Jadikan Shalat Pencegah
Perbuatan Keji dan Munkar
Setiap kewajiban yang telah dibebankan Islam kepada umatnya
senantiasa memuat hikmah dan maslahat bagi mereka. Islam menginginkan
terbentuknya akhlak Islami dalam diri Muslim ketika ia mengimplementasikan setiap
ibadah yang telah digariskan oleh Allah SWT dalam Kitab dan Sunnah rasul-Nya.
Pada akhirnya nilai-nilai keagungan Islam senantiasa mewarnai ruang kehidupan
Muslim. Tidak hanya terbatas pada ruang kepribadian individu Muslim, namun
nilai-nilai itu dapat ditemukan pula dalam ruang kehidupan keluarga dan
komunitas masyarakat Muslim. Kita bisa merenungkan kembali ayat-ayat Allah yang
berkaitan dengan hal ini, sebagaimana salah satu firman-Nya, “Hai orang-orang
yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Q.S. Al-Baqarah: 183). Melalui
ibadah puasa, Allah SWT menginginkan terbentuknya pribadi-pribadi Muslim yang
bertakwa. Pribadi yang tidak pernah mengenal slogan hidup kecuali slogan yang
agung ini: sami’naa wa atha’na. Pribadi yang senantiasa melaksanakan segala
perintah dan menjauhi segala larangan-Nya dalam situasi dan kondisi apapun.
Oleh karenanya, Nabiyullah agung Muhammad SAW telah bersabda: “Takutlah kamu
kepada Allah di manapun kamu berada, ikuti keburukan dosa dengan kebaikan
niscaya ia akan menghapuskannya dan gauli manusia dengan akhlak yang baik.”
Dalam sabda beliau yang lain: “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa
faridlah (kewajiban) maka jangan sekali-kali kamu menyia-nyiakannya, Dia telah
menetapkan batasan-batasan maka jangan sekali-kali kamu melampui batas, Dia
telah mengharamkan banyak hal maka jangan sekali-kali melanggarnya….” “Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan berdo\'alah untuk mereka. Sesungguhnya do\'a kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” (Q.S. 9/At-Taubah: 103). Dengan ibadah zakat, Islam mengharapkan
tumbuh subur sifat-sifat kebaikan dalam jiwa seorang Muslim dan mampu
memberangus kekikiran dan cinta yang berlebihan kepada harta benda. Begitu juga
ibadah shalat yakni ibadah yang jika seorang hamba melaksanakan dengan
memelihara syarat-syarat, rukun-rukun, wajibat, adab-adab, dan kekhusyu`an di
dalamnya, niscaya ibadah ini akan menjauhkannya dari perbuatan keji dan
kemunkaran. Sebaliknya, ibadah ini akan mendekatkan seorang hamba yang
melaksanakannya dengan sebenarnya kepada Sang Khalik dan mendekatkannya kepada
kebaikan-kebaikan serta cahaya hidup. Perhatikan ayat berikut ini, “Bacalah apa
yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Quran) dan dirikanlah
shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan
mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (Q.S. 29/Al-Ankabuut: 45). Muslim yang selalu menunaikan ibadah ini
akan selalu aktif dalam kegiatan-kegiatan kebaikan dan mampu menjadi cahaya di
tengah-tengah masyarakatnya. Muslim yang memiliki hamasah yang menggelora dalam
memperjuangkan kebenaran dan memberangus nilai-nilai kemunkaran, kelaliman, dan
perbuatan keji lainnya. Hatinya terasa tersayat di saat menyaksikan pornografi
dan porno aksi mewabah di tengah-tengah masyarakatnya. Jiwanya akan terus
gelisah ketika melihat kelaliman yang dipermainkan para budak kekuasaan.
Memang, ia harus menjadi cahaya yang berjalan di tengah-tengah kegelapan zaman
ini. Allah berfirman, “Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami
hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu
dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang
yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar
dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa
yang telah mereka kerjakan.” (Q.S. 6Al-An’am: 122) Ikhwan dan akhwat fillah,
Ibadah shalat adalah awal kewajiban yang diperintahkan Allah SWT kepada umat
ini pada peristiwa Isra dan Mi’raj. Ibadah yang merupakan simbol dan tiang
agama, “Pokok urusan adalah Islam, tiangnya adalah shalat dan puncaknya adalah
jihad di jalan Allah.” (HR Muslim). Ibadah yang dijadikan Allah sebagai
barometer hisab amal hamba-hamba-Nya di akhirat, “Awal hisab seorang hamba pada
hari kiamat adalah shalat. Apabila shalatnya baik maka seluruh amalnya baik,
dan apabila buruk maka seluruh amalnya buruk.” (HR At-Thabrani). Ibadah shalat
merupakan wasiat Nabi yang terakhir kepada umat ini dan yang paling terakhir
dari urwatul islam (ikatan Islam) yang akan dihapus oleh Allah SWT. Selain ini,
shalat juga penyejuk mata, waktu rehatnya sang jiwa, saat kebahagiaan hati,
kedamaian jiwa dan merupakan media komunikasi antara hamba dan Rabbnya. Ibadah yang
memiliki kedudukan atau manzilah yang agung ini tidak akan hadir maknanya dalam
kehidupan kita, tatkala kita lalai menjaga arkan, wajibat dan sunah yang
inheren dengan ibadah ini. Tatkala kita tidak mampu menghadirkan hati, merajut
benang kekhusukan dan keikhlasan dalam melaksanakan ibadah ini maka kita tidak
akan mampu menangkap untaian makna yang terkandung di dalamnya. Kita tidak akan
mampu memahami sinyal-sinyal rahasia yang ada di balik ibadah ini. Tidakkah
banyak di antara manusia Muslim yang ahli ibadah namun masih jauh dari
nilai-nilai Islam. Ahli shalat namun masih suka melakukan kemaksiatan. Hal ini
disebabkan nilai-nilai agung yang terkandung dalam ibadah sama sekali tidak
mampu memberikan pesan-pesan ilahiah di luar shalat. Takbir yang dikumandangkan
di saat beribadah tidak mampu melahirkan keagungan di luar shalat. Do’a iftitah
“Inna shalaatii wa nusukii….” yang dilafazkan dalam shalat tidak mampu
mengingatkan tujuan hidupnya. Ibadah ini seolah-olah hanya menjadi
gerakan-gerakan ritual yang maknanya tidak pernah membumi dalam kehidupan orang
yang melaksanakannya. Oleh karena itu, ibadah shalat yang mampu melahirkan
hikmah pencegahan dari perbuatan keji dan kemungkaran, hikmah pensucian jiwa
dan ketentraman, apabila dilakukan dengan penuh kekhusyukan, mentadabburkan
gerakan dan ucapan yang terkandung di dalamnya, penuh ketenangan dan dengan
tafakkur yang sesungguhnya. Maka ia akan keluar dari ibadah dengan merasakan
kenikmatannya, terkontaminasi dengan nilai-nilai keta’atan dan mendapatkan cahaya
ma’rifatullah. Rasulullah SAW bersabda: “Tidak seorangpun yang melaksanakan
shalat maktubah (fardlu), lalu ia memperbaiki wudlunya, khusyuk dan rukuknya
kecuali shalat ini akan menjadi pelebur dosa-dosa sebelumnya selama tidak
melakukan dosa besar. Dan ini berlaku sepanjang tahun.” (H.R. Muslim) Inilah
yang pernah dilakukan oleh salaf shalih termasuk di dalamnya Ibnu Zubair RA.
Mereka laksana tiang yang berdiri tegak karena kekhusyukannya. Mereka terbius
dengan kerinduannya akan Rabbnya dan mereka asyik berkomunikasi dengan Sang
Khalik tanpa terganggu dengan suara makhluk-Nya. Ikhwan dan akhwat fillah,
0 komentar:
Posting Komentar