Tujuh jawaban tentang bid'ah

Jawaban yang Pertama.
KESALAHAN TERBESAR DALAM MEMAHAMI BID’AH
(Oleh Syech Muda Abah H.Jamhari bin Kasman)
Penafsiran dan pemahaman Bid’ah selama ini benar-benar telah meresahkan rasa ukhuwah umat Muslim. Bahkan Bid,ah telah dijadikan sebagai senjata untuk menyerang mereka yang berbeda dalam menafsirkan ajaran islam. Sumber kesalahan terbesarnya adalah selama berpuluh-puluh tahun. Mereka tidak menterjemahkan Hadits secara tuntas.(Kullu bid’atin dholalah wakullu dholalatin finnar). Kullu telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia yang berarti (setiap).
Sementara itu (Bid’atin atau bid’ah yang berarti perbuatan) tidak diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, Bid,ah tetap dibiarkan dalam bentuk bahasa Arab. Sehingga terjemahanya selama ini berbunyi”Setiap Bid’ah sesat dan setiap yang sesat di Neraka”. Padahal seharusnya berbunyi” Setiap perbuatan sesat dan setiap perbuatan sesat di Neraka”. Artinya hukum dari semua perbuatan sesat adalah harom atau masuk neraka.
Sumber kesalahan berikutnya, Bid’ah telah ditetapkan sebagai hukum, sehingga di masyarakat Muslim pada umumnya sering terdengar kata-kata “ ini hukumnya Bid’ah”. Padahal faktanya Bid’ah bukanlah hukum, karena hukum syariat islam hanya mengenal 5 perkara yaitu Wajib, Sunnah, Halal, Harom dan Makruh. Ini sebenarnya pelajaran fiqih yang dikenalkan kepada umat Muslim sejak dibangku SD
( Sekolah Dasar).
Kesimpulanya, siapa saja yang menjadikan (Bid’ah atau perbuatan) sebagai dasar hukum, maka ia telah membuat hukum baru didalam syariat islam dengan dasar yang sangat salah. Ketika ia membuat hukum baru dengan dasar yang salah, maka ia telah menjadi pelopor untuk menyesatkan orang-orang yang meyakini dan melaksanakan hukum tersebut.
Jadi seberapa banyak orang melaksanakan dan meyakini hukum baru yang bernama (Bid’ah atau perbuatan) tersebut dan seberapa banyak hukum baru tersebut telah menciptakan perdebatan, permusuhan dan perpecahan di kalangan umat islam pada setiap lapisan Masyarakat. Maka, sebanyak itulah sang penyampai sekaligus sang pelopor hukum baru yang bernama Bid’ah, akan terus menerus memperoleh dan menciptakan salah dan dosa dari setiap orang yang meyakini dan melaksanakan hukum baru (Bid’ah atau perbuatan) yang sangat salah tersebut. Semoga kita tidak terjebak menjadi sang pelopor kesalahan demi kesalahan yang terus berkesinambungan seperti ini, Aamiin.
Jawaban : Kedua
MEMAHAMI IBADAH DENGAN HUKUM SYARI’AT BUKAN DENGAN HUKUM BID’AH
Secara umum kita mengetahui hukum dasar Syariat atau hukum Syariat Islam adalah, Wajib, Sunnah, Halal, Harom dan Makruh. Inilah kelima hukum dasar agama didalam ilmu fiqih yang bersumber dari Al-qur’an dan Al- Hadits. Artinya semua perbuatan yang dicontohkan oleh Nabi SAW memiliki dua hukum pasti yaitu wajib dan sunnah. Sebaliknya, semua perbuatan yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW juga memiliki tiga hukum pasti yaitu halal, harom dan makruh.
Semua yang dicontohkan oleh Nabi SAW pasti hukumnya halal, akan tetapi semua yang halal belum tentu dicontohkan oleh Nabi SAW, contohnya membaca Al-Qur,an yang sudah dibukukan dan membaca kitab Hadits Bukhori Muslim.
Sedangkan semua yang harom wajib ditinggalkan karena pasti tidak dicontohkah oleh Nabi SAW kecuali sudah menjadi halal. Contohnya, dulu sebelum menikahi istri kita, ia harom berkumpul, tapi sesudah menikah ia menjadi halal. Bahkan menurut mayoritas (Jumhur) Ulama, menikah hukumnya sunnah karena dicontohkan oleh Nabi SAW.
Bagi mereka yang memahami bahwa ibadah hanya berdasarkan Al-Qur,an dan Al-Hadist, atau sebatas wajib dan sunnah, harus sesuai dengan yang dicontohkan oleh Nabi SAW. Inilah yang disebut pemahaman ibadah dalam arti sangat sempit. Ketika kita mengerjakan perbuatan baik yang tidak berhukum harom dan makruh dengan niat karena Alloh, maka perbuatan tersebut pasti akan menjadi ibadah. Inilah yang disebut pemahaman ibadah dalam arti sangat luas.
Begitu juga ketika kita mengerjakan perbuatan yang sangat jelas berbentuk ibadah dan dicontohkan oleh Nabi SAW.Tetapi apabila tidak diniatkan karena Alloh SWT, maka ibadah tersebut pasti menjadi bukan perbuatan ibadah. Didalam hukum pasti atau hukum syariat Islam, sungguh tidak ada hukum yang meragukan atau subhat, karena semua yang subhat pasti berhukum harom. Selain hukum syariat diatas, ada satu lagi yang pasti dalam hukum Islam yaitu bid’ah itu bukan hukum.
Sesungguhnya hanya orang yang sangat tidak paham hukum Syariat Islam, yang menjadikan bid’ah sebagai dasar hukum, sehingga ia sangat sempit dalam memahami ibadah.
Jawaban : Ketiga
Sesungguhnya tidak ada pengertian bid’ah secara bahasa yang mereka sebut hanya untuk urusan duniawi. Dan tidak ada pengertian bid’ah secara syariat menurut mereka yang hanya berhubungan dengan ibadah. Sebab semua perbuatan umat Islam sepanjang hidupnya adalah ibadah. Dan semua ibadah tidak mungkin terlepas dari Hukum syari’at. Semua (perbuatan atau bid’ah) akan menjadi ibadah asalkan diperbolehkan oleh hukum syariat Islam, dan disertai dengan niat karena Alloh SWT.
Jawaban: ke Empat
Jadi bid’ah atau perbuatan yang tidak ada dasar syariatnya, atau amalan baru yang tidak bersyariat, adalah perbuatan atau amalan baru yang tidak diperbolehkan hukum syari’at dan tidak pernah dilakukan oleh Nabi SAW. Contohnya adalah bid’ah atau perbuatan atau amalan baru yang bisa menyebabkan, sesat, dosa, musyrik dan murtad. Sehingga [bid’ah atau perbuatan atau amalan baru] tersebut pasti ditolak oleh Alloh SWT karena berhukum harom.
Diantara contoh bid’ah atau amalan baru yang diperbolehkan oleh Hukum syari’at islam,dan tidak pernah dilakukan atau dicontohkan oleh Nabi SAW, adalah membaca Al-Qur,an yang sudah dibukukan seperti yang ada pada saat ini, dan membaca kitab Hadits Bukhori Muslim.
Inilah salah satu diantara bukti bahwa tidak semua bid’ah atau amalan baru yang tidak ada pada jaman Nabi SAW itu pasti sesat dan harom. Jika Membaca Al-Qur,an dan membaca kitab Hadits Bukhori Muslim tersebut disertai dengan niat karena Alloh, maka (perbuatan atau bid’ah) tersebut pasti menjadi ibadah. Karena membaca Al-Qur,an yang sudah dibukukan dan kitab Hadits Bukhori Muslim, secara syari’at hukumnya adalah halal.
Jawaban : Ke Lima
Kesalahan terbesar berikutnya adalah bid'ah yang sangat jelas bukan Hukum syariat islam telah dijadikan batasan pasti semua perbuatan umat Islam.
Padahal batasan pasti semua perbuatan umat Islam adalah Hukum Islam, Rukun Islam dan Rukun Iman. Semua (bid'ah atau perbuatan) umat Islam, sepanjang tidak melanggar semuanya itu, pasti berhukum Halal.
Semua perbuatan yang berhukum Halal jika disertai, niat karena Alloh SWT pasti menjadi ibadah.
Hukum syari'at ini hanya dilaksanakan dan diyakini oleh orang yang bertuhankan Alloh SWT. Tentunya akan sulit diterima oleh mereka yang sudah menjadikan bid’ah sebagai panglimanya hukum, padahal bid’ah itu bukan hukum.
Jawaban: Ke Enam
Kesimpulan:
Semua perbuatan umat islam, jangankan ada perintah dari Al-Qur,an dan Al-Hadistnya. Meskipun tidak ada perintah dari Al-Qur,an dan Al-Hadist sekalipun.
Sepanjang perbuatan tersebut tidak melanggar dasar-dasar syariat Islam, yaitu Hukum Islam, Rukun Islam dan Rukun Iman, pasti berhukum halal.
Semua perbuatan yang berhukum halal, jika disertai niat karena Alloh pasti menjadi ibadah.
Jawaban : ke Tujuh
RINGKASAN PEMAHAMAN BID'AH
Amal ibadah yang paling baik adalah amal ibadah yang dilakukannya dengan ikhlas dan benar. Jika kita mengerjakan amal ibadah dengan ikhlas tetapi tidak benar, maka ia tidak akan diterima oleh Alloh SWT. Begitu juga dengan amal ibadah yang sudah benar, jika kita mengerjakannya dengan tidak ikhlas, ia juga tidak akan diterima oleh Alloh SWT. Semua amal ibadah akan diterima oleh Alloh tanpa terkecuali, jika kita melakukannya dengan ikhlas dan benar. Ikhlas artinya kita melakukannya hanya karena Alloh.
Terdapat dua cara dalam memahami dan melakukan amal ibadah yang baik dan benar.
Pertama, kita melakukan dan memahami amal ibadah dengan cara pandang yang sangat sempit, artinya semua bentuk amal ibadah dilakukannya hanya berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits dan hanya sebatas wajib dan sunnah, sesuai dengan tuntunan dan petunjuk atau contoh Rosululloh sholalloohu ‘alaihi wasallam.
Kedua, kita melakukan dan memahami amal ibadah dengan cara pandang yang sangat luas, artinya semua perbuatan baik sejauh tidak melanggar Hukum Islam, Rukun Islam dan Rukun Iman, pasti ia berhukum halal. Sehingga perbuatan baik yang berhukum halal tersebut, jika kita mengerjakannya dengan niat hanya karena Alloh, pasti ia menjadi bernilai ibadah.
Siapapun orangnya, ketika ia memilih melakukan dan memahami amal ibadah secara sempit, pasti ia lebih cenderung akan menyalahkan hal-hal yang belum tentu salah, begitu juga terhadap hal-hal yang sangat jelas berhukum halal dan tidak melanggar Hukum Islam, Rukun Islam dan Rukun Iman.
Siapapun orangnya, ketika ia memilih melakukan dan memahami amal ibadah secara sempit, pasti ia lebih banyak mencari perbedaan. Sehingga, ia sangat mudah menyalahkan dan melarang semua ibadah, yang berbeda dengan pendapat para gurunya.
Berbeda, jika ia memilih memahami amal ibadah secara luas, tentunya ia tidak akan mudah menyalahkan orang lain, apalagi menuduh sesat dan melarang terhadap siapapun yang tidak sepaham denganya.
Sekarang kita bebas untuk memilihnya, kita mau mengikuti cara pandang pertama yang sangat sempit atau cara pandang kedua yang sangat luas. Mengingat, kedua cara tersebut sangat benar, jika merujuk ke ( Al-Qur,an surat Azal-zallah ayat 7 ) yaitu:
Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat Zarroh pun. Maka ia akan melihat balasannya".
Sesungguhnya hukum tertinggi agama Islam adalah Al- Qur-an
Dari Tujuh jawaban ini, silahkan Pilih jawaban yang paling mudah dipahami.
Wassalamu alaikum
(Dikutip dari Buku Cara Mudah mempraktekkan tasawuf. (Qodiriyah wanaqsa Naqsabandiyah).

0 komentar:

Posting Komentar