Hikmah

Melihat keadaan dan kondisi umat Kanjeng Nabi Muhammad shollalohu `alaihi wasallam saat ini, memasukkan doa “kutiba minal Abdâl” ke dalam doa-doa kaum muslimin sangat relevan, di tengah semua kerapuhan dan kelemahan-kelemahan kaum muslimin di seluruh dunia. Tentang ini telah disebutkan di bagian sebelumnya bahwa al-Hafizh Murtadho az-Zubaidi dan al-Yafi`i (dalam redaksi yang sedikit berbeda), menuturkan riwayat doa yang apabila dibaca 10x sehari, maka pembacanya disebut “kutiba minal Abdâl”. Doanya di bawah ini:
Allohumma ashlih ummata Muhammad, Allohumma farrij `an ummata Muhammad, Allohumarham ummata Muhammad
Ya Alloh jadikanlah baik umat Kanjeng Nabi Muhammad. Ya Alloh keluarkan kesusahan dan kesulitan umat Kanjeng Nabi Muhammad. Ya Alloh kasihsayangilah umat Kanjeng Nabi Muhammad.
Al-Yafi`i, menyebutkan bahwa doa itu adalah doa Nabi Hidhir sebagaimana disebutkan di bagian sebelum tulisan ini. Abu Nu`aim dalam Hilyatul Auliyâ’ juga menuturkan bahwa doa itu diriwayatkan dari Syaikh Ma’ruf al-Karkhi, tetapi tidak disebutkan dia mendapatkan dari mana; juga disebutkan oleh as-Suyuthi di dalam al-Hawî lil Fatawî dalam bagian “al-Khobarud Dâl” (jilid ISI: 254), sebagaimana disebutkan dalam catatan kaki No. 4 dalam kitab Ijâbatul Ghoust karangan Ibnu Abidin al-Hanafi (Ijâbatul Ghouts, hlm. 59).
Riwayat yang disebut as-Suyuthi dalam Al-Hâwî lil Fatâwî dari Imam M’aruf al-Karkhi, salah satu guru besar sufi dan sanad tarekat dari Imam Ali, bunyi lengkapnya begini:
“Diriwayatkan dari Imam Ma’ruf al-Karkhi, berkata: “Barang siapa setiap hari membaca 10 x doa: “Allohumma ashlih ummata Muhammad, Allohumma farrij `an ummata Muhammad, Allohumarham ummata Muhammad,” dicatat termasuk dari al-Abdal.” Sehubungan dengan perkataan ini juga dikeluarkan dari Abu Abdulloh an-Nabaji yang berkata: “Apabila engkau senang untuk menjadi bagian dari al-Abdal maka cintailah/senangilah apa yang dikehendaki Alloh, dan barang siapa yang senang dengan apa yang dikehendaki Alloh, tidak turun kepadanya dari ketentuan Alloh kecuali Alloh mencintainya” (al-Hâwî lil al-Fatâwî, jilid II: 254).
Riwayat itu ternyata diketengahkan oleh Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya’, dengan redaksi begini:
“Abdullah bin Muhammad bin Ja’far menceritakan kepada kami (Abu Nu’aim), Ali bin Rasytam menceritakan kepada kami (`Abdullah), menceritakan Ibrahim bin Ma’mar kepada kami (Ali bin Rasytam). Ibrahim berkata: “Saya mendengar Tsabit bin al-Haitsam berkata: “Saya mendengar Ma’ruf al-Karkhi berkata: “Barang siapa membaca 10 x setiap hari doa Allohumma ashlih ummata Muhammad, Allohumma farrij `an ummata Muhammad, Allohumarham ummata Muhammad,” kutiba minal Abdâl” (Hilyatul Auliyâ’, VIII: 366).
Imam Ma’ruf al-Karkhi ini, biasa dipanggil Abu Mahfuzh Ma’ruf bin Fairuz al-Karkhi, guru dari Sufi Sirri as-Saqothi dan murid dari Daud ath-Tho’i. Gurunya, Daud ath-Th’oi, memperoleh silsilah keguruan tarekat dari Habib al-`Ajami, lalu dari Imam Hasan al-Bashri, dari imam Ali dan dari Kanjeng Nabi Muhammad. Ma’ruf al-Karkhi, menurunkan tarekat kepada Sirri as-Saqoti, lalu kepada Imam Junaid al-Baghdadi. Dari tokoh ini banyak tarekat menyambung silsilahnya, yaitu tarekat dari Imam Ali dari Kanjeng Nabi Muhammad.
Ma’ruf memeluk Islam lewat kemuliaan Imam Ali ar-Ridho. Syaikh Fariduddin al-Athar dalam Tadzkiratul Auliya’, ketika membahas tokoh ini menulis soal keislamannya:
“Kedua orang tua Ma’ruf al-Karkhi beragama Kristen. Di sekolah, gurunya berkata kepadanya: “Katakan Tuhan itu tritunggal.” Ma’ruf menjawab: “Tidak. Dia adalah Tuhan yang Esa.” Gurunya kemudian memukulinya, namun Ma’ruf tetap dalam pendiriannya. Suatu hari gurunya memukuli dengan keras. Ma’ruf akhirnya kabur dan tidak dapat ditemukan. Kedua orang tuanya mengatakan: “Jika saja ia kembali, apa pun agama yang ia pilih, kami rela.”
Ternyata Ma’ruf mendatangi Imam `Ali bin Musa ar-Ridho dan memeluk Islam melalui beliau. Waktupun berlalu. Suatu hari ia pulang ke rumah dan mengetuk pintu orang tuanya.
“Siapa itu?” kata orang tuanya. Ma’ruf menjawab: “Ma’ruf.” Orang tuanya berkata: “Apa agamamu kini.” Ma’ruf menjawab: “Agama Rasulullah Muhammad shollallohu `alaihi wasallam.” Kedua orang tuanya pun segera memeluk Islam.
Setelah itu Ma’ruf berguru kepada Daud ath-Tho’i dan menjalani disiplin sufi. Daud ini disebutkan oleh al-Qusyairi berteman dengan Abu Hanifah (ahli fiqh), dan disebut sebagai tokoh zuhud yang mulia dan terhormat, yang mendapatkan warisan dari orang tuanya sejumlah besar harta tetapi dibagi-bagikan. Dalam satu disiplin tirakat Daud ath-Tho’i disebutkan, dia pernah berkumpul selama setahun dengan sahabat-sahabatnya, dengan tidak membicarakan masalah-masalah, sehingga ia harus menahan mulutnya untuk mengumbar perkataan-perkataan. Dia syaikh yang memiliki ilmu kezuhudan dan muru’ah.
Sedangkan tirakat Ma’ruf al-Karkhi salah satunya, adalah seperti dituturkan Sirri as-Saqoti dalam Tadzkiratul Auliyâ’. Pada suatu hari perayaan, aku melihat Ma’ruf dalam sebuah perayaan memunguti biji-biji kurma.
Sirri berkata: “Apa yang sedang engkau lakukan?”
Ma’ruf menjawab: “Aku melihat seorang anak menangis.” Aku bertanya: “Mengapa engkau menangis?” Anak itu menjawab: “Aku adalah seorang anak yatim piatu. Aku tidak memiliki ayah dan ibu. Anak-anak yang lain memiliki baju-baju baru, sedangkan aku tidak. Mereka juga mendapat kacang, sedangkan aku tidak. Lalu aku memunguti biji-bijian kurma ini. Aku akan menjualnya. Hasilnya akan aku belikan kacang untuk anak itu, agar ia kembali riang dan bermain bersama anak-anak lain.”
Sirri as-Saqoti berkata: “Biarkan aku yang mengurusnya.” Akupun membawa anak itu, membelikannya pakaian dan kacang. Ia terlihat sangat gembira. Tiba-tiba aku melihat seberkas sinar menerangi hatiku. Dan sejak saat itu akupun berubah.”
Ma’ruf dikenal seorang guru sufi yang mengutamakan kemurahan hati, sebisa-bisanya diwujudkan dalam berelasi dengan orang. Keramat-keramatnya banyak diceritakan di dalam Hilyah oleh Abu Nu’aim, ar-Risâlah al-Qusyairiyah karangan Imam al-Qusyairi, Tadzkiratul Auliyâ’ karya Fariduddin al-Athar, al-Hujwiri dalam Kasyful Mahjûb, dan lain-lain.
Salah satu cerita dalam ar-Risalah al-Qusyairiyah, demikian:
“Muhammad bin al-Husain berkata, “saya mendengar ayahku berkata bahwa saya pernah melihat Ma’ruf al-Karkhi dalam mimpi, lalu saya tanyakan kepadanya: “Apa yang dilakukan Alloh kepadamu?” Katanya: “Alloh telah mengampuniku.” Tanyaku: “Apa karena zuhud dan wara’mu?” Kata Ma’ruf: “Tidak.” Tetapi karena keikhlasanku menerima nasehat Ibnus Samak, menolong orang-orang miskin, dan cintaku kepada mereka.”
Nasehat Ibnus Sammak, menurut Sirri as-Saqothi, bahwa Ma’ruf berkata: “Saya pernah melewati Kufah, saya berhenti mendatangi seorang lelaki yang sedang memberi nasehat kepada orang-orang. Di antara ucapannya:
“Barang siapa berpaling dari Alloh secara keseluruhan, maka Alloh pun akan berpaling darinya secara keseluruhan. Barang siapa yang menghadap Alloh dengan hatinya, maka Alloh akan menghadap kepadanya dengan rahmat-Nya serta menghadapkan semua mahluk di hadapannya. Barang siapa menghadap Alloh sekali-kali, maka Alloh memberinya rahmat sekali-kali.” Nasehat Ibnus Samak ini melekat di hatiku.”
Setelah Ma’ruf al-Karkhi meninggal, diceritakan oleh Sirri as-Saqoti, “Aku bermimpi melihat Ma’ruf yang duduk di bawah Arsy, seperti orang yang terpesona dan ta’jub. Alloh bertanya kepada malaikat: “Siapa dia?” Malaikat menjawab: “Ya Alloh Engkaulah yang Maha Mengetahui.” Alloh berfirman: “Dialah Ma’ruf. Dia ta’jub dan terpesona karena cinta Kami. Hanya dengan mengenal Kami, dia dapat mengenali akal sehatnya. Hanya dengan berjumpa dengan Kami dia dapat mengenali dirinya.” Cerita itu dimuat dalam Tadzkiratul Auliya’. Sementara di dalam Hilyah, yang mimpi dalam cerita itu adalah al-Anshori yang melihat Ma’ruf dalam mimpinya.
Perkataan-perkataan Ma’ruf dalam Hilyah di antaranya, saya kutip:
1. Riwayat Abdulloh bin Muhammad, Ma’ruf al-Karkhi berkata: “Barang siapa bangun dari tempat tidurnya bertasbih: “Subhanallôh walhamdulillâh walâ ilâha illallôh wastaghfirullôh Allôhumma innî as`aluka min fadhlika wa rohmatika fa’innahuma biyadika la yamlikuhuma ahadun siwâka,” kecuali Alloh akan berkata kepada Jibril –malaikat yang ditugaskan mengurus urusan kebutuhan-kebutuhan hamba-Nya-, “Hai Jibril penuhilah hajat-hajat hamba-Ku” (Hilyah, VIII: 366-367).
2. Riwayat Kholaf al-Muqri, Ma’ruf al-Karkhi sering berdoa dengan doa ini: “Allôhumma inna qulûbanâ wajawârihanâ lam tamliknâ minhâ syai’ân, faidza fa`alta dzâlika bihimâ, fakun anta waliyyuhumâ” (Hilyah, VIII: 367).
3. Riwayat Muhammad bin Salamah, Imam Ma’ruf al-Karkhi berkata: “Bertawakkalah kepada Alloh sehingga ia menjadi gurumu, keramahanmu, dan tempat kerinduanmu, dan jadikanlah mengingat mati teman dudukmu yang tidak terpisah denganmu….”.
4. Riwayat Dari Abu Bakar bin Abi Tholib, Ma’ruf al-Karkhi, sering berdoa dengan doa wasilah ini: “Man balagho ahlal khoir wa a`ânahum `alaihi ashlihnâ wa a`ânanâ `alaihi.”
5. Riwayat dari Imam Ibrahim bin al-Junaid bahwa Ma’ruf al-Karkhi berkata: “Lâ taj`alnâ bainan nâs maghrûrîn, walâ bissitri maftûnîn, ij`alnâ mimman yu’minu biliqô’ika wayardho bi qodhô’ika wa yaqna`u bi `athâ’ika wa yakhsyaka haqqo khosyyatika.”
6. Riwayat dari Ahmad bin Ibrahim ad-Duruki, Ma’ruf berkata: “Naudzubillah min thulil amal fa’innahu yamna`u khoiral `amal.”
7. Riwayat Ibrahim al-Bakkai, Ma’ruf berkata: “Apabila Alloh menghendaki seseorang itu menjadi baik, maka Alloh akan membukakan kepadanya pintu amal dan menutup darinya pintu jadal (perdebatan). Dan apabila Alloh menghendaki seseorang itu jelek, Alloh menutup baginya pintu amal dan membuka baginya pintu jadal.”
8. Riwayat Abu Muhammad ad-Dhorir, ada seorang perempuan yang mengeluh karena anaknya hilang, dan datang kepada Ma’ruf al-Karkhi, lalu Ma’ruf berdoa: “Ya `Âliman bikulli syai’in, wa Man lâ yakhfâ bikulli sya’in, audhih lanâ amro dzâl ghulâm (3 x).” Setelah itu ada kabar baik tentang anak yang hilang itu.
9. Riwayat dari Ubaid, seorang laki-laki Syam mendatangi Imam Ma’ruf dan berkata: “Saya melihat di mimpi (ketika tidur) sebuah suara yang mengatakan kepadaku: “Pergilah kepada Ma’ruf, berilah salam kepadanya, karena Ma’ruf al-Karkhi itu dikenal di kalangan penduduk bumi dan di kalangan penduduk langit.”
10. Ada hadits Kanjeng Nabi Muhammad melalui rantai sanad Ma’ruf al-Karkhi bersumber dari sahabat Anas bin Malik, bahwa seorang laki-laki mendatangi Nabi, dan laki-laki itu berkata: “Tunjukkan padaku amal yang memasukkanku ke surga?” Nabi menjawab: “Janganlah marah.” Apabila saya tidak bisa itu ya Rasulallah.” Nabi menjawab: “Beristighfarlah setiap hari setelah sholat ashar 70 x, Alloh akan memberikan ampun dosa-dosamu 70 tahun, Nabi berkata lagi: “Itu akan mengampuni ibumu.” Laki-laki itu berkata: “Dan jika ibuku tidak sampai berumur 70 tahun?” Nabi bersabda: “Dapat mengampuni orang-orang terdekatmu” (HR. Abu Nuaim, lewat jalan Ma’ruf al-Karkhi bersumber dari sahabat Anas, Hilyatul Auliyâ’, VIII: 368).
Sufi Ma’ruf al-Karkhi inilah, yang menyebutkan “kutiba minal Abdâl”, dengan doa 10 kali perhari dengan bacaan Allohumarham ummat Muhammad… Menurut Imam al-Yafi`i dikatakan doa ini bersumber dari Nabi Hidhir. Makna dari kata ini, menurut Imam asy-Syibromalisi dalam kitab Hawâsyil Mawâhib, seperti dinukil Ibnu Abidin al-Hanafi, begini:
“Makna “kaunuhu minal Abdâl”, adalah seperti Abdal dalam sifatnya, persahabatannya (dengan Alloh), dan dikumpulkan bersama mereka pada hari kiamat, bukan bermakna dzat (bahwa dia menjadi Abdal). Akan tetapi tidak dinafikan (bisa saja) yang membaca doa itu menjadi salah satu di antara mereka (para Abdal)” (Ijâbatul Ghouts, hlm. 59)

0 komentar:

Posting Komentar