Dulu ana datang ke suami ana, justru ana yang menawarkan diri ke suami.
''Akhi, maukah menikah dengan ana?'', tawarku padanya.
.
Waktu itu dia masih kuliah smester 8. Dia cuma bengooonggg seribu
bahasa, serasa melayang di atas awan, seolah waktu terhenti. Beberapa
saat setelah setengah kesadarannya kembali dan setengahnya lagi entah
kemana, dia berucap,
.
'''Afwan ukh... anti pengen mahar apa dari ana?'' "Cukup antum bersedia menikah denganku saja itu sudah lebih dari cukup"
.
Bak orang awam mendaki gunung yang tinggi lagi extreme, ehhh... dianya
langsung lemesss... kayak pingsan. Besoknya datang nazhar, terus
khitbah. Lalu untuk ngumpulin uang buat nikah, dia jual sepeda dan jual
komputernya... untuk mahar dan biaya nikah. Di awal pernikahan dia gak
punya pendapatan apa-apa. Kita usaha bareng dan ana gak pernah nanya
seberapa pendapatnya ataupun dia kerja apa. Selama ana nikah dengannya
ana belum pernah minta uang. Hingga kinipun kalo gak dikasih ya diam.
Saat beras habis... ana gak masak. Saat dia nanya, "kok gak masak beras
dek?"
.
"Habis mas", jawabku
"Kok gak minta uang?", lanjutnya.
Ana gak jawab, takut suami gak punya kalo ana minta. Jadi ana takut menyinggung perasaan kekasih hatiku.. weee😝
.
Kalo kita menghormati suami, maka suami akan menyayangi kita lebih dari
rasa sayang kita ke dia. Bahkan usaha sekarang dah maju pesat...
alhamdulillah. Ibarat kata uang 50jt dah hal biasa. Lalu suatu hari ana
tawarkan dia nikah lagi
namun dia gak mau. Katanya ana itu tidak ada duanya...😝
.
Sumber : akhwatsholehah / KalamBerhijrah
0 komentar:
Posting Komentar