kotor mulutnya." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.
1732. Dari Anas
r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: Tidaklah kekejian -atau melanggar
batas menurut ketentuan syara' atau adat suatu masyarakat- itu bertempat dalam
sesuatu, melainkan ia akan menyebabkan celanya dan tidaklah sifat malu itu
bertempat dalam sesuatu, melainkan ia akan merupakan hiasannya -yakni malu
mengerjakan kejahatan atau apa-apa yang tidak sopan-." Diriwayatkan oleh Imam
Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.
Bab 328. Makruhnya Memaksa-maksakan Keindahan Dalam Bercakap-cakap Dengan Jalan Berlagak Sombong Dalam Mengeluarkan Kata-kata Dan Memaksa-maksakan Diri Untuk Dapat Berbicara Dengan Fasih Atau Menggunakan Kata-kata Yang Asing -Sukar Diterima- Serta Susunan Yang Rumit-rumit Dalam Bercakap-cakap Dengan Orang Awam Dan Yang Seumpama Mereka Itu
1733. Dari Ibnu Mas'ud r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Rusak binasalah orang-orang yang suka berlebih-lebihan -melebihi kadar kemampuan dirinya sendiri-." Beliau s.a.w. menyabdakan ini tiga kali. (Riwayat Muslim) Almutanaththi'una yaitu orang-orang yang berlebih-lebihan dalam segala perkara.
1734. Dari Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya Allah itu membenci kepada seorang yang berlebih-lebihan dalam cara mengeluarkan kata-kata -ketika berbicara- dari golongan kaum lelaki, yaitu orang yang mencela-cela -yakni mempermainkan- lidahnya, sebagaimana lembu di waktu mencela-cela -yakni mempermainkan lidahnya itu-." Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan Tirmidzi dan Tirmidzi mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.
1735. Dari Jabir
r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya termasuk golongan
orang yang paling saya cintai diantara engkau semua serta yang terdekat
kedudukannya dengan saya pada hari kiamat ialah yang terbaik budi pekertinya
diantara engkau semua itu dan sesungguhnya termasuk golongan orang yang paling
saya benci diantara engkau semua serta yang terjauh kedudukannya dengan saya
pada hari kiamat ialah orang yang banyak bicara, sombong bicaranya serta merasa
tinggi apa yang dibicarakannya itu -karena kecongkaannya-." Diriwayatkan oleh
Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan. Uraian hadits ini
telah lampau dalam bab "Bagusnya Budi Pekerti" -lihat hadits no.629-.
Bab 329. Makruhnya berkata: "Jiwaku Buruk -Busuk-"
1736. Dari Aisyah radhiallahu 'anha dari Nabi s.a.w. bersabda: "Janganlah sekali-kali seseorang diantara engkau semua itu mengucapkan: "Jiwaku Buruk -atau Busuk-" tetapi hendaklah mengatakan: "Jiwaku tercela." (Muttafaq 'alaih)
Keterangan:
Dalam menggunakan
kata-kata itu sedapat mungkin dipilih kata-kata yang sopan bila didengar oleh
orang lain.
Bab 330. Makruhnya Menamakan Anggur Dengan Sebutan Alkarmu
1737. Dari Abu Hurairah r.a. katanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua menamakan anggur dengan sebutan alkarmu -artinya mulia-, sebab alkarmu itu adalah sebutan seorang Muslim." (Muttafaq 'alaih) Ini adalah lafaznya Imam Muslim. Dalam riwayat lain disebutkan: "Karena sesungguhnya alkarmu itu adalah hati seorang Muslim." Dalam riwayat Imam-imam Bukhari dan Muslim disebutkan: 'Orang-orang itu sama mengatakan alkarmu, sesungguhnya alkarmu itu adalah hati nuraninya seorang mu'min."
1738. Dari Wa-il
bin Hujr r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Janganlah engkau semua mengatakan
alkarmu, tetapi katakan sajalah anggur -yakni 'inab- dan alhablah." (Riwayat
Muslim) Alhablah dengan fathahnya ha' dan ba', dapat juga dikatakan dengan
sukunnya ba'.
Bab 331. Larangan Menguraikan Sifat -Keadaan Atau Hal Ihwal- Wanita Kepada Seorang Lelaki, Kecuali Kalau Ada Keperluan Untuk Berbuat Sedemikian Itu Untuk Kepentingan Syara' Seperti Hendak Mengawininya Dan Sebagainya
1739. Dari Ibnu
Mas'ud r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah seorang wanita
menyentuh wanita lain, lalu ia memberitahukan keadaan atau sifat wanita itu
kepada suaminya yang seolah-olah suami tadi dapat melihat wanita yang
diterangkannya tadi." (Muttafaq 'alaih)
Bab 332. Makruhnya Seseorang Mengucapkan Dalam Doanya: "Ya Allah, Ampunilah Saya Kalau Engkau Berkehendak", Tetapi Haruslah Ia Memantapkan Permohonannya Itu
1740. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah seseorang diantara engkau semua mengucapkan -ketika berdoa-: "Ya Allah, ampunilah saya, jikalau Engkau menghendaki. Ya Allah, belas kasihanilah saya jikalau Engkau menghendaki." Tetapi hendaklah ia memantapkan permohonannya -seolah-olah memastikan akan berhasilnya-, sebab sesungguhnya Allah itu tidak ada yang memaksa padaNya -untuk mengabulkan atau menolak sesuatu permohonan-." (Muttafaq 'alaih) Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan: "Tetapi hendaklah orang yang memohon itu bersikap mantap -olah-olah pasti terkabul doanya- dan hendaklah ia memperbesarkan keinginannya untuk dikabulkan itu, karena sesungguhnya Allah itu tidak ada sesuatu yang dipandang besar -sulit- olehNya yang dapat diberikan kepada orang yang memohonnya itu."
1741. Dari Anas
r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Apabila seseorang diantara engkau
semua berdoa, maka hendaklah memantapkan permohonannya -seolah-olah pasti akan
kabulkan- dan janganlah sekali-kali ia mengucapkan: "Ya Allah, kalau engkau
berkehendak, maka berikanlah apa yang saya mohonkan itu," sebab sesungguhnya
Allah itu tidak ada yang kuasa memaksanya -untuk mengabulkan atau menolak
sesuatu permohonan-." (Muttafaq 'alaih)
Bab 333. Makruhnya Mengucapkan: ''Sesuatu Yang Allah Menghendaki Dan Si Fulan Itu Juga Menghendaki"
1742. Dari Hudzaifah bin al-Yaman r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Janganlah engkau semua mengucapkan: "Sesuatu yang dikehendaki oleh Allah dan juga dikehendaki oleh si Fulan," tetapi ucapkanlah: "Sesuatu yang dikehendaki oleh Allah, kemudian si Fulan itupun berkehendak -menginginkan- demikian." Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad shahih.
Keterangan:
Dalam kalimat
pertama, mengandung unsur menyekutukan Allah, walaupun mungkin yang berkata
demikian tidak bermaksud demikian. Sedangkan pada kalimat yang kedua, hanya
karena kehendak Allah saja, kemudian kebetulan si Fulan pun berkehendak yang
sama, yakni memang itu yang diinginkannya. Jadi sama sekali bukan karena
kehendak si Fulan, si Fulan hanya menginginkan, hanya berharap, berkeinginan
akan sesuatu. Adapun sebabnya hanya satu : Atas kehendak Allah.
Bab 334. Makruhnya Bercakap-cakap Sehabis Shalat Isya' Yang Akhir
Yang dimaksudkan dengan bercakap-cakap sebagaimana di atas itu ialah bercakap-cakap yang sifatnya mubah dalam selain waktu sehabis shalat Isya' itu, yakni yang mengerjakan atau meninggalkannya sama saja -artinya tidak berpahala dan juga tidak berdosa-. Adapun percakapan yang diharamkan atau yang dimakruhkan dalam selain waktu itu, maka jikalau dalam waktu ini -yakni sehabis shalat Isya'- menjadi lebih-lebih lagi haram dan makruhnya. Tetapi percakapan yang mengenai soal-soal kebaikan semacam saling mengingatkan perihal ilmu pengetahuan keagamaan atau cerita-cerita mengenai orang-orang yang shalih, tentang budi pekerti luhur ataupun berbicara dengan tamu atau beserta orang yang hendak menyelesaikan keperluannya dan lain-lain sebagainya, maka sama sekali tidak ada kemakruhannya, bahkan dapat menjadi disunnahkan. Demikian pula bercakap-cakap karena ada sesuatu keuzuran -yakni kepentingan- dan sesuatu yang datang mendadak, juga tidak dimakruhkan. Sudah jelaslah hadits-hadits yang shahih dalam menguraikan soal-soal sebagaimana yang saya sebutkan di atas.
1743. Dari Abu Barzah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. itu tidak suka tidur sebelum melakukan shalat Isya' dan juga tidak suka bercakap-cakap sehabis melakukan shalat Isya' itu. (Muttafaq 'alaih)
1744. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. shalat Isya' pada akhir hayatnya, lalu setelah -mengucapkan- salam beliau s.a.w. bersabda: "Adakah engkau semua mengetahui malam harimu ini. Sesungguhnya pada pangkal seratus tahun lagi tidak seorangpun yang tertinggal dari golongan orang yang ada di atas permukaan bumi pada hari ini -yakni di kalangan para sahabat dan manusia yang lain-lain yang hidup pada saat hadits ini disampaikan Nabi-." (Muttafaq 'alaih) Keterangan: Apa yang disabdakan oleh Nabi s.a.w. di atas adalah menjadi kenyataan ketika wafatnya sahabat beliau s.a.w. yang terakhir yaitu Abuththufail yakni 'Amir bin Wailah. Ia wafat pada tahun110 H yaitu pangkal seratus tahun dari ketika beliau s.a.w. menyabdakan hadits di atas. Hadits di atas menunjukkan bolehnya bercakap-cakap sehabis shalat Isya', karena berhubungan dengan mempelajari ilmu pengetahuan.
1745. Dari Anas
r.a. bahwasanya para sahabat sama menantikan Nabi s.a.w. -untuk shalat Isya'-,
lalu beliau s.a.w. datang kepada mereka hampir-hampir di pertengahan malam,
kemudian shalatlah beliau bersama mereka -yakni shalat Isya' itu-. Anas r.a.
berkata: "Selanjutnya beliau berkhutbah -yakni memberi penerangan- kepada kita,
sabdanya: "Ingat, bahwasanya para manusia -yang lain-lain- sudah sama shalat
kemudian tidur, sedangkan engkau semua tetap dianggap seperti dalam shalat,
selama engkau semua menantikan shalat itu." (Riwayat Bukhari)
Bab 335. Haramnya Seorang Istri Menolak Untuk Diajak Ke Tempat Tidur Suaminya, Jikalau Suami Itu Mengajaknya, Sedangkan Istrinya Itu Tidak Mempunyai Uzur Yang Dibenarkan Oleh Syara'
1746. Dari Abu
Hurairah r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Jikalau seorang lelaki
mengajak istrinya ketempat tidurnya, lalu istrinya itu menolak, kemudian suami
itu semalaman dalam keadaan marah, maka istrinya itu dilaknat oleh para malaikat
sampai waktu paginya." (Muttafaq 'alaih) Dalam riwayat lain disebutkan: "Sampai
istrinya itu kembali -suka mengikuti kemauan suaminya-."
Bab 336. Haramnya Seorang Istri Mengerjakan Puasa Sunnah Di Waktu Suaminya Ada Di Rumah, Melainkan Dengan Izin Suaminya Itu
1747. Dari Abu
Hurairah r.a. bahwsanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidak halallah bagi seorang
istri kalau ia berpuasa, sedangkan suaminya menyaksikan -yakni ada di rumah-
melainkan dengan izin suaminya tersebut. Juga tidaklah dianggap sudah mendapat
izin kalau ia dalam rumah suaminya itu, kecuali izin suaminya sendiri."
(Muttafaq 'alaih)
Bab 337. Larangan Untuk Makmum Bila Mengangkat Kepala Dari Ruku' Atau Sujud Sebelum Imam -Yakni Mendahului Imam-
1748. Dari Abu
Hurairah r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Adakah seorang diantara kamu itu
tidak takut apabila ia mengangkat kepalanya sebelum imam, lalu Allah akan
mengganti kepalanya menjadi bentuk kepala keledai atau bentuknya sama sekali
dijadikan oleh Allah dalam bentuk keledai." (Muttafaq 'alaih)
Bab 338. Makruhnya Meletakkan Tangan Di Atas Khashirah -Yakni Rusuk Sebelah Atas Pangkal Paha- Ketika Shalat
1749. Dari Abu
Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. melarang meletakkan -tangan diatas-
khashr dalam shalat -yaitu meletakkan tangan di atas rusuk sebelah atas dari
pangkal paha-. (Muttafaq 'alaih)
Bab 339. Makruhnya Shalat Di Muka -Di Depan- Makanan, Sedang Hatinya Ingin Padanya Atau Shalat Dengan Menahan Dua Kotoran Yaitu Ingin Kencing Atau Berak -Buang Air Besar-
1750. Dari Aisyah
radhiallahu 'anha, katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidak
sempurnalah shalatnya seseorang di muka makanan dan tidak sempurna pula
shalatnya di waktu ia menahan dua macam kotoran" -yakni ada keinginan akan
kencing atau berak dan termasuk pula ingin kentut-. (Riwayat Muslim)
Bab 340. Larangan Mengangkat Mata Ke Langit -Yakni Ke Arah Atas- Ketika Sedang Shalat
1751. Dari Anas
r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bagaimanakah keadaan kaum -yakni
orang-orang- itu. Mereka sama mengangkat mata mereka ke langit -yakni ke atas-
dalam shalat mereka." Selanjutnya mengeraslah sabdanya dalam mengingatkan hal
itu sehingga bersabda: "Sesungguhnya mereka wajib menghentikan kelakuan mereka
semacam itu atau kalau tidak suka, maka akan disambarkan semua penglihatan
mereka -yakni menjadi buta semuanya-." (Riwayat Bukhari)
Bab 341. Makruhnya Menoleh Dalam Shalat Tanpa Adanya Uzur
1752. Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Saya bertanya kepada Rasulullah s.a.w. perihal menoleh di waktu shalat, lalu beliau s.a.w. bersabda: "Menoleh itu adalah sambaran karena lengah yang dilakukan oleh syaitan dengan cara penyambaran yang cepat sekali dalam shalatnya seorang hamba." (Riwayat Bukhari)
1753. Dari Anas
r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda kepada saya: "Takutlah engkau akan
menoleh di waktu shalat, sebab sesungguhnya menoleh di waktu shalat itu
menyebabkan kerusakan. Jikalau terpaksa harus menoleh, maka lakukanlah dalam
shalat sunnah saja, jangan dalam shalat fardhu." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi
dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih. [Baca Status Hadits Disini]
Bab 342. Larangan Shalat Menghadap Ke Arah Kubur
1754. Dari Abu
Martsad yaitu Kannaz bin al-Hushain r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah
s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua shalat menghadap ke arah kubur dan
jangan pula duduk di atas kubur itu." (Riwayat Muslim)
Bab 343. Haramnya Berjalan Melalui Mukanya -Di Depan- Orang Yang Sedang Shalat
1755. Dari Abul
Juhaim yaitu Abdullah bin al-Harits bin as-Shimmah al- Anshari r.a., katanya:
"Rasulullah s.a.w. bersabda: "Andaikata seorang yang berjalan melalui muka orang
yang shalat itu mengetahui perihal betapa besarnya dosa yang ditanggung olehnya,
nicayalah ia akan suka berdiri menantikannya selama empat puluh, yang itu adalah
lebih baik baginya daripada berjalan melalui muka orang yang shalat tadi." Yang
meriwayatkan hadits ini berkata: "Saya tidak mengerti, apakah yang dimaksudkan
itu empat puluh hari atau empat puluh bulan ataukah empat puluh tahun."
(Muttafaq 'alaih)
Bab 344. Makruhnya Makmum Memulai Shalat Sunnah Setelah Muazzin Mulai Mengucapkan Iqamah, Baikpun Yang Dilakukan Itu Shalat Sunnah Dari Shalat Wajib Yang Dikerjakan Itu -Yakni Rawatib- Ataupun Shalat Sunnah Lainnya
1756. Dari Abu
Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Jikalau shalat sudah dibacakan
iqamahnya, maka tidak ada shalat yang perlu dikerjakan selain shalat yang
diwajibkan." (Riwayat Muslim)
Bab 345. Makruhnya Mengkhususkan Hari Jum'at Untuk Berpuasa Dan Malam Jum'at Untuk Shalat Malam
1757. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Janganlah engkau semua mengkhususkan malam jum'at untuk berdiri mengerjakan shalat malam diantara beberapa malam yang lain dan janganlah pula mengkhususkan hari Jum'at untuk berpuasa dari beberapa hari yang lain, kecuali kalau kebetulan tepat pada hari puasa yang dilakukan oleh seorang diantara engkau semua," -misalnya bernazar kalau kekasihnya datang ia akan berpuasa, lalu datanglah kekasihnya itu tepat hari Jum'at, kemudian ia berpuasa pada hari itu juga-. (Riwayat Muslim)
1758. Dari Abu Hurairah r.a. pula, katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah sekali-kali seorang diantara engkau semua itu berpuasa pada hari Jum'at kecuali kalau suka berpuasa pula sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya." (Muttafaq 'alaih)
1759. Dari Muhammad bin Abbad, katanya: "Saya bertanya kepada Jabir r.a.: "Apakah benar Nabi s.a.w. melarang berpuasa pada hari Jum'at?" Ia menjawab: "Ya." (Muttafaq 'alaih)
1760. Dari Ummul Mu'minin Juwairiyah binti al-Harits radhiallahu 'anha bahwasanya Nabi s.a.w. masuk dalam rumahnya pada hari Jum'at dan ia sedang berpuasa, lalu beliau s.a.w. bersabda: "Adakah engkau juga berpuasa kemarin?" Juwairiyah menjawab: "Tidak." Beliau s.a.w. bertanya pula: "Adakah engkau berkehendak akan berpuasa juga besok?" Ia menjawab: "Tidak." Kemudian beliau s.a.w. bersabda: "Kalau begitu berbukalah hari ini!" (Riwayat Bukhari)
Bab 346. Haramnya Mempersambungkan Dalam Berpuasa Yaitu Berpuasa Dua Hari Atau Lebih Dan Tidak Makan Serta Tidak Minum Antara Hari-Hari Itu
1761. Dari Abu Hurairah dan Aisyah radhiallahu 'anhuma bahwasanya Nabi s.a.w. melarang puasa wishal -yaitu mempersambungkan puasa dua hari atau lebih tanpa berbuka sedikitpun-. (Muttafaq 'alaih)
1762. Dari Ibnu
Umar radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. melarang berpuasa wishal
-lihat keterangan wishal dalam hadits 1761 diatas-. Para sahabat lalu bertanya:
"Tetapi sesungguhnya Tuan sendiri juga berpuasa wishal?" Beliau s.a.w. bersabda:
"Sesungguhnya saya ini tidak sama denganmu semua -dalam hal berpuasa wishal
ini-. Sesungguhnya saya juga diberi makan dan diberi minum." Maksudnya Allah
Ta'ala memberi kekuatan kepada beliau s.a.w. itu seperti orang yang sudah makan
dan minum. (Muttafaq 'alaih) Ini adalah lafaznya Imam Bukhari.
Bab 347. Haramnya Duduk Di Atas Kubur
1763. Dari Abu
Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya kalau seorang
diantara engkau semua itu duduk di atas bara api, lalu terbakar pakaiannya,
kemudian menembus sampai ke kulitnya, maka hal itu adalah lebih baik baginya
daripada kalau ia duduk di atas kubur." (Riwayat Muslim)
Bab 348. Larangan Memelur -Menyemen atau Menembok- Kubur Dan Membuat Bangunan Di Atasnya
1764. Dari Jabir
r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. melarang kalau kubur itu dipelur -ditegel atau
disemen dan sebagainya-, juga melarang kalau duduk di atasnya dan kalau
didirikan bangunan di atasnya."(Riwayat Muslim)
Bab 349. Larangan Bagi Seorang Hamba Sahaya -Budak- Melarikan Diri Dari Tuan Pemiliknya
1765. Dari Jabir r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Mana saja hamba sahaya yang melarikan diri maka terlepaslah tanggungan -Allah dan RasulNya- dari hamba sahaya itu," yakni ia tidak akan memperoleh kerahmatan Allah Ta'ala. (Riwayat Muslim)
1766. Dari Jabir
r.a. pula dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Apabila seorang hamba sahaya itu
melarikan diri, maka tidak diterimalah shalatnya." (Riwayat Muslim) Dalam
riwayat lain disebutkan: "Maka ia telah menjadi kafir." Maksudnya: Dapat menjadi
kafir kalau meyakinkan bahwa perbuatannya itu halal menurut agama dan kafir di
sini dapat juga diartikan menutupi kenikmatan tuannya.
Bab 350. Haramnya Memberikan Syafa'at -Yakni Pertolongan- Dalam Hal Melaksanakan Had-had Atau Hukum Islam -Yang Bertujuan Agar Diurungkannya Pelaksanaan Hukuman Itu-
Allah Ta'ala berfirman: "Orang yang berzina, perempuan dan lelaki, maka jaladlah -yakni deralah- keduanya itu, masing-masing seratus kali dera. Janganlah engkau semua dipengaruhi oleh rasa belas kasihan kepada keduanya itu dalam melaksanakan agama yakni hukum Allah, jikalau engkau semua benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir." (An-Nur: 2)
1767. Dari Aisyah
radhiallahu 'anha bahwasanya orang-orang Quraisy disedihkan oleh peristiwa
seorang wanita dari golongan Makhzum yang mencuri -dan wajib dipotong
tangannya-. Mereka berkata: "Siapakah yang berani memperbincangkan soal wanita
ini dengan Rasulullah s.a.w.?" Kemudian mereka berkata: "Tidak ada rasanya
seorangpun yang berani mengajukan perkara ini -maksudnya untuk meminta supaya
dimaafkan dari hukuman potong tangan- melainkan Usamah bin Zaid, yaitu kecintaan
Rasulullah s.a.w. Usamah lalu membicarakan hal tersebut pada beliau s.a.w.,
kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: "Adakah engkau hendak meminta tolong
dihapuskannya sesuatu had -hukuman- dari had-had yang ditentukan oleh Allah
Ta'ala?" Seterusnya beliau berdiri dan berkhutbah: "Sesungguhnya yang
menyebabkan rusak akhlaknya orang-orang yang sebelumnya semua itu ialah karena
mereka itu apabila yang mencuri termasuk golongan orang mulia di kalangan
mereka, orang tersebut mereka biarkan saja -yakni tidak diterapi hukuman
apa-apa-, sedang apabila yang mencuri itu orang yang lemah -miskin dan tidak
berkuasa-, maka mereka laksanakanlah hadnya. Demi Allah yang mengaruniakan
keberkahan, andaikata Fathimah puteri Muhammad itu mencuri, sesungguhnya saya
potong pula tangannya," yakni sekalipun anaknya sendiri juga harus diterapi
hukuman sebagaimana orang lain. (Muttafaq 'alaih) Dalam riwayat lain disebutkan:
Lalu berubahlah warna wajah Rasulullah s.a.w., kemudian bersabda: "Adakah engkau
hendak meminta tolong dihapuskannya sesuatu had -hukuman- dari had-had yang
ditentukan oleh Allah Ta'ala?" Usamah lalu berkata: "Mohonkanlah pengampunan
untuk saya, ya Rasulullah." Yang meriwayatkan hadits ini berkata: "Kemudian Nabi
s.a.w. menyuruh didatangkannya wanita itu lalu dipotonglah tangannya."
0 komentar:
Posting Komentar