Layanan Haji Furoda Langsung Berangkat dari PT. Samira Ali Wisata
Kisah Sahabat Nabi Ditolong Malaikat Penghuni Langit Keempat
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sahabat Nabi Muhammad SAW dari kalangan Anshar pernah ditolong oleh malaikat penghuni langit keempat. Sebelumnya dia akan dibunuh oleh perampok, kemudian ia meminta pertolongan kepada Allah SWT..
Dikutip dari buku Ad-Daa wad Dawaa karya Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Ibnu Abid Dun-ya menyebutkan dalam 'al-Mujabin fid Dua' dari al-Hasan, dari (Anas bin Malik), ia berkata, "Ada salah seorang Sahabat Nabi dari kalangan Anshar yang diberi kunyah atau julukan Abu Mi'laq.
Dia dikenal sebagai orang yang rajin beribadah dan wara, sekaligus sebagai pedagang yang berniaga dengan harta pribadinya, maupun harta orang lain di berbagai tempat. Suatu kali ia bertemu seorang perampok bersenjata di tengah perjalanannya.
"Letakkan barang-barang yang kamu bawa! Sungguh aku akan membunuhmu! kata perampok.
"Mengapa Anda menginginkan darahku? Urusanmu hanyalah hartaku," jawab Abu Mi’laq.
"Aku menginginkan harta dan darahmu!" gertak perampok itu.
"Jika Anda tetap ingin membunuhku, maka izinkanlah aku shalat empat rakaat terlebih dahulu," kata Abu Mi'laq.
"Shalatlah sesuai dengan keinginanmu," seru perampok tadi.
Abu Mi'laq lalu berwudhu dan shalat empat rakaat. Di antara doa yang ia panjatkan di akhir sujud adalah: "Wahai Yang Maha Pengasih, Wahai Pemilik Arsy yang Mulia, Wahai Yang Mahakuasa untuk berbuat apa yang Dia kehendaki, aku memohon kepada-Mu dengan keperkasaan-Mu yang tidak dapat dijangkau, dengan kerajaan-Mu yang tidak mungkin diraih, dengan cahaya-Mu yang memenuhi tiap sudut Arsy-Mu, lindungilah hamba dari kejahatan perampok ini. Wahai Yang Maha Penolong, tolong aku. Wahai Yang Maha Penolong, tolong aku.’
Ia mengulanginya sebanyak tiga kali. Tiba-tiba, datanglah seorang penunggang kuda dengan membawa sebilah tombak pendek di tangannya. Ia meletakkan tombak tersebut di antara kedua telinga kudanya. Dan saat perampok tadi melihatnya, ternyata penunggang kuda itu melaju ke arahnya lalu menikam dan membunuhnya. Lalu, ia menghampiri Abu Mi'laq seraya menyapa: "Berdirilah".
"Ayah ibuku sebagai tebusanmu, siapakah Anda? Hari ini Allah telah menolongku dengan perantaramu" tanya Abu Mi'laq.
Penunggang kuda memberitahu: "Aku adalah Malaikat penghuni langit keempat. Ketika engkau mengucapkan doa yang pertama, aku mendengar suara gemerincing di pintu-pintu langit. Ketika engkau mengucapkan doa yang kedua, aku mendengar suara bising pada penduduk langit. Lalu engkau mengucapkan doa yang ketiga, hingga dikatakan kepadaku" 'Ini adalah doa orang yang ditimpa bencana'. Selanjutnya, aku meminta kepada Allah supaya menyerahkan urusan pembunuhan perampok tadi kepadaku".
Al-Hasan berkata, "Barang siapa yang berwudhu lalu mengerjakan shalat empat rakaat dan berdoa dengan doa tadi maka doanya akan dikabulkan, baik dia sedang ditimpa bencana atau tidak".
Sa`d Bin Muadz Radhiyallahu Anhu. Mulia Sebelum Dan Sesudah Masuk Islam
Referensi: https://almanhaj.or.id/3799-sad-bin-muadz-radhiyallahu-anhu-mulia-sebelum-dan-sesudah-masuk-islam.html
DOA YANG MENGGETARKAN ARSY ALLAH SWT
DOA YANG MENGGETARKAN ARSY ALLAH SWT
Ulama Su', Petaka Dan Fitnah
Ulama Su', Petaka Dan Fitnah
"Mengapa kamu suruh orang lain
(mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri.
Padahal kamu membaca Al-Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir." (QS.
Al-Baqarah : 44)
Rasulullah SAW bersabda :
"Akan muncul di akhir
zaman orang-orang yang mencari dunia dengan agama. Di hadapan manusia mereka
memakai baju dari bulu domba untuk memberi kesan kerendahan hati mereka, lisan
mereka lebih manis dari gula namun hati mereka adalah hati serigala (sangat menyukai
harta dan kedudukan). Allah SWT berfirman : 'Apakah dengan-Ku (kasih dan
kesempatan yang kuberikan) kalian tertipu ataukah kalian berani kepada-Ku. Demi
diriku, Aku bersumpah, Aku akan mengirim bencana dari antara mereka sendiri
yang menjadikan orang-orang santun menjadi kebingungan (apalagi selain mereka)
sehingga mereka tidak mampu melepaskan diri darinya." (HR. Tirmidzi).
Namanya saja ulama su'
(buruk), tentu pekerjaannya merusak, mangacau, dan menyesatkan. Disebut ulama
karena baju dan lisannya seperti ulama, disebut su' karena perbuatan, ajakan,
dan hatinya jahat. Karena itu, ulama su' termasuk jenis manusia yang berbulu
domba namun berhati serigala.
Ulama su' sekarang ini adalah
generasi penerus dari ulama su' zaman dahulu. Ulama su' mengajarkan tipu daya
untuk mencari celah-celah hukum Allah, sehingga mereka bisa memakan harta
secara batil seperti kisah orang-orang Bani Israil yang diharamkan mencari ikan
pada hari Sabtu, namun mereka halalkan dengan tipu darya yang culup terkenal
itu, atau menghalalkan bangkai dengan cara menccirkannya menjadi minyak lalu
dijual dan dimakan harganya.
Ulama su' adalah peringkat
ulama yang paling rendah, paling buruk dan paling merugi. Ia adalah seorang
alim yang tidak mengamalkan ilmunya dan tidak mengajarkannya kepada manusia. Di
samping itu, ia mengajak kepada kejahatan dan kesesatan. Ia menyuguhkan
keburukan dalam bentuk kebaikan. Ia menggambarkan kebatilan dengan gambar
sebuah kebenaran. Ada katlanya, karena menjilat para penguasa dan orang-orang
dzalim lainnya untuk mendapatkan kedudukan, pangkat, pengaruh, pernghargaan
atau apa saja dari perhiasan dunia yang ada di tangan mereka. Atau ada juga ang
melakukan itu karena sengaja menentang Allah dan Rasul-Nya demi menciptakan
kerusakan di muka buni ini. Mereka tidak lain adalah para khalifah syetan dan
para wakil Dajjal.
Diantara ulama su' ada juga
kelompok yang mengajak kepada kebaikan, namun tidak pernah memberikan
keteladanan. Karena itu, ibnul Qayyim berkata : "Ulama su' duduk di depan
pintu surga dan mengajak manusia untuk masuk ke dalamnya dengan ucapan dan
seruan-seruan mereka. Dan mengajak manusia untuk masuk ke dalam neraka dengan
perbuatan dan tindakannya. Ucapan mereka berkata kepada manusia : 'Kemarilah!
Kemarilah!' Sedangkan perbuatan mereka berkata : Janganlah engkau dengarkan
seruan mereka. Seandainya seruan mereka itu benar, tentu mereka adalah orang
yang pertama kali memenuhi seruan itu." (Al-Fawaid, Ibnul Qayyim, hal.
61).
Diriwayatkan bahwa Allah SWT
memberi wahyu kepada Nabi Dawud AS : "Wahai Dawud jangan engkau jadikan
antara Aku dan antara dirimu seorang alim yang sudah tergoda oleh dunia,
sehingga ia bisa menghalangimu dari jalan mahabbahku. Karena sesungguhnya
mereka adalah para begal yang membegal jalannya hamba-hambaKu. Sesungguhnya
hukuman terkecil yang Aku kenakan untuk mereka adalah Aku cabut kelezatan
bermunajat dari hati mereka." (Jami' Bayanil Ilmi, Ibnu Abdil Bar, I/193).
Asy-Sya'bi berkata :
"Akan ada sekelompok penduduk surga yang melongok, melihat sekelompok
penduduk neraka. Lalu penduduk surga menyapa mereka dengan penuh keheranan,
'Apa yang membuat kalian masuk neraka, padahal kami masuk surga karena jasa
didikan dan ajaranmu?' Mereka menjawab : Sesungguhnya kami memerintahkan kalian
melakukan kebaikan namun kami sendiri melakukannya."
Allah SWT telah mencela
orang-orang semacam ini sejak zaman Nabi Musa AS dan mengabadikan hinaan itu di
dalam kitab suci sepanjang masa, seperti dalam QS. Al-Baqarah : 44, yang
artinya :"Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang
kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri. Padahal kamu membaca Al-Kitab
(Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?" (Mukhtashar jami' Bayanul Ilmi,
Ahmad bin Umar Al-Bairuti, hal. 163).
Contoh Nyata
Contohnya banyak sekali,
seperti ulama yang dalam muktamar telah memutuskan keharaman musik, lalu
setelah pulang ke pesantrennya ternyata di rumahnya terang-terangan memutas
kaset-kaset nyanyian atau bahkan santrinya direstui membentuk group musik atau
qasidah. Ada lagi ulama yang dengan manisnya mengatakan bahwa tugasnya adalah
berdakwah demi kesejahteraan Islam, namun di waktu lain ia malah membolehkan
bahkan mengajak untuk memilih orang-orang kafir sebagai pemimpin, dan lain
sebagainya.
Satu lagi termasuk kelompok
ulama su' yaitu ulama yang mengajak kepada kebaikan, tetapi dengan cara-cara
kefasikan, seperti berdakwah dengan musik dan gendingan. Mulutnya mengajak ke
surga sementara tangan dan kakinya mengajak orang lain untuk bergoyang
mengikuti syetan. Atau berdakwah dengan menggunakan metode lawak, sehingga
ungkapan yang kotor dan contoh-contoh yang seronok menjadi bumbu wajib dalam
setiap ceramahnya karena target keberhasilannya adalah puasnya hadirin, pemirsa
dan pendengar, dengan gelak tawa dan senyuman lebar sebanyak mungkin. Tema dan
isi dakwah pun dipilih dan dikemas sesuai dengan selera para panitia dan
pengunjung. Mulutnya mengajak kepada iman, namun lawakan dan kebanyolannya
melupakan akhirat. Intinya adalah ia mencari "ridah manusia." Jenis
ulama penghibur (pelawak dan pemusik) ini tidak mengikuti aturan dakwah dalam
syariat Islam, tetapi mengikuti nafsu syetan demi mengejar ridha manusia.
Mereka lupa akan ancaman Rasulullah SAW : "Barangsiapa yang mencari ridha
Allah dengan (resiko mendapat) murka manusia, maka Allah mencukupinya dari manusia.
Dan barangsiapa mencari ridha manusia dengan (menyebabkan) kemurkaan Allah,
maka Allah menyerahkan dirinya kepada manusia." (HR. Tirmidzi, no. 2419).
Alhasil ulama su' adalah
perusak agama, pemadam sunnah, pelindung bid'ah, pelopor maksiat. Sesungguhnya
tepat ungkapan ibnul Mubarak : "Tidaklah merusak agama ini melainkan para
raja, ulama su', dan para rahibnya."
Hal ini karena manusia ini
bergantung kepada ulama (ahli ilmu dan amal), ubbad (ahli ibadah) dan muluk
(umara, aghniya'). Jika mereka baik, manusia akan baik dan juka mereka rusak,
pasti dunia menjadi rusak. (Tafsir Ibnu Katsir, 2/462).
Umar berkata kepada Ziyad bin
Hudair : "Apakah kamu mengerti apa yang merusak Islam?" Ziyad berkata
: "Tidak." Umar berkata : "Tergelincirnya seorang alim, debatnya
orang munafik -dengan ayat Al-Qur'an- dan (penetapan) hukumnya para imam yang
menyesatkan." (Riwayat Ad-Darimi).
Ulama su' sejatinya adalah
da'i-da'i neraka. Dalam hadits Hudzaifah ra, ketika dia bertanya kepada
Rasulullah SAW : "Sesungguhnya kita dulu ada dalam kejahiliyahan lalu
Allah menganugerahkan kepada kami kebaikan ini, maka apakah setelah kebaikan
ini ada keburukan?" Beliau menjawab dalam ucapannya yang panjang sampai
berkata : "ya, para da'i di ambang pintu Jahannam. Siapa yang mendatangi
ajakannya pasti akan mereka lemparkan ke dalamnya." (HR. Al-Bukhari, 7084,
dan lain-lain).
Ulama su' menjadi musuh
Allah, mereka sebegitu buruknya karena memutar balikkan urusan, maka
benar-benar terbalik. Mestinya salah seorang mereka bisa menjadi pengajak dan
penyeru kepada jalan Allah, ternyata mereka sesat dan menyesatkan, mengajak
kepada jalan syetan. (Dari ucapan Ali ra, Ad-Dakwatul Tammah, Abdullah
Al-Hadrami. hal. 42).
Ulama su' adalah ulama fasik
yang akan dimasukkan oleh Allah ke dalam neraka sebelum para penyembah berhala,
karena salahnya orang yang mengerti tidak sama dengan orang yang tidak
mengerti. (Mukhtashar Jami' Bayanil Ilmi, 164).
Ya Allah, jadikanlah manfaat
untuk kami apa yang telah engkau ajarkan kepada kami dan ajarkanlah terus
kepada kami apa yang bermanfaat untuk kami. (Abu Hamzah As-Sanuwi).
Oleh :
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
Sigap Memenuhi Panggilan Dakwah Dan Jihad
Sigap Memenuhi Panggilan Dakwah Dan Jihad
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul
apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan
ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan
sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.” (Q.S. Al-Anfaal: 24).
Dakwah dan jihad adalah dua kata yang selamanya harus ada dan terpatri dalam
diri seorang Muslim yang menghendaki al-manzilah
al-‘ulya (kedudukan tinggi) di sisi Allah SWT. Setiap mukmin yang
memahami dan menghayati hakikat kehidupan pasti akan menempuh jalan kebahagiaan
abadi di sisi Allah SWT. Ia akan mendekat, berlari, dan terbang menuju
keridhaan-Nya “fafirruu ilallaah”
(Q.S. Adz-Dzaariyaat/51/50). Dan setiap al-akh yang di dalam relung hatinya
terhunjam keyakinan bahwa kematian itu kepastian yang cuma terjadi sekali, maka
ia akan memilih seni kematian yang paling mulia di sisi Allah.
baca
Imam Syahid
Akhil kariim, adakah jalan yang lebih mulia dan dapat membawa kita menuju
puncak kebahagiaan selain jalan dakwah yang telah ditempuh oleh Rasulullah SAW
dan yang beliau nyatakan menjadi jalan pengikutnya? Allahumma laa. Dan adakah kematian yang lebih terpuji di sisi-Nya yang selalu
didambakan oleh hamba-hamba yang beriman sejak dulu hingga hari kiamat selain
mati dalam jihad fii sabiililllah? Allahumma
laa.
Katakanlah, “Inilah jalan (agama)
ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan
hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang
musyrik. (Q.S. Yusuf: 108)
Apakah (orang-orang yang memberi
minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidil Haram,
kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian
serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak
memberikan petunjuk kepada kaum yang zhalim. Orang-orang yang beriman dan
berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka,
adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang
mendapat kemenangan. (Q.S. At-Taubah: 19-20)
Ikhwati, tidak ada yang telah membuat usia para sahabat dan para ulama
sekaliber Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad r.a.
seolah terus memanjang hingga akhir zaman, kecuali dakwah yang mereka lakukan.
Tidak ada sesuatu yang telah membuat lisan orang-orang mukmin menyebut dan mendoakan
Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Thalhah, Zubair, dan Khalid bin Walid r.a. atau
tokoh-tokoh seperti Shalahuddin Al-Ayyubi, Thariq bin Ziyad, dan Al-Muzhaffar
Quthuz selain jihad fii sabilillah. Kehidupan mereka menjadi amat berarti dan
berharga karena mereka sigap menyambut seruan Allah dan Rasul-Nya.
Namun akhil kariim, kesigapan itu bukanlah suatu hal yang
muncul begitu saja, melainkan adalah buah keimanan kepada Allah sebagai Pemberi
dan Pencipta kehidupan, buah keimanan yang kokoh kepada hari akhir saat
terwujudnya kehidupan dan kebahagiaan hakiki. Kesigapan itu lahir dari hati
yang tidak lalai dari hakikat ini berkat taufiq dan ri’ayah rabbaniyah. Oleh sebab itu, Allah SWT berfirman: “…dan ketahuilah bahwa Allah membentengi
antara seseorang dengan hatinya, dan ketahuilah bahwa hanya kepada-Nya kamu
akan dikumpulkan (di mahsyar)."
Maka kita patut bertanya dan mengevaluasi diri. Seberapa
kuatkah hakikat kehidupan abadi di akhirat telah tertanam dalam hati sehingga
kita berhak mendapatkan ri’ayah
rabbaniyyah tersebut yang membuat ruhul istijabah menjadi karakter dalam diri kita? Seberapa kuat hakikat ini
mewarnai atau men-shibghah (QS 2:138) diri dan perilaku kita sehingga segala
resiko duniawi dalam dakwah dan jihad fi sabililillah menjadi kecil di mata
kita?
Kekuatan inilah yang menyebabkan Anas bin An-Nadhr r.a.
(paman Anas bin Malik r.a.) memberikan respon spontan kepada Saad bin Muadz
r.a. tatkala pasukan mukmin terdesak oleh musyrikin di perang Uhud dengan
ucapannya: “Ya Saad!
Surga…surga… aku mencium baunya di bawah bukit Uhud.” Kemudian beliau maju
menjemput syahid hingga jenazahnya tidak dapat dikenali, kecuali oleh saudara
perempuannya lewat jari tangannya (Muttafaq
‘alaih - Riyadhus shalihin, Kitab Al-Jihad, hadits No 1317).
Hal itu pula yang menjadikan Hanzhalah Sang ‘Ghasiil
Al-malaikat’ segera merespon panggilan jihad, meski ia baru menikmati malam
pengantin dan belum sempat mandi hadats besar. Perhatikan pula respon ‘Umair
Ibn Al-Humam r.a. tatkala beliau mendengar sabda Rasulullah SAW, “Quumuu ilaa jannatin ‘ardhuhas-samaawaatu
wal-ardh” (Bangkitlah menuju surga yang luasnya seluas langit dan bumi). Beliau
mengucapkan kata “bakh-bakh” (ungkapan takjub terhadap kebaikan dan pahala)
semata-mata karena ingin menjadi penghuni surga, lalu segera membuang beberapa
biji kurma yang sedang dikunyahnya sambil berkata, “La-in ana hayiitu hattaa
aakula tamaraatii haadzihii innahaa lahayaatun thawiilah” (Jika saya hidup
sampai selesai memakan kurma ini, oh betapa lamanya (menanti surga)). Lalu
beliau maju hingga gugur di perang Badar.
(H.R. Muslim, dalam Riyadhus shalihin, Kitab Al-Jihad, hadits No 1314).
Atau seperti Imam Al-Banna yang berangkat menunaikan tugas
dakwah meskipun anaknya terbaring sakit. Beliau meyakini bahwa setelah usahanya
optimal untuk mengobati putranya, Allah SWT yang diharapkan ridha-Nya dalam
menunaikan tugas dakwahnya, tidak pernah akan mengecewakan dirinya.
Akhil ‘aziiz, ruhul
istijabah juga muncul karena pemahaman kita
tentang qhadhaya ummah
(fahmul qhadaya) dan tanggung jawab (ruhul mas’uliyyah) kita untuk mencari solusinya. Orang yang tidak mengetahui
bahaya yang mengancam dirinya, sangat sulit kita harapkan responnya untuk
menghindari apalagi menghilangkan bahaya tersebut. Imam Syahid
Sifat daqiiq
asy-syu’uur dan ruuhul mas’uuliyyah berarti mengharuskan kita untuk selalu berinteraksi dengan qhadhaya ummah dan terus memahaminya tanpa menunggu orang lain memahamkannya
untuk kita. Sifat ini juga seharusnya membuat respon kita menjadi spontan dan
penuh energi sehingga melahirkan kekuatan dahsyat, betapapun lemahnya kondisi
fisik.
Lihatlah, bagaimana Al-Qur’an menceritakan kemampuan
Maryam AS, ibunda Isa AS, menggoyang batang pohon kurma sehingga buahnya
berjatuhan ketika beliau dalam keadaan lemah tak berdaya, semata-mata karena
rasa tanggung jawabnya akan kelahiran dan keselamatan putranya yang akan
mengemban risalah dakwah? (periksa Q.S. Maryam: 22-25).
Ikhwah fillah, beban kehidupan dunia yang kita hadapi,
apapun bentuknya, jangan sampai membuat kita kehilangan kepekaan dan kesigapan
memenuhi seruan dakwah dan jihad. Kita patut meneladani mujahidin Palestina
yang tidak pernah mengendor semangat dan aktivitas jihadnya meskipun perjalanan
panjang telah melewati dan terus menanti mereka. Juga, meskipun kesulitan
hidup, bahkan tekanan bertubi-tubi terus menghantam. Yakinlah bahwa kebersamaan
kita dengan Rasulullah SAW, shiddiqin, syuhada, dan shalihin di surga – insya
Allah – ditentukan oleh sejauh mana kita meneladani mereka dalam kesigapan
memenuhi seruan dakwah dan jihad.
Ingatlah selalu kecaman Allah dan Rasul-Nya terhadap
orang-orang munafik yang selalu mencari-cari alasan (tafannun fil ‘udzr) untuk menghindar dari kebutuhan berdakwah dan berjihad (lihat
Q.S. 9/At-Taubah: 94). Tadabburi pula ayat lainnya di dalam surat At-Taubah,
terutama ayat 41-47, yang mengungkapkan kemalasan dan keengganan mereka agar
kita senantiasa terhindar dari sifat-sifat mereka.
Katakanlah, “Jika bapak-bapak,
anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang
kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah
tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan
Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah
mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang fasiq. (Q.S. At-Taubah: 24).
Wallahu a’lam