Jawaban yang Pertama.
KESALAHAN TERBESAR DALAM MEMAHAMI BID’AH
(Oleh Syech Muda Abah H.Jamhari bin Kasman)
Penafsiran dan pemahaman Bid’ah selama ini benar-benar telah meresahkan
rasa ukhuwah umat Muslim. Bahkan Bid,ah telah dijadikan sebagai
senjata untuk menyerang mereka yang berbeda dalam menafsirkan ajaran
islam. Sumber kesalahan terbesarnya adalah selama berpuluh-puluh tahun.
Mereka tidak menterjemahkan Hadits secara tuntas.(Kullu bid’atin
dholalah wakullu dholalatin finnar). Kullu telah diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia yang berarti (setiap).
Sementara itu (Bid’atin
atau bid’ah yang berarti perbuatan) tidak diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia, Bid,ah tetap dibiarkan dalam bentuk bahasa Arab. Sehingga
terjemahanya selama ini berbunyi”Setiap Bid’ah sesat dan setiap yang
sesat di Neraka”. Padahal seharusnya berbunyi” Setiap perbuatan sesat
dan setiap perbuatan sesat di Neraka”. Artinya hukum dari semua
perbuatan sesat adalah harom atau masuk neraka.
Sumber kesalahan
berikutnya, Bid’ah telah ditetapkan sebagai hukum, sehingga di
masyarakat Muslim pada umumnya sering terdengar kata-kata “ ini hukumnya
Bid’ah”. Padahal faktanya Bid’ah bukanlah hukum, karena hukum syariat
islam hanya mengenal 5 perkara yaitu Wajib, Sunnah, Halal, Harom dan
Makruh. Ini sebenarnya pelajaran fiqih yang dikenalkan kepada umat
Muslim sejak dibangku SD
( Sekolah Dasar).
Kesimpulanya,
siapa saja yang menjadikan (Bid’ah atau perbuatan) sebagai dasar hukum,
maka ia telah membuat hukum baru didalam syariat islam dengan dasar
yang sangat salah. Ketika ia membuat hukum baru dengan dasar yang salah,
maka ia telah menjadi pelopor untuk menyesatkan orang-orang yang
meyakini dan melaksanakan hukum tersebut.
Jadi seberapa banyak
orang melaksanakan dan meyakini hukum baru yang bernama (Bid’ah atau
perbuatan) tersebut dan seberapa banyak hukum baru tersebut telah
menciptakan perdebatan, permusuhan dan perpecahan di kalangan umat islam
pada setiap lapisan Masyarakat. Maka, sebanyak itulah sang penyampai
sekaligus sang pelopor hukum baru yang bernama Bid’ah, akan terus
menerus memperoleh dan menciptakan salah dan dosa dari setiap orang yang
meyakini dan melaksanakan hukum baru (Bid’ah atau perbuatan) yang
sangat salah tersebut. Semoga kita tidak terjebak menjadi sang pelopor
kesalahan demi kesalahan yang terus berkesinambungan seperti ini,
Aamiin.
Jawaban : Kedua
MEMAHAMI IBADAH DENGAN HUKUM SYARI’AT BUKAN DENGAN HUKUM BID’AH
Secara umum kita mengetahui hukum dasar Syariat atau hukum Syariat
Islam adalah, Wajib, Sunnah, Halal, Harom dan Makruh. Inilah kelima
hukum dasar agama didalam ilmu fiqih yang bersumber dari Al-qur’an dan
Al- Hadits. Artinya semua perbuatan yang dicontohkan oleh Nabi SAW
memiliki dua hukum pasti yaitu wajib dan sunnah. Sebaliknya, semua
perbuatan yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW juga memiliki tiga
hukum pasti yaitu halal, harom dan makruh.
Semua yang
dicontohkan oleh Nabi SAW pasti hukumnya halal, akan tetapi semua yang
halal belum tentu dicontohkan oleh Nabi SAW, contohnya membaca Al-Qur,an
yang sudah dibukukan dan membaca kitab Hadits Bukhori Muslim.
Sedangkan semua yang harom wajib ditinggalkan karena pasti tidak
dicontohkah oleh Nabi SAW kecuali sudah menjadi halal. Contohnya, dulu
sebelum menikahi istri kita, ia harom berkumpul, tapi sesudah menikah ia
menjadi halal. Bahkan menurut mayoritas (Jumhur) Ulama, menikah
hukumnya sunnah karena dicontohkan oleh Nabi SAW.
Bagi mereka yang memahami bahwa ibadah hanya berdasarkan Al-Qur,an dan
Al-Hadist, atau sebatas wajib dan sunnah, harus sesuai dengan yang
dicontohkan oleh Nabi SAW. Inilah yang disebut pemahaman ibadah dalam
arti sangat sempit. Ketika kita mengerjakan perbuatan baik yang tidak
berhukum harom dan makruh dengan niat karena Alloh, maka perbuatan
tersebut pasti akan menjadi ibadah. Inilah yang disebut pemahaman ibadah
dalam arti sangat luas.
Begitu juga ketika kita mengerjakan perbuatan yang sangat jelas
berbentuk ibadah dan dicontohkan oleh Nabi SAW.Tetapi apabila tidak
diniatkan karena Alloh SWT, maka ibadah tersebut pasti menjadi bukan
perbuatan ibadah. Didalam hukum pasti atau hukum syariat Islam, sungguh
tidak ada hukum yang meragukan atau subhat, karena semua yang subhat
pasti berhukum harom. Selain hukum syariat diatas, ada satu lagi yang
pasti dalam hukum Islam yaitu bid’ah itu bukan hukum.
Sesungguhnya hanya orang yang sangat tidak paham hukum Syariat Islam,
yang menjadikan bid’ah sebagai dasar hukum, sehingga ia sangat sempit
dalam memahami ibadah.
Jawaban : Ketiga
Sesungguhnya tidak ada pengertian bid’ah secara bahasa yang mereka
sebut hanya untuk urusan duniawi. Dan tidak ada pengertian bid’ah secara
syariat menurut mereka yang hanya berhubungan dengan ibadah. Sebab
semua perbuatan umat Islam sepanjang hidupnya adalah ibadah. Dan semua
ibadah tidak mungkin terlepas dari Hukum syari’at. Semua (perbuatan atau
bid’ah) akan menjadi ibadah asalkan diperbolehkan oleh hukum syariat
Islam, dan disertai dengan niat karena Alloh SWT.
Jawaban: ke Empat
Jadi bid’ah atau perbuatan yang tidak ada dasar syariatnya, atau amalan
baru yang tidak bersyariat, adalah perbuatan atau amalan baru yang
tidak diperbolehkan hukum syari’at dan tidak pernah dilakukan oleh Nabi
SAW. Contohnya adalah bid’ah atau perbuatan atau amalan baru yang bisa
menyebabkan, sesat, dosa, musyrik dan murtad. Sehingga [bid’ah atau
perbuatan atau amalan baru] tersebut pasti ditolak oleh Alloh SWT karena
berhukum harom.
Diantara contoh bid’ah atau amalan baru yang
diperbolehkan oleh Hukum syari’at islam,dan tidak pernah dilakukan atau
dicontohkan oleh Nabi SAW, adalah membaca Al-Qur,an yang sudah dibukukan
seperti yang ada pada saat ini, dan membaca kitab Hadits Bukhori
Muslim.
Inilah salah satu diantara bukti bahwa tidak semua bid’ah
atau amalan baru yang tidak ada pada jaman Nabi SAW itu pasti sesat dan
harom. Jika Membaca Al-Qur,an dan membaca kitab Hadits Bukhori Muslim
tersebut disertai dengan niat karena Alloh, maka (perbuatan atau bid’ah)
tersebut pasti menjadi ibadah. Karena membaca Al-Qur,an yang sudah
dibukukan dan kitab Hadits Bukhori Muslim, secara syari’at hukumnya
adalah halal.
Jawaban : Ke Lima
Kesalahan terbesar
berikutnya adalah bid'ah yang sangat jelas bukan Hukum syariat islam
telah dijadikan batasan pasti semua perbuatan umat Islam.
Padahal
batasan pasti semua perbuatan umat Islam adalah Hukum Islam, Rukun
Islam dan Rukun Iman. Semua (bid'ah atau perbuatan) umat Islam,
sepanjang tidak melanggar semuanya itu, pasti berhukum Halal.
Semua perbuatan yang berhukum Halal jika disertai, niat karena Alloh SWT pasti menjadi ibadah.
Hukum syari'at ini hanya dilaksanakan dan diyakini oleh orang yang
bertuhankan Alloh SWT. Tentunya akan sulit diterima oleh mereka yang
sudah menjadikan bid’ah sebagai panglimanya hukum, padahal bid’ah itu
bukan hukum.
Jawaban: Ke Enam
Kesimpulan:
Semua
perbuatan umat islam, jangankan ada perintah dari Al-Qur,an dan
Al-Hadistnya. Meskipun tidak ada perintah dari Al-Qur,an dan Al-Hadist
sekalipun.
Sepanjang perbuatan tersebut tidak melanggar dasar-dasar
syariat Islam, yaitu Hukum Islam, Rukun Islam dan Rukun Iman, pasti
berhukum halal.
Semua perbuatan yang berhukum halal, jika disertai niat karena Alloh pasti menjadi ibadah.
Jawaban : ke Tujuh
RINGKASAN PEMAHAMAN BID'AH
Amal ibadah yang paling baik adalah amal ibadah yang dilakukannya
dengan ikhlas dan benar. Jika kita mengerjakan amal ibadah dengan ikhlas
tetapi tidak benar, maka ia tidak akan diterima oleh Alloh SWT. Begitu
juga dengan amal ibadah yang sudah benar, jika kita mengerjakannya
dengan tidak ikhlas, ia juga tidak akan diterima oleh Alloh SWT. Semua
amal ibadah akan diterima oleh Alloh tanpa terkecuali, jika kita
melakukannya dengan ikhlas dan benar. Ikhlas artinya kita melakukannya
hanya karena Alloh.
Terdapat dua cara dalam memahami dan melakukan amal ibadah yang baik dan benar.
Pertama, kita melakukan dan memahami amal ibadah dengan cara pandang
yang sangat sempit, artinya semua bentuk amal ibadah dilakukannya hanya
berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits dan hanya sebatas wajib dan sunnah,
sesuai dengan tuntunan dan petunjuk atau contoh Rosululloh sholalloohu
‘alaihi wasallam.
Kedua, kita melakukan dan memahami amal ibadah
dengan cara pandang yang sangat luas, artinya semua perbuatan baik
sejauh tidak melanggar Hukum Islam, Rukun Islam dan Rukun Iman, pasti ia
berhukum halal. Sehingga perbuatan baik yang berhukum halal tersebut,
jika kita mengerjakannya dengan niat hanya karena Alloh, pasti ia
menjadi bernilai ibadah.
Siapapun orangnya, ketika ia memilih
melakukan dan memahami amal ibadah secara sempit, pasti ia lebih
cenderung akan menyalahkan hal-hal yang belum tentu salah, begitu juga
terhadap hal-hal yang sangat jelas berhukum halal dan tidak melanggar
Hukum Islam, Rukun Islam dan Rukun Iman.
Siapapun orangnya, ketika
ia memilih melakukan dan memahami amal ibadah secara sempit, pasti ia
lebih banyak mencari perbedaan. Sehingga, ia sangat mudah menyalahkan
dan melarang semua ibadah, yang berbeda dengan pendapat para gurunya.
Berbeda, jika ia memilih memahami amal ibadah secara luas, tentunya ia
tidak akan mudah menyalahkan orang lain, apalagi menuduh sesat dan
melarang terhadap siapapun yang tidak sepaham denganya.
Sekarang
kita bebas untuk memilihnya, kita mau mengikuti cara pandang pertama
yang sangat sempit atau cara pandang kedua yang sangat luas. Mengingat,
kedua cara tersebut sangat benar, jika merujuk ke ( Al-Qur,an surat
Azal-zallah ayat 7 ) yaitu:
Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat Zarroh pun. Maka ia akan melihat balasannya".
Sesungguhnya hukum tertinggi agama Islam adalah Al- Qur-an
Dari Tujuh jawaban ini, silahkan Pilih jawaban yang paling mudah dipahami.
Wassalamu alaikum
(Dikutip dari Buku Cara Mudah mempraktekkan tasawuf. (Qodiriyah wanaqsa Naqsabandiyah).
0 komentar:
Posting Komentar