Wanita Haid, Bolehkah Hadir Kajian di Masjid

Bismillah..
Wanita Haid, Bolehkah Hadir Kajian di Masjid?
Ustadz Ahmad Anshori, Lc
Bismillah walhamdulillah was sholaatu wassalam’ala Rasulillah, waba’du.
Wanita haid, dalam Islam ada hukum khusus yang berlaku pada mereka. Seperti tidak boleh sholat, tidak boleh puasa dan tidak boleh disetubuhi melalui faraj (kemaluan). Tiga hal ini, para ulama sepakat berlaku pada wanita yang haid.
Ada satu masalah yang diperbincangkan oleh para ulama. Apakah termasuk yang berlaku pada wanita haid. Yaitu, hukum masuk masjid bagi wanita haid, boleh atau tidak?
Mayoritas ulama berpendapat terlarang.
Dalil utamanya adalah firman Allah ta’ala,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَقۡرَبُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَأَنتُمۡ سُكَٰرَىٰ حَتَّىٰ تَعۡلَمُواْ مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّىٰ تَغۡتَسِلُواْۚ
Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati shalat ketika kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamudan sadar apa yang kamu ucapkan, dan jangan pula (kamu hampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub kecuali sekedar melewati saja, sebelum kamu mandi (mandi junub). (QS. An-Nisa’ : 43)
Mereka menqiyaskan haid dengan junub.
Dan hadis,
إني لا أحل المسجد لحائض ولا جنب
“Saya tidak menghalalkan (melarang keras) orang yang haidh dan junub (masuk/berdiam) dalam masjid”. (HR. Abu Dawud & Ibnu Majah)
Sebagian ulama, seperti Imam Ahmad (dalam salah satu riwayat dari beliau), Al Muzani, Abu Dawud dan Ibnu Hazm -rahimahumullah- berpandangan, wanita haid boleh berdiam di masjid.
Karena tidak adanya dalil shahih yang melarang wanita haid masuk masjid.
Pendapat yang Kuat?
Dari dua pendapat di atas, kami lebih condong kepada pendapat kedua yang membolehkan wanita haid berdiam di masjid.
Diantara ulama kontemporer yang menguatkan pendapat ini adalah, Syekh Albani –rahimahullah-. (Lihat : Tamamul Minnah, halaman 119)
Alasannya adalah sebagai berikut :
Pertama, tidak adanya dalil yang melarang wanita haid berdiam di masjid.
Adapun ayat 43 surat An-Nisa di atas, tidak sedikitpun menyinggung wanita haid. Hanya menyinggung orang yang junub. Dan tidak benar mengqiyaskan haid kepada junub. Karena kaidah mengatakan,
لا قياس في العبادة
“Tidak ada qiyas dalam masalah ibadah.”
Disamping itu, haid dan junub adalah dua hal yang berbeda, sehingga tidak bisa diqiyaskan. Diantara perbedaan yang mendasar adalah : wanita haid tidak diperintahkan sholat, sementara orang junub tetap diperintahkan sholat. Haid membatalkan puasa dan junub tidak semuanya membatalkan puasa, contohnya seperti mimpi basah.
Demikian pula hadis di atas,
إني لا أحل المسجد لحائض ولا جنب
“Saya tidak menghalalkan (melarang keras) orang yang haidh dan junub (masuk/berdiam) dalam masjid”. (HR. Abu Dawud & Ibnu Majah)
Dinilai do’if (lemah) oleh para ulama hadis. Karena diantara rowinya terdapat “Aflat bin Kholifah.” yang dinilai bermasalah oleh banyak ulama hadis.
Diantaranya dinyatakan Imam Baghowi –rahimahumullah-,
وجَوَّزَ أحمد والمزني المكث فيه وضعّف أحمد الحديث لأن راويه وهو أفلت بن خليفة مجهول
Ahmad dan Al Muzani berpendapat wanita haid boleh berdiam di masjid. Dan Ahmad menilai hadis yang dijadikan argumen dalam hal ini (yakni hadis riwayat Abu Dawud & Ibnu Majah di atas) statusnya dho’if. Karena diantara perawinya ada yang bernama Aflat bin Kholifah, dia ini orang yang majhul (tidak dikenal kapabilitasnya dalam meriwayatkan hadis). (Lihat : Syarhus Sunnah 2/46)
Pakar hadis kontemporer uang menilai dho’if adalah, Syeikh Albani –rahimahullah– dalam buku beliau “Tamamul Minnah” (halaman 118-119).
Kalau saja hadis ini shahih, tentu menjadi dalil tegas larangan wanita haid masuk masjid. Sehingga tidak perlu ada perbedaan pendapat. Namun kenyataannya hadis ini do’if, tidak bisa dijadikan dalil.
Kedua, kaidah ushul fiqih yang berbunyi,
البراءة الأصلية
“Pada asalnya seseorang terlepas daripada pembebanan dan kewajiban syari’at’.”
Mengingat ayat dan hadis di atas tidak bisa dijadikan dalil melarang wanita haid berdiam di masjid, maka yang tepat dalam hal ini, kita berpegang pada hukum asal seorang tidak terbebani syariat, sampai ada dalil yang menerangkan.
Syekh Ali Muhammad Farkhus (Ulama Aljazair) menjelaskan,
فلم يَرِدْ دليلٌ ثابتٌ صريحٌ يمنع الحائضَ مِنْ دخول المسجد، والأصلُ عدَمُ المنع
“Tidak ada dalil shahih dan tegas yang melarang wanita haid masuk masjid. Dan hukum asal seorang hamba itu tidak dibebani larangan.” (https://ferkous.com/home/?q=fatwa-35)
Ketiga, bolehnya orang kafir atau musyrik masuk masjid.
Para ulama menjelaskan bahwa orang-orang kafir boleh masuk masjid selain Masjidil Haram. Karena Allah berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡمُشۡرِكُونَ نَجَسٞ فَلَا يَقۡرَبُواْ ٱلۡمَسۡجِدَ ٱلۡحَرَامَ بَعۡدَ عَامِهِمۡ هَٰذَاۚ
Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis (kotor jiwa), karena itu janganlah mereka mendekati Masjidilharam setelah tahun ini. (QS. At-Taubah : 28)
Dahulu Nabi pernah mengumpulkan para ramu kaum Nasrani dari Najran di masjid. Untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah kepada mereka. (Lihat kisah ini di : Zadul Ma’ad, Ibnul Qayyim 3/549)
Jika orang kafir saja boleh masuk masjid, padahal bisa dipastikan ada najis di badan mereka, diantaranya haid, karena memang mereka tidak perduli dengan kesucian badan, tentu wanita muslimah yang haid, yang sudah tentu menjaga diri dari najis, lebih boleh untuk masuk masjid.
Keempat, keumuman sabda Rasulullah ﷺ,
المسلم لا ينجس
Muslim itu tidaklah najis. (HR. Bukhori dan Muslim)
Kelima, hadis dari Ibunda Aisyah Radhiyallahu ‘anha, Nabi pernah berpesan kepada beliau saat beliau menunaikan haji dalam kondisi haid,
إِنَّ ذَلِكِ شَيْءٌ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَى بَنَاتِ آدَمَ، فَافْعَلِي مَا يَفْعَلُ الحَاجُّ، غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوفِي بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِي
Sesungguhnya haid adalah perkara yang telah Allah tetapkan untuk putri Adam. Lakukan seperti yang dilakukan jamaah haji, hanya saja kamu tidak boleh towaf di Ka’bah sampai kamu suci. (HR. Bukhari 294 dan Muslim 1211)
Rasulullah tidak melarang Ibunda Aisyah untuk masuk Masjidil Haram. Yang beliau larang hanya towaf mengelilingi Ka’bah, karena memang towaf adalah sholat, hanya saja dibolehkan berbicara. Dan wanita haid, memang tidak boleh melakukan sholat.
Sebagaimana diterangkan oleh Syekh Ali Muhammad Farkhus –hafidzohullah-,
ولم يمنَعْها النَّبيُّ صلَّى الله عليه وسلَّم مِنَ الدخول إلى المسجد للمُكْث فيه، وإنَّما نَهَاها عن الطواف بالبيت لأنَّ الطوافَ بالبيت صلاةٌ
Nabi shalallahu alaihi wa sallam tidak melarang beliau masuk masjid untuk berdiam di dalam masjid. Nabi hanya melarang beliau melakukan towaf. Karena towaf mengelilingi Ka’bah adalah sholat.
Keenam, kisah seorang wanita yang tinggal di sebuah bilik dalam masjid Nabawi.
Kisah ini diceritakan oleh Ibunda Aisyah radhiyallahu ‘anha,
أن وليدة كانت سوداء لحي من العرب فأعتقوها فكانت معهم … قالت عائشة فكان لها خباء في المسجد أو حفش قالت: فكانت تأتيني فتحدث عني …
Ada seorang budak wanita berkulit hitam milik suatu kampung, lalu mereka bebaskan. Kemudian wanita itu tinggal bersama kabilah yang menempati kampung tersebut…
Sejak itu,” lanjut Ibunda Aisyah…. “dia mendapat tempat tinggal berupa sebuah bilik di dalam masjid. Beliau biasa mendatangiku dan mengobrol denganku… (HR. Bukhori).
Nabi tidak melarang wanita itu tinggal di dalam masjid, padahal sudah pasti mengalami haid. Inilah dalil paling kuat bahwa wanita haid boleh masuk masjid.
Kesimpulan ini seperti yang disimpulkan oleh Imam Bukhori –rahimahullah-, dimana beliau menuliskan sebuah judul dalam kitab Shohih beliau,
باب نوم المرأة في المسجد
Bab : Bolehnya Wanita Tidur di Dalam Masjid
Kemudian beliau menuliskan hadis di atas.
Kesimpulannya, wanita haid boleh masuk masjid, boleh menghadiri pengajian di dalam masjid, karena berdasar alasan-alasan di atas.
Demikian, wallahua’lam bis showab.
****

0 komentar:

Posting Komentar