RENUNGAN & TELADAN BAGI PARA PENCARI KEBENARAN
Di tengah
maraknya pemikiran dan pemahaman dalam agama Islam, klaim kebenaran
begitu larisnya bak kacang goreng. Setiap kelompok dan jama’ah tentunya
menyatakan diri sebagai yang lebih benar pemahamannya terhadap Islam,
menurut keyakinannya.
Kebenaran hanya milik Allah. Namun
kebenaran bukanlah suatu hal yang semu dan relatif. Karena Allah Ta’ala
telah menjelaskan kebenaran kepada manusia melalui Al Qur’an dan
bimbingan Nabi-Nya Shallallahu’alaihi Wasallam. Tentu kita wajib
menyakini bahwa kalam ilahi yang termaktub dalam Al Qur’an adalah
memiliki nilai kebenaran mutlak. Lalu siapakah orang yang paling
memahami Al Qur’an? Tanpa ragu, jawabnya adalah Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam. Dengan kata lain, Al Qur’an sesuai
pemahaman Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan sabda-sabda
Shallallahu’alaihi Wasallam itu sendiri keduanya adalah sumber
kebenaran.
Yang menjadi masalah sekarang, mengapa ketika semua
kelompok dan jama’ah mengaku telah berpedoman pada Al Qur’an dan Hadits,
mereka masih berbeda keyakinan, berpecah-belah dan masing-masing
mengklaim kebenaran pada dirinya? Setidaknya ini menunjukkan Al Qur’an
dan sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ternyata dapat
ditafsirkan secara beragam, dipahami berbeda-beda oleh masing-masing
individu. Jika demikian maka pertanyaannya adalah, siapakah sebetulnya
di dunia ini yang paling memahami Al Qur’an serta sabda-sabda Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam? Jawabnya, merekalah para sahabat Nabi
radhi’allahu ‘anhum ajma’in.
Pengertian Sahabat Nabi
Yang dimaksud dengan istilah ‘sahabat Nabi’ adalah:
من رأى رسول الله صلى الله عليه وسلم في حال إسلام الراوي، وإن لم تطل صحبته له، وإن لم يرو عنه شيئاً
“Orang yang melihat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam
keadaan Islam, yang meriwayatkan sabda Nabi. Meskipun ia bertemu
Rasulullah tidak dalam tempo yang lama, atau Rasulullah belum pernah
melihat ia sama sekali” (Al Ba’its Al Hatsits)
Empat sahabat Nabi
yang paling utama adalah Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar bin Khattab,
Utsman bin ‘Affan dan ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu’ahum ajma’in.
Tentang jumlah orang yang tergolong sahabat Nabi, Abu Zur’ah Ar Razi ":
شهد معه حجة الوداع أربعون ألفاً، وكان معه بتبوك سبعون ألفاً، وقبض عليه الصلاة والسلام عن مائة ألف وأربعة عشر ألفاً من الصحابة
“Empat puluh ribu orang sahabat Nabi ikut berhaji wada bersama
Rasulullah. Pada masa sebelumnya 70.000 orang sahabat Nabi ikut bersama
Nabi dalam perang Tabuk. Dan ketika Rasulullah wafat, ada sejumlah
114.000 orang sahabat Nabi” (Al Ba’its Al Hatsits)"
Keutamaan Sahabat
Para sahabat Nabi adalah manusia-manusia mulia. Imam Ibnu Katsir menjelaskan keutamaan sahabat Nabi:
والصحابة كلهم عدول عند أهل السنة والجماعة، لما أثنى الله عليهم في كتابه
العزيز، وبما نطقت به السنة النبوية في المدح لهم في جميع أخلاقهم
وأفعالهم، وما بذلوه من الأموال والأرواح بين يدي رسول الله صلى الله عليه
وسلم
“Menurut keyakinan Ahlussunnah Wal Jama’ah, seluruh para
sahabat itu orang yang adil. Karena Allah Ta’ala telah memuji mereka
dalam Al Qur’an. Juga dikarenakan banyaknya pujian yang diucapkan dalam
hadits-hadits Nabi terhadap seluruh akhlak dan amal perbuatan mereka.
Juga dikarenakan apa yang telah mereka korbankan, baik berupa harta
maupun nyawa, untuk membela Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam” (Al
Ba’its Al Hatsits (1/24)
Pujian Allah terhadap para sahabat dalam Al Qur’an diantaranya:
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ
وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا
عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ
خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari
golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah
dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir
sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya.
Itulah kemenangan yang besar” (QS. At Taubah: 100)
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pun memuji dan memuliakan para sahabatnya. Beliau bersabda:
لا تزالون بخير ما دام فيكم من رآني وصاحبني ومن رأى من رآني ومن رأى من رأى من رآني
“Kebaikan akan tetap ada selama diantara kalian ada orang yang pernah
melihatku dan para sahabatku, dan orang yang pernah melihat para
sahabatku (tabi’in) dan orang yang pernah melihat orang yang melihat
sahabatku (tabi’ut tabi’in)” (Riwayat Abu Nu'aim)
Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:
خير الناس قرني ، ثم الذين يلونهم ، ثم الذين يلونه
“Sebaik-baik manusia adalah yang ada pada zamanku, kemudian setelah mereka, kemudian setelah mereka” (Hr. Bukhari)
Dan masih banyak lagi pujian dan pemuliaan dari Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam terhadap para sahabatnya yang membuat kita
tidak mungkin ragu lagi bahwa merekalah umat terbaik, masyarakat
terbaik, dan generasi terbaik umat Islam. Berbeda dengan kita yang belum
tentu mendapat ridha Allah dan baru kita ketahui kelak di hari kiamat,
para sahabat telah dinyatakan dengan tegas bahwa Allah pasti ridha
terhadap mereka. Maka yang layak bagi kita adalah memuliakan mereka,
meneladani mereka, dan tidak mencela mereka. Imam Abu Hanifah berkata :
أفضل الناس بعد رسول الله صلى الله عليه وسلم : أبوبكر وعمر وعثمان وعلي ,
ثم نكف عن جميع أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم إلا بذكر جميل
“Manusia yang terbaik setelah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
adalah Abu Bakar, lalu Umar, lalu Utsman lalu Ali. Kemudian, kita wajib
menahan lisan kita dari celaan terhadap seluruh sahabat Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam, kita tidak boleh menyebut mereka kecuali
dengan sebutan-sebutan yang indah” (Hr.Bukhari)
Lebih lagi Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
لا تسبوا أصحابي ، فلو أن أحدكم أنفق مثل أحد ذهبا ، ما بلغ مد أحدهم ولا نصيف
“Jangan engkau cela sahabatku, andai ada diantara kalian yang berinfaq
emas sebesar gunung Uhud, tetap tidak akan bisa menyamai pahala infaq
sahabatku yang hanya satu mud (satu genggam), bahkan tidak menyamai
setengahnya” (Hr. Bukhari)
Pemahaman Sahabat Nabi, Sumber Kebenaran
Jika kita telah memahami betapa mulia kedudukan para sahabat Nabi, dan
kita juga tentu paham bahwa tidak mungkin ada orang yang lebih memahami
perkataan dan perilaku Nabi selain para sahabat Nabi, maka tentu
pemahaman yang paling benar terhadap agama Islam ada para mereka. Karena
merekalah yang mendakwahkan Islam serta menyampaikan sabda-sabda Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam hingga akhirnya sampai kepada kita,
walhamdulillah. Merekalah ‘penghubung’ antara umat Islam dengan Nabinya.
Oleh karena ini sungguh aneh jika seseorang berkeyakinan atau beramal
ibadah yang sama sekali tidak diyakini dan tidak diamalkan oleh para
sahabat, lalu dari mana ia mendapatkan keyakinan itu? Apakah Allah
Ta’ala menurunkan wahyu kepadanya? Padahal turunnya wahyu sudah terhenti
dan tidak ada lagi Nabi sepeninggal Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam. Dari sini kita perlu menyadari bahwa mengambil metode beragama
Islam yang selain metode beragama para sahabat, akan menjerumuskan kita
kepada jalan yang menyimpang dan semakin jauh dari ridha Allah Ta’ala.
Sedangkan jalan yang lurus adalah jalan yang ditempuh oleh para sahabat
Nabi. Setiap hari kita membaca ayat:
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
“Ya Allah, tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang
yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang
dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. Al Fatihah:
6-7)
Al Imam Ibnu Katsir menjelaskan: “Yang dimaksud dengan
‘orang-orang yang telah Engkau beri nikmat‘ adalah yang disebutkan dalam
surat An Nisa, ketika Allah berfirman:
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ
وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ
النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ
أُولَئِكَ رَفِيقًا
“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan
Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang
dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin,
orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah
teman yang sebaik-baiknya.” (Tafsir Ibnu katsir, 1/140)
Seorang
ahli tafsir dari kalangan tabi’ut tabi’in, Abdurrahman bin Zaid bin
Aslam, menafsirkan bahwa yang dimaksud dalam ayat ini adalah Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam dan para sahabatnya (Tafsir, At-Tabari,
1/179)
Oleh karena itulah, seorang sahabat Nabi, Abdullah Ibnu Mas’ud radhiallahu’anhu berkata:
من كانَ منكم مُتأسياً فليتأسَّ بأصحابِ رسول ِاللهِ صلى اللهُ عليهِ
وسلمَ, فإنهم كانوا أبرَّ هذهِ الأمةِ قلوباً، وأعمقـُها عِلماً،
وأقلـُّهَا تكلـُّفَا، وأقومُها هَديَا، وأحسنـُها حالاً، اختارَهُمُ اللهُ
لِصُحبةِ نبيِّهِ صلى اللهُ عليهِ وسلمَ وإقامَةِ دينِهِ، فاعرفوا لهم
فضلـَهُم، واتـَّبـِعُوهم في آثارِهِم، فإنهم كانوا على الهُدى المُستقيم
“Siapa saja yang mencari teladan, teladanilah para sahabat Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam. Karena merekalah orang yang paling baik
hatinya diantara umat ini, paling mendalam ilmu agamanya, umat yang
paling sedikit dalam berlebihan-lebihan, paling lurus bimbingannya,
paling baik keadaannya. Allah telah memilih mereka untuk mendampingi
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan menegakkan agama-Nya. Kenalilah
keutamaan mereka, dan ikutilah jalan mereka. Karena mereka semua berada
pada shiratal mustaqim (jalan yang lurus)”
(Tafsir Al-Qurtubi, 1/160)
Beliau juga berkata:
إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى نَظَرَ فِي قُلُوبِ الْعِبَادِ فَاخْتَارَ
مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَعَثَهُ بِرِسَالَتِهِ،
وَانْتَخَبَهُ بِعِلْمِهِ، ثُمَّ نَظَرَ فِي قُلُوبِ النَّاسِ فَاخْتَارَ
أَصْحَابَهُ فَجَعَلَهُمْ وُزَرَاءَ نَبِيِّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، وَأَنْصَارَ دِينِهِ، فَمَا رَآهُ الْمُؤْمِنُونَ حَسَنًا
فَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ حَسَنٌ، وَمَا رَآهُ الْمُؤْمِنُونَ قَبِيحًا فَهُوَ
عِنْدَ اللَّهِ قَبِيحٌ
“Allah Ta’ala memperhatikan hati-hati
hambanya, lalu Ia memilih Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam dan
mengutusnya dengan risalah. Allah Ta’ala memperhatikan hati-hati
manusia, lalu Ia memilih para sahabat Nabi, kemudian menjadikan mereka
sebagai pendamping Nabi-Nya dan pembela agama-Nya. Maka segala sesuatu
yang dipandang baik oleh kaum Mu’minin -yaitu Rasulullah dan para
sahabatnya-, itulah yang baik di sisi Allah. Maka segala sesuatu yang
dipandang buruk oleh kaum Mu’minin, itulah yang buruk di sisi Allah”
(Hr. At-tabrani)
Dalam matan Ushul As Sunnah, Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah berkata:
أصول السنة عندنا التمسك بما كان عليه أصحاب رسول الله صلى الله عليه و سلم والاقتداء بهم…
“Asas Ahlussunnah Wal Jama’ah menurut kami adalah berpegang teguh
dengan pemahaman para sahabat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan
meneladani mereka… dst.”
Jika demikian, layaklah bila Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam menjadikan solusi dari perpecahan ummat,
solusi dari mencari hakikat kebenaran yang mulai samar, yaitu dengan
mengikuti sunnah beliau dan pemahaman para sahabat beliau. Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda :
إن بني إسرائيل تفرقت على
ثنتين وسبعين ملة ، وتفترق أمتي على ثلاث وسبعين ملة كلهم في النار إلا ملة
واحدة ، قال من هي يا رسول الله ؟ قال : ما أنا عليه وأصحابي
“Bani
Israil akan berpecah menjadi 74 golongan, dan umatku akan berpecah
menjadi 73 golongan. Semuanya di nereka, kecuali satu golongan”
Para sahabat bertanya: “Siapakah yang satu golongan itu, ya Rasulullah?”
“Orang-orang yang mengikutiku dan para sahabatku" (Hr. At-Tarmidzi)
Beliau juga bersabda menjelang hari-hari wafatnya:
أوصيكم بتقوى الله والسمع والطاعة ، وإن كان عبدا حبشيا فإنه من يعش منكم
فسيرى اختلافا كثيرا ، فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين ،
فتمسكوا بها وعضوا عليها بالنواجذ ، وإياكم ومحدثات الأمور فإن كل محدثة
بدعة وكل بدعة ضلالة )
“Aku wasiatkan kalian agar bertaqwa kepada
Allah. Lalu mendengar dan taat kepada pemimpin, walaupun ia dari
kalangan budak Habasyah. Sungguh orang yang hidup sepeninggalku akan
melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kalian untuk mengikuti
sunnnahku dan sunnah khulafa ar raasyidin yang mereka telah diberi
petunjuk. Berpegang teguhlah dan gigitlah ia dengan gigi geraham. Serta
jauhilah perkara yang diada-adakan, karena ia adalah bid’ah dan setiap
bid’ah itu sesat” (HR. Abu Daud no.4609, Al Hakim no.304, Ibnu Hibban
no.5)
Jika Sahabat Berselisih Pendapat
Sebagaimana yang telah
kita bahas, jika dalam suatu permasalahan terdapat penjelasan dari para
sahabat, lalu seseorang memilih pendapat lain di luar pendapat sahabat,
maka kekeliruan dan penyimpangan lah yang sedang ia tempuh. Namun jika
dalam sebuah permasalahan, terdapat beberapa pendapat diantara para
sahabat, maka kebenaran ada di salah satu dari beberapa pendapat
tersebut, yaitu yang lebih mendekati kesesuaian dengan Al Qur’an dan
sunnah Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam.
Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata:
: قد سمعت قولك في الإجماع والقياس بعد قولك في حكم كتاب الله وسنة رسوله أرأيت أقاويل أصحاب رسول الله إذا تفرقوا فيها ؟
[ فقلت : نصير منها إلى ما وافق الكتاب أو السنة أو الإجماع أو كان أصحَّ في القياس
“Jika ada orang yang bertanya, Wahai Imam Syafi’i, aku dengar engkau
mengatakan bahwa setelah Al Qur’an dan Sunnah, ijma dan qiyas juga
merupakan dalil. Lalu bagaimana dengan perkataan para sahabat Nabi jika
mereka berbeda pendapat ?
Imam Asy Syafi’i berkata: Bimbingan
saya dalam menyikapi perbedaan pendapat di antara para sahabat adalah
dengan mengikuti pendapat yang paling sesuai dengan Al Qu’an atau Sunnah
atau Ijma’ atau Qiyas yang paling shahih”
(Ar-risalah, 1/597)
Semoga Allah senantiasa menunjukkan kita jalan yang lurus, yaitu jalan
yang ditempuh oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam serta para sahabnya
0 komentar:
Posting Komentar