Bab 131 s/d 170

 

Bab 131. Kitab Bersalam, Keutamaan Mengucapkan Salam Dan Perintah Untuk Menyebarkannya

 

 

Allah Ta'ala berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah engkau semua memasuki rumah yang bukan rumah-rumahmu sendiri, sehingga engkau semua meminta izin lebih dulu serta mengucapkan salam kepada penghuninya -yakni orang yang ada di dalamnya-." (an-Nur: 27)

 

Allah Ta'ala berfirman lagi: Jikalau engkau semua memasuki rumah, maka ucapkanlah salam kepada dirimu sendiri sebagai penghormatan dari Allah yang diberkahi dan dianggap baik." (an-Nur: 61)

 

Allah Ta'ala berfirman pula: "Jikalau engkau semua diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan -yakni salam- maka jawablah penghormatan -atau salam itu- dengan yang lebih baik daripadanya atau balaslah dengan yang serupa dengannya." (an-Nisa': 86)

 

Allah Ta'ala juga berfirman: "Adakah sudah sampai padamu cerita tamu Ibrahim yang dimuliakan. Di waktu mereka masuk padanya, lalu mereka mengatakan: "Salam." Ibrahim menjawab: "Salam." (al-Dzariyat: 24)

 

842.Dari Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma bahwasanya ada seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah s.a.w.: "Manakah amalan Islam yang terbaik?" Beliau menjawab: "Yaitu engkau memberikan makanan dan engkau mengucapkan salam kepada orang yang sudah engkau kenal dan orang yang belum engkau kenal." (Muttafaq 'alaih)

 

843. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w, sabdanya: "Ketika Allah Ta'ala menciptakan Adam, lalu Dia berfirman: Pegilah -hai Adam- lalu ucapkanlah salam kepada mereka yaitu kelompok para malaikat yang sedang duduk-duduk, kemudian dengarlah bagaimana cara mereka memberikan penghormatan itu padamu, karena sesungguhnya yang sedemikian itulah cara engkau harus memberikan penghormatan dan juga cara penghormatan untuk semua keturunanmu." Adam lalu mengucapkan: Assalamu 'alaikum. Kemudian para malaikat menjawab: Assalamu 'alaika warahmatullah. Jadi mereka menambahkan untuknya kata-kata warahmatullah." (Muttafaq 'alaih)

 

844. Dari Abu Umarah yaitu al-Bara' bin 'Azib radhiallahu anhuma, katanya: "Kita semua diperintah oleh Rasulullah s.a.w. untuk melakukan tujuh perkara, yaitu meninjau orang sakit, mengiringi jenazah, rnentasymitkan orang yang bersin -yakni mendoakan supaya beroleh kerahmatan dengan mengucapkan: Yarhamukallah kepada orang yang bersin jikalau ia mengucapkan: Alhamdulillah-, menolong orang yang lemah, membantu orang yang dianiaya, menyebarkan salam dan melaksanakan sumpah." (Muttafaq 'alaih) Ini adalah salah satu dari berbagai riwayat Imam Bukhari.

 

845. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidak akan masuk syurga engkau semua itu sehingga engkau semua beriman dan tidak akan dinamakan beriman engkau semua itu sehingga engkau semua saling cinta mencintai. Tidakkah engkau semua suka kalau saya menunjukkan kepadamu semua pada sesuatu yang jikalau engkau semua melakukannya tentu engkau semua akan saling cinta mencintai? Yaitu sebarkanlah salam antara sesamamu semua!" (Riwayat Muslim)

 

846. Dari Abu Yusuf yaitu Abdullah bin Salam r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Hai sekalian manusia, sebarkanlah salam, berikanlah makanan, pereratkanlah kekeluargaan, shalatlah -di waktu malam- ketika para manusia sedang tidur, maka engkau semua akan masuk syurga dengan selamat." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits shahih.

 

847. Dari at-Thufail bin Ubay bin Ka'ab bahwasanya ia mendatangi Abdullah bin Umar, lalu ia pergi bersamanya ke pasar, at-Thufail berkata: "Jikalau kita pergi ke pasar, maka tidaklah Abdullah itu melalui seorang penjual loak ataupun penjual dagangan apapun juga, tidak pula melalui seorang miskin, kecuali ia pasti memberi salam padanya." At-Thufail berkata: "Pada suatu hari saya datang lagi di tempat Abdullah bin Umar, lalu ia meminta supaya saya mengikutinya ke pasar. Saya berkata: "Apa yang akan engkau kerjakan di pasar, sedangkan engkau tidak akan berhenti untuk berjualan dan tidak pula menanyakan harga sesuatu barang -untuk membelinya-, tidak pula berpencaharian -mencari rezeki- di pasar itu, juga tidak perlu duduk-duduk dalam tempat-tempat duduk di pasar." Saya berkata pula: "Duduk sajalah di sini dengan kami dan kita dapat bercakap-cakap." Abdullah lalu berkata: "Hai Abu Bathn," -artinya Pak Perut, dan memang at-Thufail mempunyai perut besar-: "Sesungguhnya kita pergi ke pasar itu adalah untuk menyebarkan salam dan kita mengucapkan salam kepada siapa saja yang kita bertemu dengannya." Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam kitab Al-Muwaththa' dengan isnad shahih.


Bab 132. Kaifiyat -Tata Cara- Bersalam

 

 

Disunnahkan agar seorang yang memulai memberikan salam itu mengucapkan: Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Jadi ia menggunakan dhamir jamak, sekalipun orang yang diberi salam hanya seorang. Selanjutnya orang yang harus memberikan jawaban supaya mengucapkan: Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Jadi supaya ia menggunakan wawu athaf dalam ucapannya wa 'alaikum.

 

848. Dari Imran bin al-Hushain radhiallahu 'anhuma, katanya: Ada seorang lelaki datang kepada Nabi s.a.w., lalu ia mengucapkan: Assalamu 'alaikum. Kemudian beliau s.a.w. membalas salam orang tadi lalu duduk terus bersabda: "Sepuluh," maksudnya pahalanya dilipatkan sepuluh kalinya. Selanjutnya datang pula orang lain lalu ia mengucapkan: Assalamu 'alaikum warahmatullah. Beliau s.a.w. lalu membalas salamnya orang itu, lalu duduk lagi: "Dua puluh," maksudnya pahalanya dilipatkan dua puluh kali. Seterusnya ada pula orang lain yang datang, lalu mengucapkan: Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Kemudian beliau s.a.w. membalas salam orang tersebut, lalu duduk terus bersabda: "Tiga puluh," maksudnya pahalanya dilipatkan tiga puluh kali. Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan Tirmidzi dan Tirmidzi mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.

 

849. Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda kepada saya: "Ini Jibril menyampaikan salam padamu." Aisyah berkata: "Saya berkata: Wa 'alaihis salam Warahmatullahi Wabarakatuh." (Muttafaq 'alaih) Demikianlah yang ada dalam sebagian beberapa riwayat dua kitab shahih -yakni Shahih Bukhari dan Shahih Muslim- dengan menggunakan wabarakatuh, dan dalam sebagian riwayat dengan membuang kata-kata itu. Penambahan dari orang yang dapat percaya itu boleh diterima.

 

850. Dari Anas r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. itu apabila berbicara mengucapkan sesuatu kalimat, selalulah beliau s.a.w. mengulanginya sampai tiga kali, sehingga dapat dimengerti ucapannya itu dan apabila beliau s.a.w. itu datang pada sesuatu kaum, lalu beliau memberikan salam kepada mereka maka salamnya itupun diucapkannya tiga kali." (Riwayat Bukhari) Hal yang sedemikian ini ditangguhkan jikalau kelompok kaum itu memang banyak jumlah orangnya.

 

851. Dari al-Miqdad r.a. dalam hadisnya yang panjang, berkata: "Kita -maksudnya al-Miqdad dengan kawannya- menghaturkan kepada Nabi s.a.w. akan bagian yakni berupa susu, kemudian beliau datang di waktu malam lalu memberi salam dengan suatu ucapan salam yang tidak sampai membangunkan orang yang tidur, tetapi dapat didengar oleh orang yang jaga -tidak tidur-. Selanjutnya Nabi s.a.w. datang lagi lalu memberi salam sebagaimana salamnya yang sudah-sudah." (Riwayat Muslim)

 

852. Dari Asma' binti Yazid radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. berjalan dalam masjid pada suatu hari dan di situ ada sekelompok kaum wanita yang sedang duduk-duduk, lalu beliau s.a.w. memberikan isyarat dengan tangannya dengan disertai ucapan salam pula." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadis hasan. Hal ini ditangguhkan bahwasanya Rasulullah s.a.w. itu mengumpulkan antara ucapan salam dengan isyarat tangan dan hal yang sedemikian itu dikuatkan oleh suatu hadits dalam riwayat Imam Abu Dawud bahwasanya beliau s.a.w. lalu memberikan salam kepada kita -kaum wanita yang duduk-duduk tadi-.

 

853. Dari Abu Jurat al-Hujaimi r.a., katanya: "Saya mendatangi Rasulullah s.a.w. lalu saya berkata: '"Alaikas-salam ya Rasulullah." Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Janganlah mengucapkan 'Alaikas-salam sebab sesungguhnya, 'Alaikas-salam itu adalah cara penghormatan kepada orang-orang yang sudah mati." Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan Tirmidzi dan Tirmidzi mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih. Keterangannya sudah terdahulu dengan kelengkapannya yang panjang -lihat Hadis no.793-.



Bab 133. Adab-adab Kesopanan Bersalam

 

 

854. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Orang yang berkendaraan supaya memberi salam kepada orang yang berjalan dan orang yang berjalan kepada orang yang duduk dan orang yang sedikit kepada orang yang banyak jumlahnya. (Muttafaq 'alaih). Dalam riwayat Imam Bukhari disebutkan: "Dan orang kecil kepada orang tua -orang yang lebih besar-."

 

855. Dari Abu Umamah yaitu Shudai bin 'Ajlan al-Bahili r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya seutama-utama manusia dengan Allah -yakni yang lebih berhak mendekat kepada Allah- ialah orang yang memulai memberikan salam di kalangan mereka itu." Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad yang baik. Ini juga diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Abu Umamah pula, demikian riwayatnya: Rasulullah s.a.w. ditanya: "Ya Rasulullah, ada dua orang yang saling bertemu muka, maka manakah diantara keduanya itu yang memulai bersalam." Beliau s.a.w. menjawab: "Ialah yang lebih utama diantara keduanya itu dengan Allah Ta'ala" maksudnya orang yang lebih mendekatkan dirinya kepada Allah dengan mentaatiNya, sebab yang memulai itulah yang lebih dulu berdzikirnya kepada Allah. Jadi lebih berhak untuk mendekatkan diri kepadaNya. Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.


Bab 134. Sunnahnya Mengulangi Salam Kepada Orang Yang Berulang Kali Pula Bertemu Dengannya Sekalipun Dalam Waktu Dekat, Seperti Ia Masuk Lalu Keluar Lalu Masuk Lagi Seketika Itu Ataupun Dihalang-halangi Oleh Pohon Dan Sebagainya Antara Kedua Orang Itu

 

 

856. Dari Abu Hurairah r.a. dalam meriwayatkan hadisnya orang yang berbuat buruk dalam shalatnya, bahwasanya orang itu datang lalu shalat, kemudian datang lagi kepada Nabi s.a.w. terus ia memberi salam kepada beliau dan beliau menjawab salamnya, selanjutnya beliau bersabda: "Kembalilah shalat lagi, sebab engkau tadi sebenarnya belum shalat." Orang itu kembali lagi lalu bershalat, setelah itu datang lagi terus mengucapkan salam kepada Nabi s.a.w. sehingga ia melakukan sedemikian itu sampai tiga kali banyaknya. (Muttafaq 'alaih)

 

857. Dari Abu Hurairah r.a. pula dari Rasulullah s.a.w., sabdanya: "Apabila seorang diantara engkau semua bertemu saudaranya -yakni sesama Muslim-, maka hendaklah mengucapkan salam padanya. Jikalau antara keduanya itu terhalang oleh sebuah pohon, dinding atau batu kemudian bertemu lagi dengan saudaranya itu, maka hendaklah bersalam pula sekali lagi." (Riwayat Abu Dawud)


Bab 135. Sunnahnya Mengucapkan Salam Jikalau Memasuki Rumahnya

 

 

Allah Ta'ala berfirman: "Maka apabila engkau semua memasuki rumah, ucapkanlah salam kepada dirimu sendiri sebagai penghormatan dari sisi Allah yang diberkahi serta yang dianggap baik sekali." (an-Nur: 61)

 

858. Dari Anas r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda kepada saya: "Hai anakku, jikalau engkau masuk ke tempat keluargamu, maka ucapkanlah salam. Kalau itu engkau lakukan, maka hal itu akan menyebabkan adanya keberkahan atas dirimu sendiri dan juga atas seluruh keluarga dirumahmu." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih


Bab 136. Mengucapkan Salam Kepada Anak-anak

 

 

859. Dari Anas r.a. bahwasanya ia berjalan melalui anak-anak lalu ia memberikan salam kepada mereka dan berkata: "Rasulullah s.a.w. itu juga melakukan seperti ini -yakni mengucapkan salam kepada anak-anak-." (Muttafaq 'alaih)



Bab 137. Salamnya Seorang Lelaki Kepada Istrinya Dan Wanita Yang Menjadi Mahramnya Atau Kepada Orang Lain -Yakni Bukan Istri Atau Mahram-, Sendiri atau Banyak Yang Tidak Dikhawatirkan Timbulnya Fitnah Dengan Mereka Itu, Demikian Pula Salam Kaum Wanita Itu Pada lelaki Dengan Syarat Tidak Menimbulkan Fitnah

 

 

860. Dari Sahl bin Sa'ad r.a., katanya: "Di rumah kita ada seorang wanita, atau dalam riwayat lain disebutkan: "Kita mempunyai seorang wanita yang sudah tua. Ia mengambil dari pokok tanaman sayur bernama silik lalu sayur itu diletakkan olehnya dalam kuali dan ia menumbuk biji-bijian gandum. Maka jikalau kita semua telah selesai melakukan shalat Jumaat, kitapun pulanglah lalu kita mengucapkan salam pada wanita tadi, kemudian ia menghidangkan makanan yang dimasaknya itu pada kita." (Riwayat Bukhari) Tukarkiru artinya menumbuk.

 

861. Dari Ummu Hani' yaitu Fakhitah binti Abu Thalib radhiallahu'anha, katanya: "Saya datang di tempat Nabi s.a.w. pada hari penaklukan kota Makkah dan beliau s.a.w. sedang mandi, sedang Fathimah menutupinya, kemudian saya mengucapkan salam padanya," dan selanjutnya Fakhitah menyebutkan kelanjutan hadits ini sampai selesai. (Riwayat Muslim)

 

862. Dari Asma' binti Yazid radhiallahu 'anha, katanya: "Nabi s.a.w. berjalan melalui kita, yaitu kelompok kaum wanita, lalu beliau s.a.w. mengucapkan salam kepada kita." Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan Tirmidzi dan Tirmidzi mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan. Ini adalah lafaznya Imam Abu Dawud. Adapun lafaznya Imam Tirmidzi ialah: Bahwasanya Rasulullah s.a.w. berjalan dalam masjid pada suatu hari melalui sekelompok kaum wanita yang sedang duduk-duduk, lalu beliau s.a.w. memberikan isyarat dengan tangannya dengan disertai ucapan salam.


Bab 138. Haramnya Kita Memulai Bersalam Kepada Orang-orang Kafir Dan Caranya Menjawab Salam Kepada Mereka Dan Sunnahnya Mengucapkan Salam Kepada Orang-orang Yang Ada Di Dalam Majelis Yang Di Antara Mereka Ada Kaum Muslimin Dan Kaum Kafirin

 

 

863. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah memulai mengucapkan salam kepada orang Yahudi dan jangan pula kepada orang Nasrani. Maka jikalau engkau semua bertemu dengan salah seorang diantara mereka itu -yakni orang Yahudi atau Nasrani- pada suatu jalanan, maka paksakanlah kepada mereka itu untuk melalui jalan yang tersempit di jalan itu." (Riwayat Muslim)

 

864. Dari Anas r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Jikalau ada golongan ahli kitab -yaitu orang Yahudi atau Nasrani- memberi salam kepadamu semua, maka ucapkanlah: Wa'alaikum." (Muttafaq 'alaih)

 

865. Dari Usamah r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. berjalan melalui suatu majelis -pertemuan-, yang di dalamnya terdapat berbagai campuran antara kaum Muslimin dan kaum musyrikin yaitu para penyembah berhala dan ada pula orang Yahudi, lalu Nabi s.a.w. memberikan salam kepada mereka." (Muttafaq 'alaih)


Bab 139. Sunnahnya Memberikan Salam Jikalau Hendak Berdiri Meninggalkan Majelis Dan Memisahkan Diri Dari Kawan-kawan Duduknya, Baik Banyak Ataupun Seorang

 

 

866. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Jikalau seseorang dari engkau semua berhenti pada sesuatu majelis -sudah tidak akan masuk ketempat yang lebih depan lagi serta sudah akan duduk-, maka hendaklah mengucapkan salam juga apabila ia hendak berdiri -meninggalkan majelis-, maka hendaklah mengucapkan salam pula -setelah ia tegak berdiri-. Tidaklah ucapan salam yang pertama -yakni sewaktu mulai datang- itu lebih berhak -yakni lebih perlu dilakukan- daripada yang kedua -apabila hendak meninggalkan-." Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan Tirmidzi dan Tirmidzi mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.


Bab 140. Meminta Izin Dan Adab-adab Kesopanannya

 

 

Allah Ta'ala berfirman: "Hai sekalian orang-orang yang beriman, janganlah engkau semua memasuki rumah yang bukan rumahmu sendiri, sehingga engkau semua meminta izin dan mengucapkan salam kepada ahli rumah itu -yakni orang-orang yang ada di dalamnya-."(an-Nur: 27)

 

Allah Ta'ala juga berfirman: Jikalau anak-anakmu itu telah sampai ke umur dewasa, maka hendaklah mereka meminta izin -jikalau hendak masuk ke tempatmu- sebagaimana meminta izinnya orang-orang yang dahulu tadi -yakni sebagaimana orang-orang dewasa yang lain-lain-." (an-Nur: 59)

 

867. Dari Abu Musa r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Meminta izin itu sebanyak tiga kali saja. Maka jikalau diizinkan untukmu -maka masuklah- dan jikalau tidak -yakni meminta izin sampai tiga kali tetapi tidak ada jawaban-, maka kembalilah." (Muttafaq 'alaih)

 

868. Dari Sahl bin Sa'ad r.a katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya meminta izin itu diadakan peraturannya karena adanya penglihatan -mengintip-." (Muttafaq 'alaih) Maksudnya bahwa melihat keadaan seseorang dari celah-celah pintu atau dinding dan sebagainya itu dilarang. Oleh karena itu hendaklah meminta izin saja, jikalau hendak masuk rumah seseorang yaitu dengan mengetuk pintu, menekan bel dan lain-lain, bukan dengan cara mengintip di jendela, pintu, dan lain-lain.

 

869. Dari Rib'i bin Hirasy, katanya: "Kami diberitahu oleh seorang lelaki dari kabilah Bani 'Amir bahwasanya ia meminta izin kepada Nabi s.a.w. dan beliau itu sedang ada dalam rumah. Kemudian orang itu berkata: "Adakah saya boleh masuk?" Rasulullah s.a.w. lalu bersabda kepada pelayannya: "Keluarlah menemui orang ini dan ajarkanlah cara meminta izin padanya. Katakanlah padanya supaya ia mengucapkan: "Assalamu 'alaikum, adakah saya boleh masuk?" Orang itu mendengar keterangan beliau s.a.w. lalu mengucapkan: Assamu 'alaikum, adakah saya boleh masuk." Nabi s.a.w. lalu memberikan izin kepada orang tadi dan iapun masuklah." Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan isnad shahih.

 

870. Dari Kildah bin al-Hanbal r.a., katanya: "Saya mendatangi Nabi s.a.w. lalu saya masuk padanya dan saya tidak mengucapkan salam, lalu Nabi s.a.w. bersabda: "Kembalilah dan ucapkanlah: Assalamu 'alaikum. Apakah saya boleh masuk?" Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan Tirmidzi dan Tirmidzi mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.


Bab 141. Menerangkan Bahwa Sunnah Hukumnya Apabila Kepada Orang Yang Meminta Izin Ditanyakan: "Siapakah Engkau?" Supaya Mengucapkan "Fulan" Dengan Menyebut Nama Dirinya Yang Mudah Dikenali, Baik Nama Sendiri Atau Nama Panggilannya Dan Makruhnya Mengucapkan: "Saya" Dan Yang Seumpamanya -Yang Sulit Dikenali-

 

 

871. Dari Anas r.a. dalam hadisnya yang masyhur mengenai cerita isra', katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Kemudian Jibril naik dengan saya ke langit dunia, lalu ia meminta supaya dibukakan pintu. Ia lalu ditanya: "Siapakah ini?" Ia menjawab: "'Jibril." Ditanya: "Siapakah yang beserta Anda?" Ia menjawab: "Muhammad." Selanjutnya ia naik lagi ke langit yang kedua, ketiga, keempat dan seterusnya. Ia ditanya pada tiap-tiap pintu langit: "Siapakah ini?" Ia menjawab: "Jibril." (Muttafaq 'alaih)

 

872. Dari Abu Zar r.a., katanya: "Saya keluar pada suatu malam dari beberapa malam, tiba-tiba tampak Rasulullah s.a.w. sedang berjalan sendirian. Saya terus berjalan di bawah bayangan bulan, lalu beliau s.a.w. menoleh lalu bertanya: "Siapakah ini?" Saya menjawab: "Abu Zar." (Muttafaq 'alaih)

 

873. Dari Ummu Hani' radhiallahu 'anha, katanya: "Saya mendatangi Nabi s.a.w. dan beliau s.a.w. sedang mandi dan Fathimah menutupinya, lalu beliau bertanya: "Siapakah ini?" Saya menjawab: Ummu Hani'. (Muttafaq 'alaih)

 

874. Dari Jabir r.a., katanya: "Saya mendatangi Nabi s.a.w. lalu saya mengetuk pintu, kemudian beliau s.a.w. bertanya: "Siapakah ini?" Lalu saya menjawab: "Saya." Kemudian beliau mengucapkan: "Saya, saya," seolah-olah beliau membenci jawaban yang sedemikian itu." (Muttafaq 'alaih)


Sumber:


Bab 142. Sunnahnya Mentasymitkan -Mendoakan Agar Dikaruniai Kerahmatan Oleh Allah Dengan Mengucapkan: Yarhamukallah- Kepada Orang Yang Bersin, Jikalau Ia Memuji Kepada Allah Ta'ala -Yakni Membaca Alhamdulillah- Dan Makruh Mentasymitkannya Jikalau Ia Tidak Memuji Kepada Allah Ta'ala, Begitu Pula Uraian Tentang Adab-adab Kesopanan Bertasymit, Bersin Dan Menguap

 

 

875. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya Allah itu mencintai bersin dan benci kepada menguap. Maka apabila seseorang diantara engkau semua bersin dan ia memuji kepada Allah Ta'ala -yakni mengucapkan Alhamdulillah- maka menjadi hak atas setiap orang Muslim yang mendengarnya supaya ia mengucapkan padanya: Yarhamukallah, yakni: "Semoga engkau diberi kerahmatan oleh Allah". Adapun menguap, maka sesungguhnya menguap itu dari syaitan. Maka apabila seorang diantara engkau semua menguap, hendaklah menolaknya sekuat mungkin, sebab sesungguhnya seorang diantara engkau semua itu apabila menguap maka ketawalah syaitan daripadanya itu." (Riwayat Bukhari)

 

876. Dari Abu Hurairah r.a. pula dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Apabila seseorang diantara engkau semua itu bersin, maka hendaklah mengucapkan: "Alhamdulillah" dan hendaklah saudaranya atau kawannya yang mendengarkan itu lalu mengucapkan: "Yarhamukallah". Selanjutnya apabila saudara atau kawannya tadi sudah mengucapkan: "Yarhamukallah", maka hendaklah orang yang bersin tadi mengucapkan: "Yahdikumullah wayush-lihu balakum", artinya: "Semoga Allah memberikan petunjuk pada Anda dan pula membaguskan hati Anda". (Riwayat Bukhari)

 

Keterangan:

Menguap itu sudah dimaklumi. Bahasa Arabnya Tatsaub dan isimnya Tsaufaa'. Ia dianggap berasal dari syaitan, sebagai tanda kebencian kita padanya, karena menguap itu hanya terjadi dengan sebab adanya tubuh yang berat, perut yang berisi penuh dan condong sekali pada kemalasan. Hikmahnya adalah kita hendaknya menjauhi dari sesuatu yang dapat mengakibatkan menguap tadi seperti terlampau kenyang, tidak adanya kegiatan, malas-malasan, sehingga berat melakukan ibadah dan ketaatan.

 

877. Dari Abu Musa r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Apabila seorang diantara engkau semua itu bersin lalu ia mengucapkan: Alhamdulillah, maka tasymitkanlah ia -yakni doakan ia supaya memperoleh kerahmatan Allah dengan mengucapkan: Yarhamukallah-. Tetapi jikalau ia tidak mengucapkan: Alhamdulillah, maka janganlah engkau semua mentasymitkannya." (Riwayat Muslim)

 

878. Dari Anas r.a., katanya: "Ada dua orang yang sedang berada disisi Nabi s.a.w., lalu beliau s.a.w. mentasymitkan pada yang seorang diantara keduanya itu -waktu ia bersin-, tetapi tidak mentasymitkan kepada yang lainnya. Lalu berkatalah orang yang tidak ditasymitkan oleh beliau itu: "Si Fulan ini bersin lalu Anda mentasymitkan ia, sedang sayapun bersin, tetapi Anda tidak mentasymitkan saya. Apakah sebabnya?" Beliau s.a.w. menjawab: "Orang ini setelah bersin mengucapkan Alhamdulillah, sedang engkau tidak mengucapkan Alhamdulillah." (Muttafaq 'alaih)

 

879. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. itu apabila bersin, lalu meletakkan tangannya atau bajunya pada mulutnya dan memperlahankan -atau tidak memperdengarkan- suaranya karena bersinnya itu." Orang yang meriwayatkan hadits ini ragu-ragu -apakah dengan kata-kata khafadha atau ghadhdha-, tetapi artinya sama yaitu memperlahankan atau tidak memperdengarkan yakni menutupi suaranya. Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih.

 

880. Dari Abu Musa r.a., katanya: "Orang-orang Yahudi sama-sama bersin di sisi Rasulullah s.a.w. dan mereka mengharapkan hendaknya beliau s.a.w. mengucapkan: Yarhamukumullah, tetapi beliau s.a.w. mengucapkan: Yahdikumullah wayushlihu balakum. Jadi bukan didoakan supaya dirahmati oleh Allah, tetapi didoakan semoga diberi petunjuk dulu oleh Allah dan diperbaguskan hatinya, sehingga suka menganut agama Islam, sebab pada waktu itu mereka belum memeluk agama Islam, sekalipun mengetahui kebenarannya Muhammad s.a.w. sebagai utusan Tuhan. Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan Tirmidzi dan Tirmidzi mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih.

 

881. Dari Abu Said al-Khudri r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Jikalau seseorang diantara engkau semua itu menguap, maka hendaklah ia memegangkan tangannya pada mulutnya -menutup mulutnya-, sebab sesungguhnya syaitan itu akan masuk di dalamnya -jikalau mulut tidak ditutup-." (Riwayat Muslim)


Bab 143. Sunnahnya Berjabatan Tangan Ketika Bertemu Dan Menunjukkan Muka Yang Manis, Juga Mencium Tangan Orang Shalih Dan Mencium Anaknya, Serta Merangkul Orang Yang Baru Datang Dan Berpergian Dan Makruhnya Membungkukkan Badan Dalam Memberi Penghormatan

 

 

882. Dari Abul Khaththab yaitu Qatadah, katanya: "Saya berkata kepada Anas r.a.: "Adakah cara saling berjabatan tangan itu di kalangan para sahabatnya Rasulullah s.a.w. itu?" Anas menjawab: "Ya, ada." (Riwayat Bukhari)

 

883. Dari Anas r.a., katanya; "Ketika ahli Yaman datang, lalu Rasulullah s.a.w. bersabda: "Orang-orang Yaman sudah datang padamu semua dan mereka itulah pertama-tama orang yang datang dengan melakukan berjabatan tangan." Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad shahih.

 

884. Dari al-Bara' r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tiada dua orang Muslimpun yang bertemu lalu keduanya berjabatan tangan, melainkan keduanya itu diampuni dosanya oleh Allah sebelum keduanya itu berpisah." (Riwayat Abu Dawud)

 

885. Dari Anas r.a., katanya: "Ada seorang lelaki berkata: "Ya Rasulullah, ada seorang diantara kita bertemu dengan saudaranya atau sahabatnya, apakah ia boleh membungkukkan badan untuk menghormatinya itu." Beliau s.a.w. menjawab: "Tidak boleh." Orang itu bertanya lagi: "Apakah boleh ia merangkulnya dan mencium tubuhnya?" Beliau s.a.w. menjawab: "Tidak boleh, kecuali kalau baru datang dari berpergian dan lama tidak bertemu, maka boleh merangkul itu, seperti datang dari ibadah haji dan lain-lain." Orang itu berkata lagi: "Apakah boleh ia mengambil tangan saudara atau sahabatnya itu lalu berjabatan tangan dengannya?" Beliau s.a.w. menjawab: "Ya, boleh." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.

 

886. Dari Shafwan bin 'Assal r.a., katanya: "Ada seorang Yahudi berkata kepada sahabatnya: "Marilah bersama kami pergi ketempat Nabi ini," yang dimaksudkan ialah Nabi Muhammad s.a.w. Keduanya mendatangi Rasulullah s.a.w. lalu menanyakan perihal sembilan ayat-ayat yang terang." Shafwan seterusnya menguraikan hadits ini sampai ucapannya: "Lalu orang-orang -yakni dua orang Yahudi serta para hadirin yang ada di situ- sama mencium tangan dan kaki beliau s.a.w. dan keduanya berkata: "Kita semua menyaksikan bahwa Anda adalah seorang Nabi." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan lain-lainnya dengan isnad-isnad shahih. [Baca Status Hadits Disini]

 

887. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, ia menyebutkan sesuatu cerita yang di dalamnya ia mengatakan: "Lalu kita semua mendekat kepada Nabi s.a.w. kemudian kita mencium tangan beliau itu." (Riwayat Abu Dawud) [Baca Status Hadits Disini]

 

888. Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Zaid bin Haritsah datang di Madinah dan beliau s.a.w. sedang ada dalam rumahku. Zaid mendatanginya lalu mengetuk pintu, kemudian Nabi s.a.w. berdiri untuk menyambutnya -karena Zaid baru datang dari berpergian- lalu beliau s.a.w. menarik bajunya terus merangkul serta menciumnya." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan. [Baca Status Hadits Disini]

 

889. Dari Abu Zar r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau menghinakan -meremehkan- sesuatu dari perbuatan baik sekalipun jikalau engkau sewaktu bertemu dengan saudaramu itu lalu menunjukkan muka yang manis berseri-seri." (Riwayat Muslim)

 

890. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Nabi s.a.w. mencium Hasan bin Ali, lalu al-Aqra' bin Habis berkata: "Sesungguhnya saya ini mempunyai sepuluh orang anak, tetapi saya tidak pernah mencium seorangpun dari mereka itu." Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: "Barangsiapa yang tidak berbelas kasihan, maka ia tidak dibelas kasihani oleh Allah." (Muttafaq 'alaih)


Bab 144. Kitab Perihal Menjenguk Orang Sakit, Mengiringi Jenazah, Menshalatinya, Menghadiri Pemakamannya dan Berdiam Sementara Di Sisi Kuburnya Sesudah Dikuburkan

 

 

891. Dari al-Bara' bin 'Azib radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. memerintahkan kepada kita supaya menjenguk orang sakit, mengikuti jenazah -yang akan dibawa ke kubur-, mentasymitkan orang bersin -yakni mendoakan supaya ia memperoleh kerahmatan Allah dengan mengucapkan: Yarhamukallah-, jikalau orang yang bersin itu mengucapkan: Alhamdulillah, melaksanakan sumpah, menolong orang yang dianiaya, mengabulkan undangan orang yang mengundang dan menyebarkan salam." (Muttafaq 'alaih)

 

892. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Hak seorang Muslim atas Muslim lainnya itu ada lima perkara yaitu menjawab salam, menjenguk orang sakit, mengiringi jenazah-jenazah -yang akan dimakamkan-, mengabulkan undangan dan mentasymitkan orang yang bersin." (Muttafaq 'alaih)

 

893. Dari Abu Hurairah r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya Allah 'Azzawajalla itu akan berfirman nanti pada hari kiamat: "Hai anak Adam -yakni manusia-, Aku sakit, tetapi engkau tidak suka menjengukKu." Manusia berkata: "Ya Tuhanku, bagaimanakah saya dapat menjengukMu, sedangkan Engkau adalah Tuhan yang menguasai seluruh alam ini?" Allah berfirman: "Adakah engkau tidak mengetahui bahwa seorang hambaKu, si Fulan itu sakit, tetapi engkau tidak suka menjenguknya. Tidakkah engkau mengetahui, bahwasanya apabila engkau menjenguknya, tentulah engkau akan mendapatkan Aku di sisinya? Hai anak Adam, Aku meminta makanan padamu, tetapi engkau tidak suka memberikan makanan itu padaKu. Manusia berkata: "Ya Tuhanku, bagaimanakah saya dapat memberikan makanan padaMu, sedangkan Engkau adalah Tuhan yang menguasai seluruh alam ini?" Allah berfirman: "Tidakkah engkau mengetahui bahwa seorang hambaKu, si Fulan itu meminta makanan padamu, tetapi engkau tidak suka memberikan makanan itu padanya. Adakah engkau tidak mengetahui, bahwasanya apabila engkau memberikan makanan padanya, tentulah engkau akan mendapatkan yang sedemikian itu di sisiKu. Hai anak Adam, Aku meminta minuman padamu, tetapi engkau tidak suka memberikan minuman itu padaKu." Manusia berkata: "Ya Tuhanku, bagaimanakah saya dapat memberikan minuman padaMu, sedangkan Engkau adalah Tuhan yang menguasai seluruh alam ini?" Allah berfirman: "Ada seorang hambaKu, si Fulan itu meminta minuman padamu, tetapi engkau tidak suka memberikan minuman itu padanya. Andaikata saja engkau suka memberikan minuman padanya, tentulah engkau akan mendapatkan yang sedemikian itu di sisiKu." (Riwayat Muslim)

 

894. Dari Abu Musa r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tengoklah orang sakit, berikanlah makanan pada orang yang lapar dan merdekakanlah tawanan." (Riwayat Bukhari) At'aanii ialah orang yang tertawan.

 

895. Dari Tsauban r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Sesungguhnya orang Islam itu apabila menjenguk saudaranya sesama Muslimnya -yang sakit-, maka tidak henti-hentinya ia berada di dalam tempat penuaian syurga sehingga ia kembali." Beliau s.a.w. ditanya: "Ya Rasulullah, apakah khurfah atau penuaian syurga itu?" Beliau s.a.w. menjawab: "Yaitu tempat di syurga yang -buah-buahannya- tinggal dipetik saja." (Riwayat Muslim)

 

896. Dari Ali r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tiada seorang Muslimpun yang menjenguk saudaranya Muslim -yang sakit- di waktu pagi, melainkan ada tujuh puluh ribu malaikat yang mendoakan padanya supaya memperoleh kerahmatan Tuhan sampai orang itu berada di waktu petang dan jikalau ia menjenguknya itu di waktu petang, maka ada tujuh puluh ribu malaikat yang mendoakan padanya supaya ia memperoleh kerahmatan Tuhan sampai orang itu berada di waktu pagi. Juga orang tersebut akan memperoleh tempat buah-buahan yang sudah waktunya dituai di dalam syurga." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan. Alkharif artinya ialah buah-buahan yang sudah waktunya dituai atau dipetik.

 

897. Dari Anas r,a., katanya: "Ada seorang anak Yahudi yang menjadi pelayan Nabi s.a.w, lalu ia sakit. Ia didatangi oleh Nabi s.a.w. untuk menjenguknya. Beliau s.a.w. lalu duduk di dekat kepalanya, lalu bersabda padanya: "Masuklah agama Islam!" Anak itu lalu melihat kepada ayahnya yang ketika itu sudah ada di sisinya -seolah-olah anak tadi meminta pertimbangan pada ayahnya-. Ayahnya berkata: "Taatilah kehendak Abul Qasim" -yaitu Nabi s.a.w-. Anak itu lalu menyatakan masuk Islam, setelah itu Nabi s.a.w. keluar dan beliau bersabda: "Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan anak itu dari siksa api neraka." (Riwayat Imam Bukhari)


Bab 145. Ucapan Yang Dapat Digunakan Untuk Mendoakan Orang Sakit

 

 

898. Dari Aisyah radhiallahu 'anha bahwasanya Nabi s.a.w. itu apabila ada seorang yang mengeluh karena ada sesuatu yang dirasa sakit pada dirinya atau ada luka, baik kecil ataupun besar, maka Nabi s.a.w. berdoa dengan menggunakan jari tangannya sedemikian. Sufyan bin 'Uyainah yang meriwayatkan hadits ini menunjukkan cara menggunakan jari itu, yakni telunjuknya diletakkan di bumi lalu diangkat dan di waktu meletakkan itu mengucapkan -yang artinya-: ''Dengan menyebut nama Allah, ini adalah tanah bumi kita, dicampur dengan ludah sebagian dari kita, dengannya dapat disembuhkan orang sakit diantara kita, dengan izin Tuhan kita."

 

899. Dari Aisyah radhiallahu 'anha pula bahwasanya Nabi s.a.w. pada suatu waktu menjenguk setengah dari keluarganya yang sakit. Beliau s.a.w. mengusap dengan tangannya yang kanan dan mengucapkan -yang artinya-: "Ya Allah, Tuhan seluruh manusia, hilangkanlah kesukaran -yakni penyakit- ini. Sembuhkanlah, Engkau sajalah yang dapat menyembuhkan. Tiada kesembuhan kecuali kesembuhan daripadaMu, yakni kesembuhan yang tidak lagi meninggalkan penyakit." (Muttafaq 'alaih)

 

900. Dari Anas r.a. bahwasanya ia berkata kepada Tsabit rahimahullah: "Sukakah engkau saya beri ucapan mantera-mantera dengan mantera-mantera yang diberikan oleh Rasulullah s.a.w.?" Ia menjawab: "Baiklah." Anas mengucapkan -yang artinya-: "Ya Allah, Tuhan sekalian manusia, yang dapat melenyapkan kesukaran -penyakit-. Sembuhkanlah, Engkau sajalah yang dapat menyembuhkan. Tiada yang kuasa menyembuhkan kecuali Engkau, suatu kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit." (Riwayat Bukhari)

 

901. Dari Sa'ad bin Abu Waqqash r.a., katanya: "Saya dijenguk oleh Rasulullah s.a.w. -waktu ia menderita sakit- lalu beliau s.a.w. mengucapkan -yang artinya-: "Ya Allah, sembuhkanlah Sa'ad, ya Allah, sembuhkanlah Sa'ad, ya Allah, sembuhkanlah Sa'ad." (Riwayat Muslim)

 

902. Dari Abu Abdillah yaitu Usman bin Abul 'Ash r.a. bahwasanya ia mengadu kepada Rasulullah s.a.w. karena adanya suatu penyakit yang diderita dalam tubuhnya, lalu Rasulullah s.a.w. bersabda padanya: "Letakkanlah tanganmu pada tempat yang engkau rasa sakit dari tubuhmu itu, kemudian ucapkanlah "Bismillah" tiga kali, lalu ucapkanlah pula sebanyak tujuh kali -yang artinya-: "Saya mohon perlindungan dengan kemuliaan Allah dan kekuasaanNya dari keburukannya sesuatu yang saya peroleh dan saya takutkan." (Riwayat Muslim)

 

903. Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Barangsiapa yang menjenguk orang sakit yang belum waktunya untuk didatangi oleh ajal kematiannya, lalu orang yang menjenguk tadi mengucapkan untuk yang sakit itu sebanyak tujuh kali, yaitu ucapan -yang artinya-: "Saya mohon kepada Allah yang Maha Agung, yang menguasai 'arasy yang agung, semoga Allah menyembuhkan penyakitmu", melainkan Allah akan menyembuhkan orang tadi dari penyakit yang dideritainya. Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan Tirmidzi dan Tirmidzi mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan. Imam Hakim berkata bahwa hadits ini adalah shahih menurut syaratnya Imam Bukhari.

 

904. Dari Ibnu Abbas r.a. pula bahwasanya Nabi s.a.w. masuk ke tempat A'rab -penghuni pedalaman negeri Arab- untuk menjenguknya -karena sakit- dan Nabi s.a.w. itu apabila masuk ke tempat orang sakit untuk menjenguknya, maka beliau mengucapkan -yang artinya-: "Tidak ada halangan apa-apa. Ini sebagai pencuci dosa-dosamu, Insya Allah." (Riwayat Bukhari)

 

905. Dari Abu Said al-Khudri r.a. bahwasanya Jibril mendatangi Nabi s.a.w. lalu berkata: "Hai Muhammad, adakah Anda sakit?" Beliau s.a.w. menjawab: "Ya." Jibril lalu mengucapkan -yang artinya-: "Dengan nama Allah, saya memberikan mantera-mantera padamu, dari segala macam bahaya yang menyakitkan dirimu, juga dari semua hati dan mata yang mendengki. Allah akan menyembuhkan penyakitmu. Dengan nama Allah, saya memberikan mantera-mantera padamu." (Riwayat Muslim)

 

906. Dari Abu Said dan Abu Hurairah radhiallahu 'anhuma bahwasanya keduanya itu menyaksikan Rasulullah s.a.w. bahwa beliau bersabda: "Barangsiapa yang mengucapkan -yang artinya-: "Tiada Tuhan melainkan Allah dan Allah adalah Maha Besar," maka ucapannya itu akan dibenarkan oleh Tuhannya dan Tuhan berfirman: "Tiada tuhan selain Aku dan Aku adalah Maha Besar." Kemudian jikalau orang itu mengucapkan -yang artinya-: "Tiada Tuhan melainkan Allah yang Maha Esa, tidak ada sekutuNya," maka Tuhan berfirman: "Tiada Tuhan melainkan Aku yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagiKu." Seterusnya apabila orang itu mengucapkan -yang artinya-: "Tiada Tuhan melainkan Allah, bagiNya adalah segenap kerajaan dan baginya pula segala puji-pujian," maka Allah berfirman: "Tiada Tuhan melainkan Aku, bagiKu segenap kerajaan dan bagiKu pula segala puji-pujian." Dan jikalau orang itu mengucapkan -yang artinya-: "Tiada Tuhan melainkan Allah dan tiada daya serta tiada kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah," maka Allah berfirman: "Tiada Tuhan melainkan Aku dan tiada daya serta tiada kekuatan melainkan dengan pertolonganKu." Selanjutnya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang mengucapkan semua di atas itu di waktu sakitnya lalu ia meninggal dunia, maka ia tidak akan dapat dimakan oleh api neraka." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.



Bab 146. Sunnahnya Menanyakan Kepada Keluarga Orang Yang Sakit Tentang Keadaan Orang Yang Sakit Itu

 

 

907. Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma bahwasanya Ali bin Abu Thalib r.a. keluar dari sisi Rasulullah s.a.w. di waktu sakit beliau s.a.w. yang menyebabkan kematiannya, lalu orang-orang sama bertanya: "Hai Abul Hasan -Abul Hasan adalah ayahnya Hasan, sebab Ali r.a. mempunyai anak yang namanya al-Hasan-, bagaimanakah keadaan Rasulullah s.a.w.?" Kemudian Ali r.a. menjawab: "Beliau sembuh dengan puji-pujian Allah." Ali r.a. selalu ditanya, sebab memang keluarganya yaitu sebagai saudara sepupu dan juga menjadi menantu beliau s.a.w. Adapun ucapannya: "sembuh" itu hanyalah menurut perkiraannya sendiri saja dan juga untuk menggembirakan hati para sahabat, padahal sebenarnya itulah sakit yang membawa kematian beliau s.a.w. (Riwayat Bukhari)


Bab 147. Apa yang Diucapkan Oleh Orang Yang Sudah Putus Harapan Dari Hidupnya Karena Sakitnya Sudah Dirasa Sangat Parah Sekali Dan Tidak Akan Sembuh Lagi

 

 

908. Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Saya mendengar Nabi s.a.w. dan beliau s.a.w. sambil menyandarkan dirinya kepadaku, mengucapkan doa -yang artinya-: "Ya Allah, berilah pengampunan padaku, belas kasihanilah aku dan pertemukanlah aku dengan kawan yang tertinggi -yakni malaikat dan hamba-hamba yang shalih-." (Muttafaq 'alaih)

 

909. Dari Aisyah radhiallahu 'anha pula, katanya: "Saya melihat Rasulullah Saw. dan beliau ketika itu sedang menghadapi sakaratulmaut. Di sisinya ada sebuah gelas yang berisi air. Beliau s.a.w. memasukkan tangannya ke dalam gelas kemudian mengusap wajahnya dengan air tadi, lalu mengucap -yang artinya-: "Ya Allah, berilah aku pertolongan untuk menghadapi kesukaran-kesukaran hendak meninggal dan juga sakaratulmaut ini." (Riwayat Tirmidzi) [Baca Status Hadits Disini]


Bab 148. Sunnahnya Berwasiat Kepada Keluarga Orang Yang Sakit Dan Orang Yang Melayani Orang Yang Sakit Itu Supaya Berbuat Baik Padanya, Menahan Diri Dan Sabar Pada Apa Yang Menyukarkan Perkaranya, Juga Berwasiat Untuk Kepentingan Orang Yang Sudah Dekat Sebab Kematiannya Dengan Adanya Had Atau Qishash Dan Lain-Lain Sebagainya

 

 

910. Dari Imran bin al-Hushain radhiallahu 'anhuma, bahwasanya ada seorang wanita dari Juhainah datang kepada Nabi s.a.w. dan ia sedang hamil karena zina. Wanita itu lalu berkata: "Ya Rasulullah, saya mengerjakan sesuatu yang menyebabkan saya harus diberi had -yakni hukuman-. Maka dari itu, laksanakanlah hukuman itu pada diriku." Nabiyullah s.a.w. lalu mengundang wali wanita tadi, lalu bersabda: "Berbuat baiklah pada wanita ini. Jikalau nanti ia telah melahirkan kandungannya, maka datanglah kepadaku dengan membawa orang ini." Orang itu melaksanakan semua kehendak beliau s.a.w. -yakni diperlakukan dengan baik dan setelah bayinya lahir lalu dibawa kepadanya-. Nabi s.a.w. lalu memerintahkan untuk menghukum orang tadi lalu diikatkanlah pakaiannya pada tubuhnya, seterusnya menyuruh supaya dirajam dan dirajamlah ia. Kemudian beliau s.a.w. menshalati jenazahnya. (Riwayat Muslim) 


Bab 149. Bolehnya Seorang Yang Sakit Mengatakan: "Saya Sakit" Atau "Sangat Sakit" Atau "Panas" Atau "Aduh Kepalaku" Dan Lain Sebagainya Dan Uraian Bahwasanya Tidak Ada Kemakruhan Mengatakan Sedemikian Tadi, Asalkan Tidak Karena Timbulnya Kemarahan Dan Menunjukkan Kegelisahan Sebab Sakitnya Tadi

 

 

911. Dari Ibnu Mas'ud r.a., katanya: "Saya masuk ke tempat Nabi s.a.w. dan beliau di kala itu menderita penyakit panas, lalu saya memegangnya, kemudian saya berkata: "Sesungguhnya Tuan ini benar-benar sakit panas yang sangat." Lalu beliau s.a.w. bersabda: "Benar, sesungguhnya penyakit panas saya ini adalah seperti sakit panasnya dua orang diantara engkau semua -yang dijadikan satu-." (Muttafaq 'alaih)

 

912. Dari Sa'ad bin Abu Waqqash r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. datang ke tempatku untuk meninjau sewaktu saya menderita sesuatu penyakit yang sangat parah. Kemudian saya berkata: "Telah sampai padaku penyakit sebagaimana yang Tuan maklumi ini, sedang saya adalah seorang yang berharta dan tidak ada yang akan mewarisi harta itu melainkan anak perempuan saya," selanjutnya disebutkanlah hadits ini sampai selengkapnya. (Muttafaq 'alaih)

 

913. Dari Alqasim bin Muhammad, katanya: "Aisyah radhiallahu 'anha berkata: "Aduh kepalaku." Kemudian Nabi s.a.w. bersabda: "Bahkan sayalah -yang lebih sangat sakitnya-. Aduh kepalaku," selanjutnya disebutkanlah hadits ini sampai selengkapnya. (Riwayat Bukhari)


Bab 150. Mengajarkan (Mentalqin) Orang Yang Sudah Hampir Didatangi Oleh Ajal Kematiannya Dengan Ucapan "La ilaha illallah"

 

 

914. Dari Mu'az r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang akhir percakapannya itu La ilaha illallah, maka ia akan masuk syurga." Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud serta Hakim dan Hakim mengatakan bahwa ini adalah shahih isnadnya.

 

915. Dari Abu Said al-Khudri r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Ajarkanlah kepada orang-orang yang hendak mati diantara engkau semua itu dengan bacaan La ilaha illallah." (Riwayat Muslim)


Bab 151. Apa Yang Diucapkan Ketika Memejamkan Mata Orang Mati

 

 

916. Dari Ummu Salamah radhiallahu 'anha, katanya: "Rasulullah s.a.w. masuk ke tempat Abu Salamah dan sudah kepayahan penglihatannya -sewaktu hendak matinya- lalu beliau s.a.w. memejamkannya, kemudian bersabda: "Sesungguhnya ruh itu apabila dicabut, maka diikuti oleh penglihatan." Orang-orang dari keluarganya lalu gemuruh suaranya, lalu beliau s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua mendoakan atas dirimu sendiri melainkan yang baik-baik saja, karena sesungguhnya malaikat itupun mengucapkan 'Amin' pada apa yang engkau semua doakan itu." Seterusnya beliau s.a.w. berdoa: "Ya Allah, berikanlah pengampunan kepada Abu Salamah, tingkatkanlah derajatnya dalam golongan orang-orang yang memperoleh petunjuk. Jadilah Engkau sebagai pengganti sesudah meninggalnya itu untuk melindungi orang-orang yang ditinggalkan -seperti istri dan anak-anaknya-. Berikanlah pengampunan kepada kita dan kepada orang yang mati ini, ya Rabbal 'alamin, juga berilah kelapangan untuknya dalam kuburnya serta berikanlah cahaya untuknya dalam kubur itu." (Riwayat Muslim)


Bab 152. Apa Yang Diucapkan Di Sisi Mayit Dan Apa Yang Diucapkan Oleh Orang Yang Ditinggalkan Oleh Mayit

 

 

917. Dari Ummu Salamah radhiallahu 'anha, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Jikalau engkau semua mendatangi orang sakit atau orang mati, maka ucapkanlah yang baik-baik saja, sebab sesungguhnya malaikat itu mengucapkan Amin kepada apa-apa yang engkau semua ucapkan." Ummu Salamah berkata: "Ketika Abu Salamah meninggal dunia, saya lalu mendatangi Nabi s.a.w. kemudian saya mengatakan: "Ya Rasulullah, sesungguhnya Abu Salamah telah meninggal dunia." Beliau s.a.w. bersabda: "Katakanlah -yang artinya-: "Ampunkanlah untukku dan untuknya dan berikanlah untukku ganti yang baik daripadanya." Lalu saya berkata: "Maka Allah memberikan ganti untukku seorang yang lebih baik bagiku daripada Abu Salamah itu, yakni Muhammad s.a.w. -karena setelah suaminya yakni Abu Salamah meninggal dunia-, lalu Ummu Salamah itu dikawin oleh Nabi s.a.w." Imam Muslim meriwayatkan demikian, yakni: "Jikalau engkau semua mendatangi orang sakit atau orang mati," dengan ada keragu-raguan dalam kata-kata orang sakit atau mati. Adapun yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan lain-lain, jelas diucapkan: "orang mati," tanpa diragu-ragukan.

 

918. Dari Ummu Salamah radhiallahu 'anha pula, katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tiada seorang hambapun yang terkena oleh sesuatu musibah -yakni bencana-, lalu ia mengucapkan -yang artinya-: "Sesungguhnya kita ini adalah milik Allah dan sesungguhnya kita pasti akan kembali padaNya. Ya Allah, berikanlah kepada saya akan pahala dengan sebab adanya musibah saya ini, juga berikanlah ganti untuk saya sesuatu yang lebih baik daripada yang sudah hilang", melainkan Allah Ta'ala akan memberinya pahala karena adanya musibah dalam dirinya itu dan akan memberikan ganti padanya yang lebih baik daripada yang sudah meninggal tadi." Ummu Salamah berkata: "Ketika Abu Salamah meninggal dunia saya lalu mengucapkan sebagaimana yang diperintahkan oleh Rasulullah s.a.w. padaku, kemudian Allah memberikan ganti untuknya seorang yang lebih baik dari Abu Salamah, yaitu Rasulullah s.a.w." (Riwayat Muslim)

 

919. Dari Abu Musa r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Jikalau anak dari seorang hamba meninggal dunia, maka Allah Ta'ala berfirman kepada para malaikatnya: "Adakah engkau semua telah mencabut nyawa anak dari hambaKu?" Mereka menjawab: "Ya." Allah berfirman lagi: "Adakah engkau semua telah mencabut nyawa buah hati dari hambaKu itu?" Mereka menjawab: "Ya." Allah berfirman pula: "Kemudian apakah yang diucapkan oleh hambaKu itu?" Mereka menjawab: "Ia memuji Engkau dan mengucapkan kalimat istirja' -yakni kalimat "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un". Kemudian Allah Ta'ala berfirman: "Dirikanlah untuk hambaKu itu sebuah rumah dalam syurga dan namakanlah rumah itu dengan sebutan Baitulhamdi -yakni Rumah Pujian-." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.

 

920. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Allah Ta'ala berfirman: "Tiada suatu balasanpun di sisiku yang diperuntukkan pada hambaKu yang mu'min, jikalau Aku mencabut nyawa kekasihnya dari golongan ahli di dunia, kemudian ia mengharapkan keridhaanKu -dengan meninggalnya kekasihnya tadi-, melainkan balasannya itu adalah syurga." (Riwayat Bukhari) Kekasih ialah seperti anak, istri dan lain-lain yang dekat hubungannya sewaktu didunia.

 

921. Dari Usamah bin Zaid radhiallahu 'anhuma, katanya: "Salah seorang dari puteri-puteri Nabi s.a.w. mengutus seseorang kepada beliau s.a.w. untuk memanggilnya dan memberitahukan padanya bahwa salah seorang anaknya -yakni anak puteri Nabi s.a.w. itu-, lelaki atau perempuan -yang meriwayatkan hadits ini ragu-ragu, apakah anak itu lelaki atau perempuan- sedang berada dalam keadaan akan meninggal dunia. Puteri Nabi s.a.w. yang memanggil itu ialah Zainab, sedang yang sakit namanya Umamah. Nabi s.a.w. lalu bersabda kepada utusan puterinya itu: "Kembalilah dulu ke tempat puteriku itu dan beritahukanlah padanya bahwasanya bagi Allah adalah apa-apa yang diambil, bagiNya apa-apa yang diberikan dan segala sesuatu menurut ajal yang ditentukan di sisiNya. Maka dari itu perintahkanlah ia supaya bersabar saja dan supaya mengharapkan keridhaan Allah." Selanjutnya disebutkan hadits ini sampai selengkapnya. (Muttafaq 'alaih) 


Bab 153. Bolehnya Menangisi Orang Mati Tanpa Meratap -Menghitung-hitung Kebaikan Mayit- Juga Tanpa Suara Keras Dalam Tangisnya Itu

 

 

Ada pun bersuara keras ketika menangisi mayit itu, maka hukumnya adalah haram dan ini akan diuraikan dalam suatu bab tersendiri yaitu 'Kitab Larangan', Insya Allah. Adapun menangis biasa, maka ada beberapa hadits yang menguraikan tentang dilarangnya itu dan bahwasanya mayit itu akan disiksa dengan sebab tangis keluarganya. Hal sedemikian ini ditakwilkan dan ditangguhkan atas orang yang mewasiatkan itu. Adapun yang dilarang itu hanyalah tangis yang di dalamnya disertai ratapan atau dengan suara keras luar biasa. Adapun dalilnya tentang bolehnya menangis tanpa ratapan dan tidak dengan suara keras ialah beberapa hadits yang banyak sekali jumlahnya, diantaranya ialah:

 

922. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. meninjau Sa'ad bin Ubadah dan besertanya ialah Abdur Rahman bin Auf, Sa'ad bin Abu Waqqash dan Abdullah bin Mas'ud radhiallahu 'anhum. Kemudian Rasulullah s.a.w. menangis. Ketika orang-orang sama mengetahui tangisnya Rasulullah s.a.w., maka merekapun menangislah. Selanjutnya beliau s.a.w. bersabda: "Adakah engkau semua tidak mendengar? Sesungguhnya Allah itu tidak akan menyiksa sebab adanya airmata yang mengalir di mata, tidak pula karena kesusahan hati, tetapi Allah menyiksa itu ialah dengan sebab perbuatan ini ataupun Allah memberikan kerahmatannya." Beliau s.a.w. menunjuk kepada lisannya. (Muttafaq 'alaih)

 

923. Dari Usamah bin Zaid radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. pada suatu ketika disampaikanlah berita tentang anak dari puterinya yang dalam keadaan akan meninggal dunia, lalu kedua mata Rasulullah s.a.w. mengalirkan airmata. Kemudian Sa'ad berkata pada beliau s.a.w.: "Apakah artinya ini, ya Rasulullah?" Beliau s.a.w. menjawab: "Ini adalah sebagai tanda belas kasihan yang dijadikan oleh Allah Ta'ala dari hati hamba-hambaNya. Sesungguhnya Allah itu mengasihi orang-orang yang mempunyai hati belas kasihan dari golongan hamba-hambaNya itu." (Muttafaq 'alaih)

 

924. Dari Anas r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. masuk ke tempat anaknya yaitu Ibrahim r.a. dan ia sedang menghadapi sakaratul maut -yakni menghadapi kematian-, maka kedua mata Rasulullah s.a.w. itu melelehkan air mata. Abdur Rahman bin Auf berkata kepadanya: "Tuanpun menangis ya Rasulullah?" Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Hai Ibnu Auf, sesungguhnya air mata ini adalah sebagai tanda kasih sayang." Selanjutnya air mata pertama itu diikuti air mata kedua dan seterusnya. Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Sesungguhnya matapun dapat mengalirkan air mata dan hatipun dapat berduka cita. Kita tidak mengucapkan melainkan apa yang dapat memberikan keridhaan kepada Tuhan kita dan sesungguhnya kita ini dengan berpisah denganmu itu, hai Ibrahim sesungguhnya bersedih hati." Diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Imam Muslim juga meriwayatkan sebagiannya. Hadits-hadits dalam bab ini banyak sekali disebutkan dalam kitab shahih dan tersohor sekali. Wallahu a'lam.



Bab 154. Menahan -Tidak Menyiar-nyiarkan Atau Menjaga Rahasia- Sesuatu Yang Tidak Baik Yang Diketahui Dari Seorang Mayit

 

 

925. Dari Abu Rafi' yaitu Aslam, hamba sahaya Rasulullah s.a.w., bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang memandikan seorang mayit, lalu ia menyimpan -yakni merahasiakan- atas keburukan mayit itu -yang diketahui olehnya-, maka Allah memberikan pengampunan kepada orang tadi sebanyak empat puluh kali." Diriwayatkan oleh Imam Hakim dan ia berkata bahwa ini adalah hadits shahih menurut syarat Imam Muslim.


Bab 155. Menshalatkan Mayit, Mengantarkannya Ke Kubur, Menghadiri Pemakamannya Dan Makruhnya Kaum Wanita Ikut Mengantarkan Jenazah-jenazah

 

 

Tentang keutamaan mengantarkan mayit sudah lebih dulu uraiannya -lihat Kitab Meninjau orang sakit dari hadits no.891 dan seterusnya-.

 

926. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang menyaksikan mayit sehingga ia dishalatkan -yakni ia ikut menshalatkan pula-, maka ia memperoleh pahala satu qirath dan barangsiapa yang menyaksikan sehingga di kubur, maka ia memperoleh pahala dua qirath." Beliau s.a.w. ditanya: "Seberapakah dua qirath itu?" Beliau s.a.w. menjawab: "Yaitu seperti dua gunung yang besar-besar." (Muttafaq 'alaih)

 

927. Dari Abu Hurairah r.a. pula bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: ''Barangsiapa mengikuti jenazahnya seorang Muslim dengan sebab adanya keimanan serta mengharapkan keridhaan Allah dan ia terus menyertainya sehingga mayit itu dishalatkan dan selesai dimakamkan, maka sesungguhnya orang yang sedemikian itu akan kembali dengan membawa pahala sebanyak dua qirath, setiap satu qirath itu adalah sebesar gunung Uhud. Dan barangsiapa yang ikut menshalatkan kemudian kembali sebelum dimakamkan, maka sesungguhnya ia akan kembali dengan membawa pahala satu qirath." (Riwayat Bukhari)

 

928. Dari Ummu 'Athiyah radhiallahu 'anha, katanya: "Kita semua dilarang untuk mengikuti mengantarkan jenazah ke kubur, tetapi larangan itu tidak diperkeraskan untuk kita -maksudnya ialah untuk kaum wanita-." (Muttafaq 'alaih) Maknanya ialah bahwa larangan mengikuti jenazah ke kubur bagi kaum wanita itu tidak diperkeraskan sebagaimana halnya larangan yang diperkeraskan dalam perkara-perkara yang diharamkan -jadi hukumnya ialah makruh saja-.



Bab 156. Sunnahnya Memperbanyakkan Orang Yang Menshalatkan Jenazah Dan Membuat Barisan-barisan Orang-orang Yang Menshalatkan Itu Menjadi Tiga Shaf -Baris- Atau Lebih

 

 

929. Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tiada seorang mayitpun yang dishalatkan oleh sesuatu umat dari kaum Muslimin yang sampai berjumlah seratus orang yang semuanya memohonkan syafaat -yakni pertolongan supaya diampuni dosa-dosanya- kepada mayit tadi, melainkan Allah akan mengabulkan permohonan syafaat mereka itu pada mayit tersebut." (Riwayat Muslim)

 

930. Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tiada seorang Muslimpun yang mati, lalu jenazahnya dishalatkan oleh empat puluh orang yang semuanya tidak menyekutukan sesuatu kepada Allah, melainkan Allah akan mengabulkan permohonan syafaat orang-orang yang menshalatkan itu -yakni mohon pertolongan kepada Allah agar diampuni dosa-dosanya- bagi mayit tersebut." (Riwayat Muslim)

 

931. Dari Martsad bin Abdullah al-Yazani, katanya: "Malik bin Hubairah itu apabila menshalatkan jenazah dan dianggapnya sedikit orang-orang yang ikut menshalatkan itu, maka mereka itu dibaginya rnenjadi tiga bagian -yakni tiga baris-. Kemudian ia berkata: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang dishalatkan oleh tiga baris, maka ia dapat dipastikan untuk diampuni dosanya." Diriwayatkan oleh imam-imam Abu Dawud dan Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ia adalah hadits hasan.


Bab 157. Apa-apa Yang Dibaca Dalam Shalat Jenazah

 

 

Cara shalat jenazah ialah: Bertakbir empat kali. Sesudah takbir pertama membaca ta'awwudz -A'udzu billahi minasy syaithanir rajim- lalu membaca Fatihatulkitab -yakni surat al-Fatihah-, kemudian bertakbir yang kedua kalinya, lalu mengucapkan shalawat kepada Nabi s.a.w. mengucapkan: Allahumma shalli 'ala Muhammad wa 'ala ali Muhammad. Adapun yang lebih utama ialah supaya disempurnakan dengan ucapan: Kama shallaita 'ala Ibrahim sampai ucapan Hamidum majid. Jadi jangan membaca sebagaimana yang dikerjakan oleh sebagian besar orang awam, yaitu mereka sama mengucapkan: Innallaha wa malaikatahu yushailuna 'alan nabiyyi dan seterusnya sampai habisnya ayat, sebab sesungguhnya saja tidak akan sahlah shalatnya, jikalau seorang itu meringkaskan bacaannya pada yang demikian itu belaka. Selanjutnya lalu bertakbir yang ketiga dan berdoa untuk mayit dan untuk seluruh kaum Musiimin, sebagaimana yang akan kami uraikan hadits-haditsnya di bawah ini. Insya Allah Ta'ala. Seterusnya ialah bertakbir keempat kalinya dan berdoa. Setengah daripada sebaik-baiknya doa ialah: ajrahu wa la taftinna ba'dahu waghfir lana walahu -artinya-: Ya Allah, janganlah menghalang-halangi kita untuk memperoleh pahala sebab memperoleh musibah ditinggalkan mayit itu, jangan pula ada fitnah sepeninggalnya dan ampunilah untuk kita semua dan untuk mayit ini pula. Yang terpilih ialah supaya seseorang itu memperpanjangkan doanya dalam doa sehabis takbir keempat ini. Jadi hal ini menyalahi apa-apa yang biasa dilakukan oleh sebagian banyak manusia -yang suka memendekkan doa itu-. Ini adalah berdasarkan Hadis Ibnu Abi Aufa yang akan kami sebutkan di belakang Insya Allah Ta'ala. Adapun doa-doa yang datang dari Nabi s.a.w. sesudah takbir ketiga, diantaranya ialah:

 

932. Dari Abdur Rahman bin Auf bin Malik r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. menshalatkan jenazah, lalu saya menghafalkan sesuatu dari doanya, yaitu beliau s.a.w. mengucapkan -yang artinya-: "Ya Allah, ampunilah ia dan belas kasihanilah. Selamatkanlah ia dan maafkanlah, muliakanlah tempat kediamannya -dalam kubur- dan luaskanlah tempat masuknya, bersihkanlah ia dengan air, salju dan embun, bersihkanlah ia dari kesalahan-kesalahannya sebagaimana Engkau membersihkan pakaian putih dari kotoran, berilah ia ganti berupa perumahan yang lebih baik dari perumahannya -di dunia- juga ganti keluarga yang lebih baik dari keluarganya -di dunia- serta kawinkanlah ia dengan suami -atau istri- yang lebih baik dari suami -atau istrinya- di dunia. Masukkanlah ia dalam syurga dan lindungilah ia dari siksa kubur dan siksa neraka." 'Aufa berkata: "Sehingga saya mengharapkan hendaknya sayalah yang menjadi mayit ketika itu." (Riwayat Muslim)

 

933. Dari Abu Hurairah, Abu Qatadah dan Abu Ibrahim al-Asyhali dari ayahnya dan ayahnya adalah seorang sahabat radhiallahu 'anhum dari Nabi s.a.w. bahwasanya beliau menshalatkan jenazah, lalu mengucapkan -yang artinya-: "Ya Allah, ampunilah untuk yang masih hidup dan yang telah mati dari kita, yang kecil dan yang besar -maksudnya yang muda dan yang tua-, yang lelaki dan yang perempuan, yang hadir ini dan yang tidak hadir. Ya Allah, barangsiapa yang Engkau hidupkan diantara kita, maka hidupkanlah dengan menetapi Agama Islam dan barangsiapa yang Engkau matikan dari kita, maka matikanlah dengan menetapi keimanan. Ya Allah, janganlah menghalang-halangi kita untuk memperoleh pahala sebab mendapatkan musibah ditinggalkan mayit ini dan jangan ada fitnah sepeninggalnya." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari riwayat Abu Hurairah dan al-Asyhali. Juga diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dari riwayat Abu Hurairah dan Abu Qatadah. Imam Hakim berkata: "Hadis Abu Hurairah ini shahih menurut syaratnya Imam-imam Bukhari dan Muslim." Imam Tirmidzi berkata: "Imam Bukhari berkata: "Selengkap-lengkap riwayat-riwayat Hadis dalam bab ini ialah riwayatnya al-Asyhali." Imam Bukhari berkata: "Sebagus-bagus hadits dalam bab ini ialah Hadisnya 'Auf bin Malik".

 

934. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Jikalau engkau semua menshalatkan mayit, maka bersikap ikhlaslah -tulus- dalam mengucapkan doa untuk mayit itu." (Riwayat Abu Dawud)

 

935. Dari Abu Hurairah r.a. pula dari Nabi s.a.w. perihal doa menshalatkan jenazah, yaitu -yang artinya-: "Ya Allah, Engkau adalah Tuhan jenazah ini, Engkau pula yang menciptakannya, Engkau memberikannya petunjuk untuk memeluk Agama Islam. Engkau mencabut ruhnya dan Engkau lebih mengetahui perihal rahasia dan apa yang kelihatan daripada dirinya. Kita semua datang menghadapMu untuk memohonkan syafaat padanya. Maka dari itu ampunilah jenazah ini." (Riwayat Abu Dawud)

 

936. Dari Watsilah bin al-Asqa' r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. menshalatkan jenazah seorang lelaki dari kaum Muslimin beserta kita, lalu saya mendengar beliau s.a.w. mengucapkan -yang artinya-: "Ya Allah, sesungguhnya Fulan anak Fulan ini adalah dalam tanggunganMu dan ikatan keamananMu, maka dari itu lindungilah ia dari fitnah kubur dan siksanya. Engkau adalah ahli dalam menetapi janji dan memiliki pujian. Ya Allah, maka ampunilah ia, belas kasihanilah, sesungguhnya Engkau adalah Maha Pengampun lagi Penyayang." (Riwayat Abu Dawud)

 

937. Dari Abdullah bin Abu Aufa radhiallahu 'anhuma, bahwasanya ia bertakbir untuk menshalatkan jenazah anak perempuannya, lalu ia berdiri sesudah takbir keempat seperti kadar waktu berdirinya antara dua takbir, kemudian ia berkata: "Rasulullah s.a.w. melakukan sedemikian ini." Dalam riwayat lain disebutkan: Abdullah bin Abu 'Aufa bertakbir yang keempat kalinya, lalu berdiam diri sebentar, sehingga saya mengira bahwa ia akan bertakbir untuk kelima kalinya, kemudian bersalam menoleh kesebelah kanannya lalu kesebelah kirinya. Setelah ia selesai shalat, kitapun bertanya padanya: "Apakah artinya itu tadi?" -maksudnya antara takbir keempat dengan salam, mengapa lama sekali?- Ia menjawab: "Sesungguhnya saya tidak akan menambahkan untukmu semua melebihi dari apa yang saya lihat dari Rasulullah s.a.w. sebagaimana yang beliau lakukan," atau ia berkata: "Memang demikian itulah yang dikerjakan oleh Rasulullah s.a.w." Diriwayatkan oleh Imam Hakim dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits shahih.



Bab 158. Bersegera Dalam Mengubur Jenazah

 

 

938. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Segerakanlah mengubur jenazah itu. Jikalau ia baik, maka itulah suatu kebaikan yang engkau semua berikan padanya, sedang jikalau ia selain yang sedemikian -yakni jenazah buruk-, maka itulah suatu kejelekan yang engkau semua letakkan pada leher-lehermu semua." (Muttafaq 'alaih) Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan: fa khairun tuqaddi-munaha 'alaih, jadi ilaihi diganti 'alaihi.

 

939. Dari Abu Said al-Khudri r.a., katanya: "Nabi s.a.w. bersabda: "Jikalau jenazah itu telah diletakkan -dalam keranda atau usungan mayat- lalu orang-orang lelaki membawanya di atas leher-leher mereka -untuk dimakamkan dalam kubur-, maka jikalau jenazah itu seorang yang shalih, iapun berkatalah: "Dahulukanlah aku -maksudnya segerakanlah dalam menguburkan jenazahku karena ingin segera mengetahui kerahmatan Allah dalam kubur itu-. Tetapi jikalau jenazah itu tidak shalih, maka ia berkata kepada keluarganya: "Aduhai celaka diriku, kemanakah engkau semua hendak pergi membawa jenazahku ini?" Suaranya itu didengar oleh setiap sesuatu kecuali manusia dan andaikata manusia itu mendengar, sesungguhnya ia tidak akan sadarkan diri -pingsan-." (Riwayat Bukhari)


Bab 159. Bersegera Dalam Hal Pembayaran Hutangnya Mayit Dan Menyegerakan Dalam Merawatnya -Sampai Dimakamkan-, Kecuali Kalau Mati Secara Mendadak, Maka Perlu Dibiarkan Dulu Sehingga Dapat Diyakinkan Kematiannya

 

 

Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Jiwa seorang mu'min itu tergantung karena hutangnya, sehingga hutangnya itu dilunaskan." Maksudnya bahwa urusannya itu masih tidak dapat diselesaikan, apakah ia selamat dari siksa atau akan binasa karena siksa. Ia tetap ditahan sampai hutangnya dipenuhi oleh keluarganya yang masih hidup. Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadis hasan.

 

941. Dari Hushain bin Wahwah r.a. bahwasanya Thalhah bin al-Bara' r.a. sakit, lalu Nabi s.a.w. menjenguknya kemudian beliau s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya saya tidak melihat Thalhah ini, melainkan ia akan segera meninggal dunia. Apabila ia meninggal dunia beritahukanlah hal itu padaku dan segerakanlah memberikan perawatan padanya -sampai dimakamkan-, sebab sesungguhnya tidak patut bagi mayat seorang Muslim itu kalau ditahan diantara keluarganya." Maksudnya kalau mati siang, kuburkanlah pada siang itu juga, demikian pula kalau malam, juga kuburkanlah pada malam itu juga. (Riwayat Abu Daud) [Baca Status Hadits Disini]


Bab 160. Memberikan Nasihat Di Kubur

 

 

942. Dari Ali r.a., katanya: "Kita semua sedang mengantarkan seorang jenazah ke makam Baqi' al-Gharqad, lalu kita didatangi oleh Rasulullah s.a.w., kemudian beliau s.a.w. duduk dan kitapun duduk di sekelilingnya. Beliau s.a.w. membawa sebuah tongkat -yang lengkung kepalanya- lalu beliau menundukkan kepalanya dan mulai membuat garis-garis halus -di bumi- dengan tongkatnya itu. Selanjutnya beliau s.a.w. bersabda: "Tiada seorangpun dari engkau semua itu, melainkan sudah ditentukan tempat duduknya dari neraka dan tempat duduknya dari syurga." Para sahabat lalu berkata: "Ya Rasulullah, apakah kita tidak boleh menyandarkan diri kita pada catatan kita itu?" Beliau s.a.w. menjawab: "Beramallah, karena setiap orang itu dipermudahkan jalannya untuk apa yang ia diciptakan untuknya" -maksudnya ialah jikalau memang ditakdirkan baik, maka mudah sekali orang itu melakukan kebaikan, sedang jikalau ditakdirkan jelek, maka mudah pula melakukan kejelekan-. Selanjutnya Ali r.a. menyebutkan hadits ini sampai habis. (Muttafaq 'alaih)


Bab 161. Berdoa Untuk Mayit Sesudah Dikuburkan Dan Duduk Di Sisi Kuburnya Sebentar Untuk Mendoakannya Serta Memohonkan Pengampunan Untuknya Dan Untuk Membaca Al-Quran

 

 

943. Dari Abu 'Amr, ada yang mengatakan Abu Abdillah dan ada pula yang mengatakan Abu Laila, yaitu Usman bin Affan r.a. katanya: "Rasulullah s.a.w. itu apabila telah selesai dari mengubur mayit, lalu beliau berdiri atas kuburnya dan bersabda: "Mohonkanlah pengampunan untuk saudaramu semua ini dan mohonkanlah untuknya supaya dikarunia ketetapan -keteguhan hati dalam menjawab pertanyaan ketika ditanya oleh malaikat Munkar dan Nakir nanti-. Sebab sesungguhnya ia sekarang ini ditanya -oleh dua malaikat itu-."(Riwayat Abu Dawud)

 

944. Dari 'Amr bin al-'Ash r.a., katanya: "Jikalau engkau semua telah memakamkan saya, maka berdirilah di sekitar kuburku sekedar selama waktu menyembelih seekor unta lalu dibagi-bagikan dagingnya, sehingga saya dapat merasa tenang bertemu dengan engkau semua dan saya dapat memikirkan apa-apa yang akan saya jawabkan kepada utusan-utusan Tuhanku -yakni malaikat yang akan menanyakan sesuatu-." Diriwayatkan oleh Imam Muslim. Hadits ini sudah diuraikan selengkapnya yang panjang di muka -lihat hadits no.709-. Imam as-Syafi'i rahimahullah berkata: "Disunnahkan kalau di sisi mayit yang sudah dikuburkan itu dibacakan sesuatu dari ayat-ayat al-Quran dan jikalau dapat dikhatamkan al-Quran itu seluruhnya, maka hal itu adalah baik."


Bab 162. Bersedekah Atas Nama Si Mayit Dan Mendoakan Padanya

 

 

Allah Ta'ala berfirman: "Dan orang-orang yang datang sesudah mereka itu -yakni yang datang sesudah orang-orang yang dahulu- sama mengucapkan: "Ya Tuhan kita, ampunilah kita semua serta saudara-saudara kita yang telah mendahului kita dengan keimanan." (al-Hasyr:10)

 

945. Dari Aisyah radhiallahu anha bahwasanya ada seorang lelaki berkata kepada Nabi s.a.w.: "Sesungguhnya ibuku itu meninggal dunia secara mendadak dan saya mengira andaikata ia dapat berbicara tentu ia akan bersedekah. Adakah ibuku akan memperoleh pahala jikalau saya bersedekah untuknya?" Beliau s.a.w. bersabda: "Ya." (Muttafaq 'alaih)

 

946. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Jikalau seorang manusia itu meninggal dunia, maka terputuslah amalannya melainkan dari tiga perkara, yaitu sedekah yang mengalir atau ilmu pengetahuan yang dapat diambil kemanfaatannya atau anak yang shalih yang mendoakan padanya." (Riwayat Muslim)


Bab 163. Pujian Orang-Orang Pada Mayit

 

 

947. Dari Anas r.a., katanya: "Orang-orang berjalan melalui Nabi s.a.w. dengan membawa seorang jenazah dan mereka itu memuji-muji kebaikan jenazah tadi, lalu Nabi s.a.w. bersabda: "Wajiblah." Tidak lama kemudian ada lagi orang-orang yang berjalan dengan membawa seorang jenazah yang lain dan mereka menyebutkan keburukan jenazah itu jalu Nabi s.a.w. bersabda lagi: "Wajiblah." "Umar bin al-Khaththab r.a. lalu bertanya: "Apakah yang wajib?" Beliau s.a.w. menjawab: "Yang itu tadi engkau semua puji-puji kebaikannya, maka wajiblah jenazah itu mendapatkan syurga, sedang yang ini tadi engkau semua sebut-sebutkan keburukannya, maka wajiblah ia mendapatkan neraka. Engkau semua adalah saksi-saksi Allah di bumi." (Muttafaq 'alaih)
 

948. Dari Abul Aswad, katanya: "Saya datang di Madinah lalu saya duduk di tempat Umar bin al-Khaththab r.a., kemudian berlalulah seorang jenazah di muka orang banyak, lalu dipujilah kebaikan orang yang mati itu. Umar r.a. berkata: "Wajiblah." Seterusnya ada pula jenazah lain yang melaluinya, mayit inipun dipuji-puji juga kebaikannya, maka berkatalah Umar r.a.: "Wajiblah." Selanjutnya berlalulah untuk ketiga kalinya seorang jenazah dan disebut-sebutkanlah keburukannya, maka berkatalah Umar r.a.: "Wajiblah." Abul Aswad berkata: "Saya lalu bertanya: "Apakah yang wajib, ya Amirul Mu'minin?" Umar r.a. berkata: "Saya mengatakan sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi s.a.w.: "Mana saja orang Muslim yang disaksikan oleh empat orang tentang kebaikannya, maka Allah akan memasukkannya dalam syurga." Kami bertanya: "Jikalau yang menyaksikan tiga orang?" Ia berkata: "Tiga orangpun demikian pula." Kami bertanya lagi: "Jikalau hanya dua orang, bagaimanakah?" Ia menjawab: "Dua orangpun dapat pula." Selanjutnya kami tidak menanyakannya bagaimana kalau yang menyaksikan itu hanya seorang saja." (Riwayat Bukhari)

Bab 164. Keutamaan Orang Yang Ditinggal Mati Oleh Anak-anaknya Yang Masih Kecil

 

 

949. Dari Anas r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tiada seorang Muslimpun yang ditinggal mati oleh tiga orang anaknya dan mereka itu belum mencapai usia dewasa -yakni belum baligh-, melainkan Allah akan memasukkannya dalam syurga dengan keutamaan kerahmatan Allah kepada anak-anak itu." (Muttafaq 'alaih)

 

950. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tiada seorangpun dari golongan kaum Muslimin yang ditinggal mati oleh tiga orang anaknya, yang akan disentuh oleh api neraka [1], melainkan sekedar menebus persumpahan -tahillatul qasam-." (Muttafaq 'alaih) Tahillatul qasam ialah firman Allah Ta'ala: "Dan tiada seorangpun dari engkau semua, melainkan pasti akan mendatangi neraka itu." (Maryam: 71). Maksudnya mendatangi neraka itu ialah menyeberang di atas jembatan -ashshirath- yakni sebuah jembatan yang diletakkan di atas punggung neraka Jahanam. Semoga Allah menyelamatkan kita semua dari siksa api neraka Jahanam ini.

951. Dari Abu Said al-Khudri r.a., katanya: "Ada seorang wanita datang kepada Rasulullah s.a.w. lalu berkata: "Ya Rasulullah, orang-orang lelaki sudah sama pergi dengan memperoleh hadits Tuan, maka dari itu berikanlah untuk kita dengan penetapan dari Tuan sendiri yaitu suatu hari yang kita -kaum wanita- akan mendatanginya, perlunya supaya Tuan mengajarkan kepada kita dari apa saja yang diajarkan oleh Allah kepada Tuan. Nabi s.a.w. lalu bersabda: "Berkumpullah engkau semua -hai kaum wanita- pada hari ini." Mereka lalu berkumpul, kemudian didatangilah mereka itu oleh Nabi s.a.w., lalu beliau s.a.w. mengajarkan kepada mereka itu dari apa-apa yang diajarkan oleh Allah padanya dan selanjutnya beliau s.a.w. bersabda: "Tiada seorang dari engkau semua yang mempersembahkan tiga orang anak -maksudnya yang ditinggal mati oleh tiga orang anaknya-, melainkan anak-anak itulah yang akan menjadi sebagai tabir bagi wanita itu dari siksa api neraka." Ada seorang wanita bertanya: "Dan kalau hanya dua anak, apakah dapat menjadi tabir." Rasulullah s.a.w. menjawab: "Dua orang anakpun dapat pula." (Muttafaq 'alaih)


Catatan Kaki:

 

[1] Maksudnya bahwa orang itu tidak akan disentuh oleh neraka, melainkan dalam waktu yang amat sebentar sekali. Inipun kalau ada dosa yang mengharuskan ia perlu disiksa dalam neraka di akhirat nanti.

 


Bab 165. Menangis Serta Takut Di Waktu Melalui Kubur-kuburnya Orang-orang Yang Menganiaya Dirinya Karena Enggan Mengikuti Kebenaran, Dan Tempat Turunnya Siksa Pada Mereka Itu Serta Menunjukkan Iftiqar Kita Kepada Allah -Yakni Bahwa Kita Amat Memerlukan Bantuan Dan PertolonganNya- Dan Pula Menakut-nakuti Dari Melalaikan Yang Tersebut Di Atas Itu

 

 

952. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda kepada sahabat-sahabatnya, yaitu sewaktu mereka sampai di Hijir yakni perumahan kaum Tsamud dahulu: Janganlah engkau semua memasuki tempat orang-orang yang disiksa itu, melainkan engkau semua menangis. Jikalau engkau semua tidak dapat menangis disitu, maka janganlah memasuki tempat mereka, sehingga tidak akan mengenai kepadamu semua apa yang pernah mengenai diri mereka itu." (Muttafaq 'alaih) Dalam sebuah riwayat lain, disebutkan: Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma berkata: "Ketika Rasulullah s.a.w. berjalan melalui Hijir, lalu beliau s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua memasuki tempat kediamannya orang-orang yang menganiaya diri mereka sendiri itu, kalau-kalau akan mengenai kepadamu semua sebagaimana apa yang pernah mengenai diri mereka -yakni siksa Allah Ta'ala-, melainkan jikalau engkau semua dapat menangis." Seterusnya beliau s.a.w. menutupi kepalanya dengan kain penutup dan mempercepat jalannya sehingga beliau s.a.w. melewati lembah Hijir tadi.


Bab 166. Kitab Adab-adab Kesopanan Berpergian, Sunnahnya Keluar Pada Hari Kamis Dan Sunnahnya Pergi Di Permulaan Siang Hari

 

 

953. Dari Ka'ab bin Malik r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. keluar pada hari peperangan Tabuk pada hari Kamis. Beliau s.a.w. itu memang suka sekali keluar berpergian pada hari Kamis. (Muttafaq 'alaih) Dalam riwayat kedua kitab shahih Bukhari dan Muslim disebutkan: "Sesungguhnya sedikit sekali -yakni jarang benar- Rasulullah s.a.w. itu keluar berpergian, melainkan pada hari Kamis."

 

954. Dari Shakhr bin Wada'ah al-Ghamidi as-Shahabi r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Ya Allah, berikanlah keberkahan kepada umatku pada waktu pagi harinya." Rasulullah s.a.w. apabila hendak mengirimkan suatu pasukan -yang beliau s.a.w. sendiri tidak menyertainya- atau hendak mengirimkan tentara -untuk peperangan-, maka beliau s.a.w. mengiririmkannya -yakni diberangkatkan- di permulaan siang hari -jadi pagi-pagi sekali-. Shakhr adalah seorang pedagang. Ia mengirimkan dagangannya itu selalu di permulaan siang hari, maka menjadi kayalah ia dan meluaplah serta banyaklah hartanya. Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud serta Tirmidzi dan Tirmidzi mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.


 

Bab 167. Sunnahnya Mencari Kawan Dalam Berpergian Dan Mengangkat Seseorang Di Antara Yang Sama-sama Pergi Itu Sebagai Pemimpin Mereka Yang Harus Diikuti Oleh Peserta-peserta Perjalanan Itu

 

 

955. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Andaikata para manusia itu mengetahui -bencana-bencana keduniaan dan keakhiratan- dengan sebab berpergian sendirian sebagaimana yang dapat saya ketahui, sesungguhnya tidak akan ada seorang pengendara yang pergi di waktu malam sendirian saja." (Riwayat Bukhari)

 

956. Dari 'Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari nenek lelakinya r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Seorang yang berkendaraan sendirian -maksudnya pergi seorang diri tanpa kawan- adalah seperti cara perginya syaitan, dua orang yang berkendaraan -yakni pergi berduaan- adalah seperti cara perginya dua syaitan, sedang tiga orang yang sama-sama berpergian adalah sepasukan dalam perjalanan," yang dapat bantu-membantu dan ini adalah baik serta tidak seperti cara perginya syaitan. Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasa'i dengan isnad-isnad shahih dan Imam Tirmidzi mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.

 

Keterangan:

Orang yang berkendaraan atau bahasa Arabnya Arrakib, menurut asalnya berarti orang yang menaiki unta, tetapi lalu digunakan secara umum untuk setiap orang yang pergi berkendaraan. Maksud hadits ini ialah bahwasanya menyendiri di waktu berpergian itu adalah termasuk kelakuan syaitan atau merupakan sesuatu yang menyebabkan mudah digoda oleh syaitan itu. Jadi hadits ini adalah sebagai anjuran, agar dalam berpergian itu senantiasa berkawan dengan orang lain, sedikitnya berjumlah tiga orang.

 

957. Dari Abu Said dan Abu Hurairah radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Jikalau ada tiga orang yang keluar dalam berpergian, maka hendaklah mereka mengangkat seorang di kalangan mereka sendiri itu untuk menjadi pemimpinnya." Hadis hasan yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad hasan.

 

958. Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Sebaik-baik sahabat itu empat orang, sebaik-baik pasukan itu ialah empat ratus orang, sebaik-baik tentara -induk pasukan- itu ialah empat ribu orang dan jumlah dua belas ribu orang itu tidak akan terkalahkan dengan sebab sedikitnya." Jadi kalau kalah, tentulah karena sebab yang lain-lain, seperti timbulnya kesombongan, lembeknya semangat atau sebab-sebab lain lagi. Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan Tirmidzi dan Tirmidzi mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.


Bab 168. Adab-adab Kesopanan Perjalanan, Turun, Menginap Dan Tidur Dalam Berpergian, Juga Sunnahnya Berjalan Malam, Belas Kasihan Pada Binatang-binatang, Menjaga Kemaslahatan-kemaslahatan Binatang-binatang Tadi Serta Menyuruh Orang Yang Teledor Memberikan Hak Binatang-binatang Tadi Supaya Memberikan Haknya Dan Bolehnya Naik Di Belakang Dan Di Depan Punggung Binatang Kendaraan, Jikalau Binatang itu Kuat Dinaiki Sampai Dua Orang

 

 

959. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Jikalau engkau semua berpergian melalui tempat yang subur, maka berikanlah pada unta itu akan haknya dari bumi -yakni berikanlah ia kesempatan makan secukupnya-. Tetapi jikalau engkau semua berpergian melalui tempat yang tandus, maka percepatkanlah binatang-binatang itu untuk segera dapat sampai di tempat tujuannya sebelum kehabisan sumsumnya -yakni sebelum kehabisan tenaga karena sukarnya perjalanan-. Jikalau engkau semua bermalam di jalanan, maka jauhilah menempati tempat lalu lintas, sebab tempat-tempat itu memang untuk jalannya segala macam binatang dan juga tempat tinggalnya binatang-binatang yang merayap di waktu malam." (Riwayat Muslim) Makna A'thul ibila hazhzhaha minal ardhi ialah belas kasihani unta itu dalam perjalanannya supaya dapat pula sambil makan-makan di kala melakukan perjalanannya. Sabdanya niqyaha, dengan kasrahnya nun dan sukunnya qaf dan dengan ya' mutsannat di bawah -titik dua di bawah- artinya ialah sumsum. Adapun maksudnya ialah: "Percepatkanlah berjalan dengan binatang itu sehingga segera sampai di tempat yang dituju sebelum lenyap sumsumnya -yakni sebelum kehabisan tenaga- karena sukarnya perjalanan yang ditempuh. Adapun Atta'ris artinya ialah turun menginap di waktu malam.

 

960. Dari Abu Qatadah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. itu apabila berpergian lalu menginap di waktu malam, beliau s.a.w. berbaring pada sebelah kanan tubuhnya dan jikalau tidur sebelum hampir waktu subuh, maka beliau s.a.w. menegakkan lengan tangan dan meletakkan kepalanya di atas tapak tangannya itu." (Riwayat Muslim) Para alim ulama berkata: "Sesungguhnya beliau s.a.w. itu menegakkan lengan tangannya tadi agar supaya tidak tenggelam dalam tidurnya -yakni terlampau nyenyak- sehingga akan terlambat bangun untuk shalat subuh melewati waktunya atau melewati permulaan waktunya."

 

961. Dari Anas r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Hendaklah engkau semua berpergian di waktu malam, sebab sesungguhnya bumi itu dilipat di waktu malam itu." Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad hasan. Adduljah ialah berjalan di waktu malam.

 

962. Dari Abu Tsa'labah r.a., katanya: "Orang-orang itu apabila turun di suatu tempat berhenti, mereka suka berpisah-pisah di lereng-lereng dan lembah-lembah. Kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya berpisah-pisahmu di lereng-lereng dan lembah-lembah ini, sesungguhnya itu adalah dari cara yang dilakukan syaitan. Maka tidak lagi sesudah itu mereka turun berhenti di sesuatu tempat melainkan yang sebagian berkumpul dengan sebagian yang lain. Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad hasan.

 

963. Dari Sahl bin 'Amr, ada yang mengatakan Sahl bin ar-Rabi' 'Amral-Anshari yang terkenal dengan nama Ibnul Hanzaliyah. Ia adalah golongan orang-orang yang ikut menyertai Bai'atur Ridhwan r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. berjalan melalui seekor unta yang punggungnya telah menempel dengan perutnya -yakni sudah lelah dan tampak lapar serta kurus sekali-, lalu beliau s.a.w. bersabda: "Takutlah engkau semua kepada Allah dalam memelihara binatang-binatang yang bisu ini. Naikilah ia dengan baik-baik dan beri makanlah ia dengan baik-baik pula." Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad shahih.

 

964. Dari Abu Ja'far yaitu Abdullah bin Ja'far radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya dinaikkan oleh Rasulullah s.a.w. di belakangnya -di atas punggung seekor binatang kendaraan- pada suatu hari dan beliau memberitahukan sesuatu pembicaraan kepada saya secara rahasia yang tidak akan saya beritahukan kepada siapapun juga diantara seluruh manusia ini. Sesuatu yang paling disenangi oleh Rasulullah s.a.w. untuk dijadikan sebagai tabirnya di waktu membuang hajatnya ialah sesuatu yang tinggi -tanah ataupun pasir- juga kumpulan pohon kurma yang rimbun. Jadi semacam dinding yang terdiri dari pohon-pohon kurma." Diriwayatkan oleh Imam Muslim demikian ini secara ikhtisar. Al-Barqani menambahkan di situ, dengan isnad Imam Muslim sebagaimana yang di belakang ini sesudah ucapannya kumpulan pohon-pohon kurma: "Lalu beliau s.a.w. memasuki dinding milik seorang lelaki dari golongan sahabat Anshar, tiba-tiba di situ ada seekor unta. Setelah Rasulullah s.a.w, melihatnya, maka unta itupun meringik -atau merintih- dan kedua matanya melelehkan airmata. Ia lalu didatangi oleh Nabi s.a.w. kemudian diusaplah puncak punggungnya -yakni punuknya- dan pula tengkuknya -yang dekat telinganya-, selanjutnya unta itupun berdiamlah. Setelah itu beliau s.a.w. bertanya: "Siapakah yang memiliki unta ini? Siapakah yang mempunyai unta ini?" Lalu datanglah seorang pemuda dari golongan sahabat Anshar dan ia berkata: "Ini adalah kepunyaan saya, ya Rasulullah." Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Tidakkah engkau takut kepada Allah dalam memelihara binatang ini yang telah diserahkan oleh Allah untuk menjadi milikmu. Unta itu mengadu kepada saya bahwa engkau membiarkannya ia lapar dan membuat ia amat lelah." Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud sebagaimana riwayatnya al-Barqani. Ucapannya: dzifrahu, dengan kasrahnya dzal mu'jamah dan Sukunnya fa', ini adalah lafaz mufrad muannats. Ahlul lughah berkata: Adzdzifra ialah tempat yang berpeluh dari unta yang terletak di belakang telinga. Adapun tud-ibuhu artinya ialah engkau membuatnya sangat lelah.

 

965. Dari Anas r.a., katanya: "Kita semua apabila turun di suatu tempat pemberhentian, maka kita tidak akan bertasbih dulu -maksudnya tidak melakukan shalat sunnah dulu- sehingga kita lepaskan beban-beban itu -dari punggung unta-." Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad menurut syaratnya Imam Muslim. Ucapannya: Ia nusabbihu artinya ialah kita tidak shalat sunnah dulu, sedang maksudnya ialah bahwa sekalipun kita gemar sekali melakukan shalat, namun demikian kita tidak akan mendahulukan melakukannya sebelum menurunkan beban-beban itu dari punggung binatang serta meng-istirahatkannya.



Bab 169. Menolong Kawan

 

 

Dalam bab ini ada beberapa hadits yang banyak sekali dan sudah terdahulu uraiannya, seperti hadits -yang artinya-: "Dan Allah itu selalu memberikan pertolongan kepada hambaNya, selama hamba itu memberikan pertolongan kepada saudaranya," lihat hadits no.245 -dan juga seperti hadits yang artinya-: "Setiap perbuatan baik itu adalah sedekah," lihat hadits no.134, dan hadits lainnya yang menyerupainya.

 

966. Dari Abu Said al-Khudri r.a., katanya: "Pada suatu ketika kita sedang berpergian, tiba-tiba datanglah seorang lelaki yang naik di atas kendaraannya, lalu ia menolehkan pandangannya kesebelah kanan dan kiri. Kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang kelebihan kendaraan, maka hendaklah mempereratkan persaudaraan kepada orang yang tidak mempunyai kendaraan dan barangsiapa yang mempunyai kelebihan bekal, maka hendaklah ia mempereratkan persaudaraan kepada orang yang tidak mempunyai bekal lagi." Selanjutnya beliau s.a.w. menyebutkan berbagai macam harta sekehendak yang beliau sebutkan, sehingga kita semua meyakinkan bahwasanya siapapun juga di kalangan kita itu tidak mempunyai hak terhadap apa-apa yang sudah kelebihan dari yang diperlukan. (Riwayat Muslim)

 

967. Dari Jabir r.a. dari Rasulullah s.a.w. bahwasanya beliau sa.w. hendak berangkat berperang, lalu bersabda: Hai sekalian kaum Muhajirin dan Anshar, sesungguhnya diantara saudara-saudaramu ini ada suatu kaum yang mereka itu tidak mempunyai harta dan pula tidak mempunyai keluarga, maka dari itu seorang diantara engkau semua hendaklah menggabungkan pada dirinya dua orang atau tiga orang lagi -maksudnya yang tidak mampu itu diberi segala pembiayaannya dalam peperangan-. Maka tiada seorangpun dari kita yang mempunyai kendaraan yang dapat digunakan untuk membawanya -yakni untuk dinaikinya dalam perjalanan-, melainkan sama gilirannya seperti giliran yang lain -jadi kalau yang mempunyai kendaraan itu naik selama sejam, maka orang miskin yang digabungkan itupun dapat menaiki selama sejam pula-. Jabir berkata: "Saya menggabungkan pada diriku sebanyak dua atau tiga orang. Jadi gilirannya naik untaku tiada lain kecuali sama antara giliran yang satu dengan orang lain. (Riwayat Abu Dawud)

 

968. Dari Jabir r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. selalu membelakang di waktu dalam perjalanan, maka beliau membimbing orang yang lemah dan menaikkan di belakangnya -dalam kendaraan yang dinaikinya-, juga mendoakan padanya." Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad hasan.


Bab 170. Apa-Apa Yang Diucapkan Apabila Seseorang Itu Menaiki Kendaraannya Untuk Berpergian

 

 

Allah Ta'ala berfirman: "Allah menjadikan untukmu semua kapal dan binatang ternak itu sebagai kendaraan untukmu, agar engkau semua dapat duduk di atas punggungnya, kemudian ingatlah akan kenikmatan Tuhanmu, ketika engkau semua telah tetap di atasnya dan supaya engkau mengucapkan -yang artinya-: "Maha Suci Zat Allah yang telah menundukkan semua ini untuk kita dan kita semua tidak dapat mengendalikannya -kecuali dengan pertolongan Tuhan-. Dan sesungguhnya kita semua akan kembali kepada Tuhan kita." (az-Zukhruf: 12-14)

 

969. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. apabila berada di atas punggung untanya untuk keluar berpergian, maka beliau s.a.w. itu bertakbir dulu sebanyak tiga kali, kemudian mengucapkan -yang artinya-: "Maha Suci Zat Allah yang menundukkan kendaraan ini pada kita dan kita tidak kuasa rnengendalikannya -melainkan dengan pertolongan Allah- dan sesungguhnya kita akan kembali kepada Allah. Ya Allah, sesungguhnya kita memohonkan kepadaMu dalam berpergian kita ini akan kebajikan dan ketaqwaan, juga apa-apa yang Engkau ridhai dari amal perbuatan. Ya Allah, mudahkanlah segala sesuatu untuk kita dalam berpergian kita ini dan lipatlah -dekatkanlah- mana-mana yang jauh. Engkau adalah kawan dalam perjalanan, pengganti -yang mengawas-awasi- dalam keluarga. Ya Allah, sesungguhnya saya mohon perlindungan kepadaMu dari kesukaran perjalanan, kesedihan pandangan dan buruknya keadaan ketika kembali, baik mengenai harta, keluarga ataupun anak." Selanjutnya apabila beliau s.a.w. kembali lalu mengucapkan kalimat-kalimat di atas itu pula dan menambahkan dengan ucapan -yang artinya-: "Kita telah kembali, kita semua bertaubat -kepada Allah-, menyembah kepada Tuhan kita serta mengucapkan puji-pujian padaNya." (Riwayat Muslim)

 

970. Dari Abdullah bin Sarjis r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. itu apabila berpergian, beliau s.a.w. mohon perlindungan kepada Allah daripada kesukaran perjalanan, kesedihan keadaan waktu kembali, adanya kekurangan sesudah berlebihan, juga dari doa orang yang teraniaya, buruknya pandangan dalam keluarga dan harta." (Riwayat Muslim) Demikianlah yang terdapat dalam kitab Shahih Muslim, yaitu Alhaur ba'dal kaun dengan nun, demikian pula yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan Nasa'i. Imam Tirmidzi mengatakan: "Ada yang meriwayatkan dengan lafaz alkaur dengan ra' dan keduanya itu mempunyai wajah masing-masing." Para alim ulama berkata: "Maknanya dengan nun dan ra' semuanya ialah kembali dari ketetapan dan kelebihan menjadi kekurangan." Mereka mengatakan: "Riwayat ra' -kaur- itu diambil dari kata mentakwirkan sorban artinya ialah melipat dan mengumpulkannya, sedang riwayat nun ialah dari kata kaun, sebagai mashdarnyakana yakunu kaunan, jikalau didapatkan dan menetap."

 

971. Dari Ali bin Rabi'ah, katanya: "Saya menyaksikan Ali bin Abu Thalib r.a. diberi seekor kendaraan untuk dinaiki olehnya. Ketika ia meletakkan kakinya pada pijakan kaki, ia berkata -yang artinya-: "Dengan nama Allah -Bismillah-." Setelah berada di punggungnya, lalu mengucapkan -yang artinya-: "Segenap puji bagi Allah yang menundukkan kendaraan ini untuk kita dan kita tidak kuasa mengendalikannya tanpa pertolongan Allah. Sesungguhnya kita akan kembali kepadaNya." Selanjutnya ia mengucapkan -yang artinya-: "Segenap puji bagi Allah -Alhamdulillah-," tiga kali. Seterusnya mengucapkan -yang artinya-: "Allah adalah Maha Besar -Allahu Akbar-," tiga kali. Kemudian mengucapkan pula -yang artinya-: "Maha Suci Engkau, sesungguhnya saya menganiaya diri saya sendiri, maka berikanlah pengampunan kepada saya, sesungguhnya saja tidak ada yang dapat memberikan pengampunan melainkan Engkau." Setelah mengucapkan semua itu lalu Ali r.a. ketawa. Kepadanya ditanyakan: "Ya Amirul mu'minin, mengapa Anda ketawa?" Ia menjawab: "Saya pernah melihat Nabi s.a.w. mengerjakan sebagaimana yang saya kerjakan itu, lalu beliau s.a.w. ketawa. Saya bertanya: "Ya Rasulullah, karena apakah Tuan ketawa?" Beliau s.a.w. menjawab: "Sesungguhnya Tuhanmu yang Maha Suci itu merasa heran terhadap hambaNya apabila ia mengucapkan: "Ampunkanlah untukku dosa-dosaku," ia mengetahui bahwasanya memang tidak ada yang kuasa mengampuni dosa selain daripadaKu." Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud serta Tirmidzi dan Tirmidzi mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan, sedang dalam sebagian naskah dianggap hasan shahih. Hadits seperti di atas adalah lafaznya Imam Abu Dawud.

 


0 komentar:

Posting Komentar