NIKAH BEDA MANHAJ
Bismillaah...
Perlu diketahui bahwa menikah dengan orang Islam yang manhajnya bagus merupakan suatu keharusan, dan seorang muslim atau muslimah seharusnya mencari pasangan hidup yang mengikuti sunnah Rasul shallallahu alaihi wasallam.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memberikan kriteria untuk pasangan yang seharusnya dinikahi :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ. أخرجه البخاري رقم 5090 ومسلم رقم 1466
Dari Abu Hurairah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Perempuan itu dinikahi karena empat hal : hartanya, nama baik nenek moyangnya, cantiknya dan agamanya. Pilihlah wanita yang baik agamanya. Jika tidak maka engkau akan beruntung”
Maksud dari wanita yang baik agamanya adalah wanita yang selamat dari syubhat dan syahwat, ini bukan berarti wanita yang tidak pernah berdosalah yang seharusnya dipilih, karena semua anak adam pasti pernah berdosa, tapi maksudnya adalah wanita yang terus menerus tenggelam dalam syahwat dan syubhat (termasuk Bid'ah) meski sudah ditegakkan hujjah atasnya.
Kalaupun dalam kenyataannya, setelah seseorang mencari pasangan hidup yang manhajnya Ahlussunnah wal Jama'ah yang bersedia menikah dengannya tapi dia belum menemukannya, namun yang dia dapati adalah calon pasangan yang merupakan pelaku Bid'ah.
Kala itu dia perlu mengetahui bahwa pelaku Bid'ah dibagi menjadi dua macam :
1. Yang dikerjakan adalah Bid'ah yang mengantarkan kepada kekafiran pelakunya.
Misalnya: calon pasangan tersebut adalah seorang Rafidhah yang meyakini bahwa Sahabat Nabi semuanya Kafir kecuali hanya beberapa orang.
Orang semacam ini tidak boleh dinikahi.
2. Yang dikerjakan adalah Bid'ah yang tidak sampai mengantarkan kepada kekafiran.
Misalnya : suka merayakan Isra' dan Mi'raj Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
Hukum asalnya menikahi orang semacam ini adalah boleh karena dia adalah seseorang yang beragama Islam.
Allah ta'ala berfirman :
الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ وَمَنْ يَكْفُرْ بِالإيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ (المائدة:٥)
"Pada hari ini Dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan Dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman Maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat Termasuk orang-orang merugi."
Menikahi wanita Ahli Kitab yang menjaga kehormatannya dibolehkan sebagaimana yang disebutkan oleh pada ayat diatas, dengan demikian menikahi orang Muslim yang melakukan kebid'ahan (yang tidak mengantarkan kepada kekafiran) lebih berhak untuk dibolehkan.
Meski demikian, calon pasangan yang aktif dan semangat mengajak kepada perbuatan Bid'ah (Da'i) seharusnya tidak dinikahi mengingat bahaya yang akan dia timbulkan untuk agama pasangannya setelah pernikahan, sebagaimana yang terjadi pada Imran bin Hiththan
Kalau calon pasangannya tersebut adalah orang awam (anggota yang hanya ikut-ikutan) dari kelompok-kelompok yang melakukan kebid'ahan seperti khawarij maka hukum menikahinya lebih longgar dari yang sebelumnya.
Sumber :
Bismillaah...
Perlu diketahui bahwa menikah dengan orang Islam yang manhajnya bagus merupakan suatu keharusan, dan seorang muslim atau muslimah seharusnya mencari pasangan hidup yang mengikuti sunnah Rasul shallallahu alaihi wasallam.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memberikan kriteria untuk pasangan yang seharusnya dinikahi :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ. أخرجه البخاري رقم 5090 ومسلم رقم 1466
Dari Abu Hurairah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Perempuan itu dinikahi karena empat hal : hartanya, nama baik nenek moyangnya, cantiknya dan agamanya. Pilihlah wanita yang baik agamanya. Jika tidak maka engkau akan beruntung”
Maksud dari wanita yang baik agamanya adalah wanita yang selamat dari syubhat dan syahwat, ini bukan berarti wanita yang tidak pernah berdosalah yang seharusnya dipilih, karena semua anak adam pasti pernah berdosa, tapi maksudnya adalah wanita yang terus menerus tenggelam dalam syahwat dan syubhat (termasuk Bid'ah) meski sudah ditegakkan hujjah atasnya.
Kalaupun dalam kenyataannya, setelah seseorang mencari pasangan hidup yang manhajnya Ahlussunnah wal Jama'ah yang bersedia menikah dengannya tapi dia belum menemukannya, namun yang dia dapati adalah calon pasangan yang merupakan pelaku Bid'ah.
Kala itu dia perlu mengetahui bahwa pelaku Bid'ah dibagi menjadi dua macam :
1. Yang dikerjakan adalah Bid'ah yang mengantarkan kepada kekafiran pelakunya.
Misalnya: calon pasangan tersebut adalah seorang Rafidhah yang meyakini bahwa Sahabat Nabi semuanya Kafir kecuali hanya beberapa orang.
Orang semacam ini tidak boleh dinikahi.
2. Yang dikerjakan adalah Bid'ah yang tidak sampai mengantarkan kepada kekafiran.
Misalnya : suka merayakan Isra' dan Mi'raj Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
Hukum asalnya menikahi orang semacam ini adalah boleh karena dia adalah seseorang yang beragama Islam.
Allah ta'ala berfirman :
الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ وَمَنْ يَكْفُرْ بِالإيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ (المائدة:٥)
"Pada hari ini Dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan Dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman Maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat Termasuk orang-orang merugi."
Menikahi wanita Ahli Kitab yang menjaga kehormatannya dibolehkan sebagaimana yang disebutkan oleh pada ayat diatas, dengan demikian menikahi orang Muslim yang melakukan kebid'ahan (yang tidak mengantarkan kepada kekafiran) lebih berhak untuk dibolehkan.
Meski demikian, calon pasangan yang aktif dan semangat mengajak kepada perbuatan Bid'ah (Da'i) seharusnya tidak dinikahi mengingat bahaya yang akan dia timbulkan untuk agama pasangannya setelah pernikahan, sebagaimana yang terjadi pada Imran bin Hiththan
Kalau calon pasangannya tersebut adalah orang awam (anggota yang hanya ikut-ikutan) dari kelompok-kelompok yang melakukan kebid'ahan seperti khawarij maka hukum menikahinya lebih longgar dari yang sebelumnya.
Sumber :
0 komentar:
Posting Komentar