II.12. MENGIRIM PAHALA DAN BACAAN KEPADA MAYIT
1. Ucapan Imam Nawawi dalam Syarah Nawawi Ala shahih Muslim Juz 1 hal 90
menjelaskan :
من
أراد بر والديه فليتصدق عنهما فان الصدقة تصل الى الميت وينتفع بها بلا خلاف بين
المسلمين وهذا هو الصواب وأما ما حكاه أقضى القضاة أبو الحسن الماوردى البصرى
الفقيه الشافعى فى كتابه الحاوى عن بعض أصحاب الكلام من أن الميت لا يلحقه بعد موته
ثواب فهو مذهب باطل قطعيا وخطأ بين مخالف لنصوص الكتاب والسنة واجماع الامة فلا
التفات اليه ولا تعريج عليه وأما الصلاة والصوم فمذهب الشافعى وجماهير العلماء أنه
لا يصل ثوابها الى الميت الا اذا كان الصوم واجبا على الميت فقضاه عنه وليه أو من
أذن له الولي فان فيه قولين للشافعى أشهرهما عنه أنه لا يصلح وأصحهما ثم محققى
متأخرى أصحابه أنه يصح وستأتى المسألة فى كتاب الصيام ان شاء الله تعالى وأما قراءة
القرآن فالمشهور من مذهب الشافعى أنه لا يصل ثوابها الى الميت وقال بعض أصحابه يصل
ثوابها الى الميت وذهب جماعات من العلماء الى أنه يصل الى الميت ثواب جميع العبادات
من الصلاة والصوم والقراءة وغير ذلك وفى صحيح البخارى فى باب من مات وعليه نذر أن
ابن عمر أمر من ماتت أمها وعليها صلاة أن تصلى عنها وحكى صاحب الحاوى عن عطاء بن
أبى رباح واسحاق بن راهويه أنهما قالا بجواز الصلاة عن الميت وقال الشيخ أبو سعد
عبد الله بن محمد بن هبة الله بن أبى عصرون من أصحابنا المتأخرين فى كتابه الانتصار
الى اختيار هذا وقال الامام أبو محمد البغوى من أصحابنا فى كتابه التهذيب لا يبعد
أن يطعم عن كل صلاة مد من طعام وكل هذه إذنه كمال ودليلهم القياس على الدعاء
والصدقة والحج فانها تصل.
Berkata Imam Nawawi : “Barangsiapa yang ingin berbakti pada ayah
ibunya maka ia boleh bersedekah atas nama mereka (kirim amal sedekah untuk
mereka), dan sungguh pahala shadaqah itu sampai pada mayyit dan akan membawa
manfaat atasnya tanpa ada ikhtilaf diantara muslimin, inilah pendapat terbaik,
mengenai apa – apa yang diceritakan pimpinan Qadhiy Abul Hasan Almawardiy
Albashriy Alfaqiihi Assyafii mengenai ucapan beberapa Ahli Bicara (semacam
wahabiy yang hanya bisa bicara tanpa ilmu) bahwa mayyit setelah wafatnya tak
bisa menerima pahala, maka pemahaman ini Batil secara jelas dan kesalahan yang
diperbuat oleh mereka yang mengingkari nash – nash dari Alqur’an dan Alhadits
dan Ijma ummat ini, maka tak perlu ditolelir dan tak perlu
diperdulikan.
Namun mengenai pengiriman pahala shalat dan puasa, maka madzhab Syafii
dan sebagian ulama mengatakannya tidak sampai kecuali shalat dan puasa yang
wajib bagi mayyit, maka boleh di Qadha oleh wali nya atau orang lain yang
diizinkan oleh walinya, maka dalam hal ini ada dua pendapat dalam Madzhab
Syafii, yang lebih masyhur hal ini tak sampai, namun pendapat kedua yang lebih
shahih mengatakan hal itu sampai, dan akan kuperjelas nanti di Bab Puasa Insya
Allah Ta’ala.
Mengenai pahala Alqur’an menurut pendapat yang masyhur dalam madzhab
Syafii bahwa tak sampai pada mayyit, namun adapula pendapat dari sahabat sahabat
Syafii yang mengatakannya sampai, dan sebagian besar ulama mengambil pendapat
bahwa sampainya pahala semua macam ibadah, berupa shalat, puasa, bacaan
Alqur’an, ibadah dan yang lainnya, sebagaimana diriwayatkan dalam shahih Bukhari
pada Bab : “Barangsiapa yang wafat dan atasnya nadzar” bahwa Ibn Umar
memerintahkan seorang wanita yang wafat ibunya yang masih punya hutang shalat
agar wanita itu membayar (meng qadha) shalatnya, dan dihikayatkan oleh Penulis
kitab Al Hawiy, bahwa Atha bin Abi Ribah dan Ishaq bin Rahawayh bahwa mereka
berdua mengatakan bolehnya shalat dikirim untuk
mayyit,
Telah berkata Syeikh Abu Sa’ad Abdullah bin Muhammad bin Hibatullah bin
Abi Ishruun dari kalangan kita (berkata Imam nawawi dengan ucapan : “kalangan
kita” maksudnya dari madzhab syafii) yg muta’akhir (dimasa Imam Nawawi) dalam
kitabnya Al Intishar ilaa Ikhtiyar bahwa hal ini seperti ini. (sebagaimana
pembahasan diatas), berkata Imam Abu Muhammad Al Baghawiy dari kalangan kita
dalam kitabnya At Tahdzib : Tidak jauh bagi mereka untuk memberi satu Mudd untuk
membayar satu shalat (shalat mayyit yg tertinggal) dan ini semua izinnya
sempurna, dan dalil mereka adalah Qiyas atas Doa dan sedekah dan haji
(sebagaimana riwayat hadist - hadits shahih) bahwa itu semua sampai dengan
pendapat yang sepakat para ulama. (Syarh Nawawi Ala Shahih Muslim Juz 1 hal 90)
Maka jelaslah sudah bahwa Imam Nawawi menjelaskan dalam hal ini ada
dua pendapat, dan yang lebih masyhur adalah yang mengatakan tak sampai, namun
yang lebih shahih mengatakannya sampai, tentunya kita mesti memilih yang lebih
shahih, bukan yang lebih masyhur, Imam Nawawi menjelaskan bahwa yang shahih
adalah yang mengatakan sampai, walaupun yang masyhur mengatakan tak sampai,
berarti yang masyhur itu dhoif, dan yang shahih adalah yang mengatakan sampai,
dan Imam Nawawi menjelaskan pula bahwa sebagian besar ulama mengatakan semua
amal apahal sampai.
Sedangkan orang-orang Wahhabi hanya mengutip perkataan Imam Nawawi
hingga, ”yang lebih
masyhur hal ini tak sampai.” Inilah liciknya orang – orang wahabi, mereka
bersiasat dengan “gunting tambal”, mereka menggunting – gunting ucapan para Imam
lalu ditampilkan di web – web, inilah bukti kelicikan mereka, Saya akan buktikan
kelicikan mereka:
Lalu berkata pula Imam Nawawi :
أن
الصدقة عن الميت تنفع الميت ويصله ثوابها وهو كذلك باجماع العلماء وكذا أجمعوا على
وصول الدعاء وقضاء الدين بالنصوص الواردة في الجميع ويصح الحج عن الميت اذا كان حج
الاسلام وكذا اذا وصى بحج التطوع على الأصح عندنا واختلف العلماء في لصوم اذا مات
وعليه صوم فالراجح جوازه عنه للأحاديث الصحيحة فيه، والمشهور في مذهبنا أن قراءة
القرآن لا يصله ثوابها وقال جماعة من أصحابنا يصله ثوابها وبه قال أحمد بن
حنبل
“Sungguh sedekah untuk dikirimkan pada mayyit akan membawa manfaat bagi
mayyit dan akan disampaikan padanya pahalanya, demikian ini pula menurut Ijma
(sepakat) para ulama, demikian pula mereka telah sepakat atas sampainya doa –
doa, dan pembayaran hutang (untuk mayyit) dengan nash – nash yang teriwayatkan masing masing, dan sah pula
haji untuk mayyit bila haji muslim,
Demikian pula bila ia berwasiat untuk dihajikan dengan haji yang sunnah,
demikian pendapat yang lebih shahih dalam madzhab kita (Syafii), namun berbeda
pendapat para ulama mengenai puasa, dan yang lebih benar adalah yang
membolehkannya sebagaimana hadits – hadits shahih yang menjelaskannya, dan yang
masyhur dikalangan madzhab kita bahwa bacaan Alqur’an tidak sampai pada mayyit
pahalanya, namun telah berpendapat sebagian dari ulama madzhab kita bahwa sampai
pahalanya, dan Imam Ahmad bin Hanbal berpegang pada yang
membolehkannya” (Syarh Imam Nawawi ala shahih Muslim Juz 7 hal
90)
Dan dijelaskan pula dalam Almughniy :
ولا
بأس بالقراءة ثم القبر وقد روي عن أحمد أنه قال إذا دخلتم المقابر اقرؤوا آية
الكرسي وثلاث مرار قل هو الله أحد الإخلاص ثم قال اللهم إن فضله لأهل المقابر، وروي
عنه أنه قال القراءة ثم القبر بدعة وروي ذلك عن هشيم قال أبو بكر نقل ذلك عن أحمد
جماعة ثم رجع رجوعا أبان به عن نفسه فروى جماعة أن أحمد نهى ضريرا أن يقرأ ثم القبر
وقال له إن القراءة ثم القبر بدعة فقال له محمد بن قدامة الجوهري يا أبا عبد الله
ما تقول في مبشر فلهذا قال ثقة قال فأخبرني مبشر عن أبيه أنه أوصى إذا دفن يقرأ
عنده بفاتحة البقرة وخاتمتها وقال سمعت ابن عمر يوصي بذلك قال أحمد بن حنبل فارجع
فقل للرجل يقرأ
“Tidak ada larangannya membaca Alqur’an dikuburan , dan telah diriwayatkan dari Ahmad bahwa bila kalian masuk pekuburan bacalah ayat Alkursiy, lalu Al Ikhlas 3X, lalu katakanlah : Wahai Allah, sungguh pahalanya untuk ahli kubur”.
Dan diriwayatkan pula bahwa bacaan Alqur’an di kuburan adalah Bid’ah, dan hal itu adalah ucapan Imam Ahmad bin hanbal,
lalu muncul riwayat lain bahwa Imam Ahmad
melarang keras hal itu, maka berkatalah padanya Muhammad bin Qudaamah :
Wahai Abu Abdillah (nama panggilan Imam Ahmad), apa pendapatmu tentang Mubasyir (seorang perawi hadits), Imam Ahmad menjawab :
Ia Tsiqah (kuat dan terpercaya riwayatnya), maka berkata Muhammad bin Qudaamah sungguh Mubasyir telah meriwayatkan padaku dari ayahnya bahwa bila wafat agar dibacakan awal surat Baqarah dan penutupnya, dan bahwa Ibn Umar berwasiat demikian pula!”, maka berkata Imam Ahmad :”katakana pada
orang yang tadi kularang membaca ALqur’an dikuburan agar ia terus membacanya lagi..”. (Al Mughniy Juz 2 hal : 225)
Dan dikatakan dalam Syarh Al Kanz :
وقال
في شرح الكنز إن للإنسان أن يجعل ثواب عمله لغيره صلاة كان أو صوما أو حجا أو صدقة
أو قراءة قرآن ذلك من جميع أنواع البر ويصل ذلك إلى الميت، وينفعه ثم أهل السنة
انتهى والمشهور من مذهب الشافعي وجماعة من أصحابه أنه لا يصل إلى الميت ثواب قراءة
القرآن وذهب أحمد بن حنبل وجماعة من العلماء وجماعة من أصحاب الشافعي إلى أنه يصل
كذا ذكره النووي في الأذكار وفي شرح المنهاج لابن النحوي لا يصل إلى الميت عندنا
ثواب القراءة على المشهور والمختار الوصول إذا سأل الله إيصال ثواب قراءته وينبغي
الجزم به لأنه دعاء فإذا جاز الدعاء للميت بما ليس للداعي فلأن يجوز بما هو له أولى
ويبقى الأمر فيه موقوفا على استجابة الدعاء وهذا المعنى لا يختص بالقراءة بل يجري
في سائر الأعمال والظاهر أن الدعاء متفق عليه أنه ينفع الميت والحي القريب والبعيد
بوصية وغيرها وعلى ذلك أحاديث كثيرة
“dijelaskan pada syarah Al Kanz, Sungguh boleh bagi seseorang untuk
mengirim pahala amal kepada orang lain, shalat kah, atau puasa, atau haji, atau
shadaqah, atau Bacaan Alqur’an, dan seluruh amal ibadah lainnya, dan itu boleh
untuk mayyit dan itu sudah disepakati dalam Ahlussunnah
waljamaah.
Namun hal yang terkenal bahwa Imam Syafii dan sebagian ulamanya
mengatakan pahala pembacaan Alqur’an tidak sampai, namun Imam Ahmad bin Hanbal,
dan kelompok besar dari para ulama, dan kelompok besar dari ulama syafii
mengatakannya pahalanya sampai, demikian dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam
kitabnya Al Adzkar,
Dan dijelaskan dalam Syarh Al Minhaj oleh Ibn Annahwiy : “tidak sampai
pahala bacaan Alqur’an dalam pendapat kami yang masyhur, dan maka sebaiknya
adalah pasti sampai bila berdoa kepada Allah untuk memohon penyampaian pahalanya
itu,
Dan selayaknya ia meyakini hal itu karena merupakan doa, karena bila
dibolehkan doa tuk mayyit, maka menyertakan semua amal itu dalam doa tuk
dikirmkan merupakan hal yang lebih baik, dan ini boleh tuk seluruh amal, dan doa
itu sudah Muttafaq alaih (tak ada ikhtilaf) bahwa doa itu sampai dan bermanfaat
pada mayyit bahkan pada yang hidup, keluarga dekat atau yang jauh, dengan wasiat
atau tanpa wasiat, dan dalil ini dengan hadits yang sangat
banyak”
(Naylul Awthar lil Imam Assyaukaniy Juz 4 hal 142, Al majmu’ Syarh Muhadzab lil Imam Nawawiy Juz
15 hal 522).
Kesimpulannya bahwa hal ini merupakan ikhtilaf ulama, ada yang
mengatakan pengiriman amal pada mayyit sampai secara keseluruhan, ada yang
mengatakan bahwa pengiriman bacaan Alqur’an tidak sampai, namun kesemua itu bila
dirangkul dalam doa kepada Allah untuk disampaikan maka tak ada ikhtilaf
lagi.
Dan kita semua dalam tahlilan itu pastilah ada ucapan : Allahumma
awshil, tsawabaa maa qaraa’naa minalqur’anilkarim… dst (Wahai Allah,
sampaikanlah pahala apa – apa yang kami baca, dari alqur’anulkarim…dst).
Maka jelaslah sudah bahwa Imam Syafii dan seluruh Imam Ahlussunnah waljamaah tak
ada yang mengingkarinya dan tak adapula yang mengatakannya tak
sampai.
Kita ahlussunnah waljamaah mempunyai sanad, bila saya bicara fatwa Imam
Bukhari, saya mempunyai sanad guru kepada Imam Bukhari. Bila saya berbicara
fatwa Imam Nawawi, saya mempunyai sanad guru kepada Imam Nawawi, bila saya
berbicara fatwa Imam Syafii, maka saya mempunyai sanad Guru kepada Imam
Syafii.
Demikianlah kita ahlussunnah waljamaah, kita tidak bersanad
kepada buku, kita mempunyai sanad guru, boleh saja dibantu oleh Buku – buku,
namun acuan utama adalah pada guru yang mempunyai sanad.
Kasihan mereka, mereka yang keluar dari ahlussunnah waljamaah karena
berimamkan buku, agama mereka sebatas buku – buku, iman mereka tergantung buku,
dan akidah mereka adalah pada buku – buku.
Jauh berbeda dengan ahlussunnah waljamaah, kita tahu siapa Imam Nawawi,
Imam Nawawi bertawassul pada Nabi saw, Imam Nawawi mengagungkan Rasul saw,
beliau membuat shalawat yg dipenuhi salam pada Nabi Muhammad saw, ia
memperbolehkan tabarruk dan ziarah kubur, demikianlah para ulama ahlussunnah
waljamaah.
Sabda Rasulullah saw : “Sungguh sebesar besar kejahatan muslimin pada
muslimin lainnya, adalah yang bertanya tentang hal yang tidak diharamkan atas
muslimin, menjadi diharamkan atas mereka karena pertanyaannya”
(Shahih Muslim hadits no.2358, dan juga teriwayatkan pada Shahih
Bukhari)
0 komentar:
Posting Komentar