MUSIM 'PANEN' ISLAMPHOBIA

MUSIM 'PANEN' ISLAMPHOBIA
Oleh : Muhammad Syafii Kudo
Belum reda kegeraman umat Islam terhadap pelecehan (Blasphemy) kepada Nabi Muhammad Saw oleh Sukmawati dan pelecehan kepada ibadah Sholat oleh Youtuber Atta Halilintar, dunia Islam kembali digegerkan oleh kasus Islamphobia, namun kali ini terjadi di luar negeri.
Seperti yang ramai diberitakan, telah terjadi kasus penyerangan disertai kebencian di Australia oleh seorang pria kepada Wanita Muslimah di sebuah kafe di Australia.
Diberitakan pula bahwa seorang pria berusia 43 tahun telah ditahan setelah menganiaya seorang muslimah yang sedang hamil berusia 31 tahun di sebuah kafe di Sydney, Australia. AFP melaporkan, Jumat (22/11) pria tersebut memukul dan menginjak perempuan itu tanpa alasan yang jelas.
Federasi Dewan Islam Australia (AFIC) mengatakan bahwa pelaku terdengar mengucapkan berbagai ujaran kebencian terhadap agama Islam kepada korban beserta teman-temannya. Mereka menyebut penganiayaan tersebut sebagai wujud Islamofobia.
Berdasarkan laporan terbaru oleh para peneliti dari Universitas Charles Sturt ditemukan fakta bahwa Islamofobia di Australia merupakan fenomena yang terus berlanjut dan mengancam masyarakat Islam, terutama perempuan berjilbab.
Peneliti juga menemukan dari 113 wanita yang dilaporkan mengalami intimidasi maupun pelecehan secara fisik, 96 persen di antaranya merupakan wanita berjilbab. (http://m.cnnindonesia.com/…/pria-australia-kalap-pukuli-mus…).
Kasus Islamphobia terbaru juga terjadi di Norwegia pada 16 November 2019.
Dikabarkan telah terjadi insiden pembakaran Al Quran yang terjadi di kota Kristiansand, Norwegia, oleh kelompok Stopp Islamiseringen Av Norge (Stop Islamisasi di Norwegia/SIAN).
Dalam demo yang berakhir ricuh tersebut, setidaknya dua Al Qur'an dilemparkan ke tempat sampah dan Al Qur'an yang lain dibakar oleh Lars Thorsen, si pemimpin kelompok anti Islam tersebut. (http://dunia.tempo.co/…/insiden-pembakaran-al-quran-kbri-os…).
Empat kasus Blasphemy yang bermuara kepada Islamphobia belakangan ini setidaknya memiliki satu benang merah. Yakni kebencian kepada simbol (Syiar) Islam.
Kasus penistaan Sukmawati kepada Nabi Muhammad Saw; pelecehan kepada ibadah Sholat oleh Atta Halilintar; penyerangan kepada Muslimah hamil berjilbab di Australia, dan juga pembakaran Al Qur'an di Norwegia yang "kebetulan" terjadi di bulan Maulid Nabi Muhammad Saw adalah sebuah bentuk permusuhan kepada simbol Islam.
Setidaknya empat simbol Islam yang dilecehkan. Yakni Nabi Muhammad Saw, sholat, jilbab, dan Al Qur'an.
Jelas ini menandakan betapa sangat benarnya firman Allah Swt,
"Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.” (QS. Ali Imran[3]: 118).
Jika kafirin membenci Islam memang masih bisa dimaklumi dengan dua alasan.
Yaitu benci karena tidak tahu alias menerima informasi yang salah tentang Islam. Dan yang kedua adalah karena memang benci kepada kemajuan Islam.
Sebab dengan semakin pesatnya perkembangan Islam maka kepentingan duniawi para kafirin mulai terganggu.
Sedangkan bagi Munafik (masih ber-KTP Islam) , benci kepada agamanya sendiri bisa dari beberapa hal. Dan yang terbesar adalah masalah kepentingan duniawi.
Karena kepentingan jabatan; partai; golongan; mengejar rating di media sosial; dan bahkan karena perasaan sungkan, seorang munafik bisa mengesampingkan aturan agamanya.
Ada yang melecehkan Islam agar jabatannya aman, perolehan suara partainya stabil, guyonan agar rating chanel Youtubenya naik, dan bisa juga agar tak dicap radikal alias berburu label moderat.
Bukti makin maraknya fenomena pemburu gelar moderat adalah banyaknya kini kita jumpai para tokoh publik "menghapus" term kafir demi menjaga perasaan non muslim meski dengan menggadaikan akidahnya.
Ada pula munafikin yang berani melecehkan Islam karena mereka sudah terpaut hati kepada kaum Kafir.
Keterpautan hati tersebut akibat terlalu seringnya mereka bergaul akrab dengan para Kafirin.
Sehingga setelah hati mereka (Munafikin-Kafirin) menyatu maka mereka akan berada dalam satu barisan.
Bahkan tak jarang kini dijumpai para munafikin berkolaborasi dengan musuh Islam rame-rame melecehkan Islam. Baik lewat komedi (stand up comedy), tulisan, film, seni, konten youtube dll.
Inilah alasan Allah Swt melarang kaum Muslim bergaul akrab dengan non Muslim.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu." (Qs. Ali Imron :118).
Tentang sebab turunnya ayat di atas, Sayyidina Ibnu Abbas menjelaskan, “Ada beberapa orang kaum muslimin yang menjalin hubungan dekat dengan beberapa orang Yahudi mengingat mereka adalah tetangga dan orang-orang yang pernah saling bersumpah untuk saling mewarisi di masa jahiliyyah lalu Allah menurunkan ayat yang berisi larangan menjadikan orang-orang Yahudi sebagai teman dekat karena dikhawatirkan menjadi sebab munculnya godaan iman. Ayat yang dimaksudkan adalah ayat di atas.” (Riwayat Ibnu Abi hatim dengan sanad yang hasan).
Dalam ayat tersebut terkandung larangan keras untuk simpati dan memihak kepada orang-orang kafir, karena yang dimaksud bithonah dalam ayat tersebut adalah orang-orang dekat yang mengetahui berbagai hal yang bersifat rahasia.
Bithonah diambil dari kata-kata bathnun yang merupakan kebalikan dari zhahir yang berarti yang nampak. Sedangkan Imam Bukhari mengatakan bahwa yang dimaksud dengan bithonah adalah orang-orang yang sering menemui karena sudah akrab. Kata Ibnu Hajar, penjelasan tersebut merupakan pendapat Abu ‘Ubaidah (Fathul Bari, 13/202, lihat Jami’ Tafsir min Kutub al Ahadits, 1/396)
Tentang makna bithonah, Zamakhsyari mengatakan bahwa bithonah adalah orang kepercayaan dan orang pilihan, tempat untuk menceritakan hal-hal yang pribadi karena merasa percaya dengan orang tersebut. (Tafsir al Kasysyaf, 1/406, lihat Tafsir al Qasimi, 2/441 cetakan Darul Hadits Kairo).
Keterpautan hati Munafikin kepada Kafirin itulah yang mengakibatkan mereka lebih berani melecehkan agamanya sendiri (Islam) daripada agama lain karena takut dicap radikal oleh media dan publik.
Sebab agama seseorang dilihat dari teman duduknya. Jika sering duduk dengan para musuh Islam maka cara berfikirnya akan sama dengan mereka. Apalagi jika mengambil ilmu dari mereka.
Tak heran belakangan bermunculan tokoh publik yang dilabeli cendikiawan muslim namun pendapatnya sering nyleneh bahkan menyesatkan.
Mereka kebanyakan adalah orang-orang yang "nyantri" kepada Orientalis. Atau pembaca buku para Liberalis sehingga pola pikirnya sama seperti mereka.
Contoh terhangat adalah Disertasi yang menghalalkan zina dengan mengambil pendapat Syahrur dalam pembahasan masalah Milkul Yamin.
Padahal seperti yang diketahui, syahrur adalah pengusung Liberalisme asal Timur Tengah yang karyanya kurang laku di negerinya namun kini mencoba dijajakan di Indonesia.
Faktor Global Penyebab Islamphobia
Musabab kenapa banyak terjadi pelecehan kepada Islam secara global adalah karena makin kuatnya hegemoni peradaban Barat yang mengusung Sekulerisme-Liberalisme.
Menurut Prof. Syed Naquib Al Attas, problem terberat yang dihadapi manusia dewasa ini adalah hegemoni dan dominasi keilmuwan sekular Barat yang mengarah kepada kehancuran umat manusia.
Menurut Syed Naquib Al Attas, bagi Barat, kebenaran fundamental dari agama dipandang sekedar teoritis. Kebenaran absolut dinegasikan dan nilai-nilai relatif (relativisme) diterima sehingga tidak ada kepastian.
Konsekuensinya adalah penegasian Tuhan dan Akhirat dan menempatkan manusia sebagai satu-satunya yang berhak mengatur dunia.
Manusia akhirnya dituhankan dan Tuhan pun dimanusiakan. Berbagai problem kemanusiaan akhirnya muncul sebagai hasil dari kacaunya nilai-nilai yang dibawa oleh sekulerisme Barat tersebut. (Adian Husaini; Wajah Peradaban Barat hal. 03).
Sekularisme dan liberalisme bercirikan desakralisasi kepada ajaran agama dan menceraikan antara urusan agama dan duniawiah.
Sehingga pengusungnya akan merasa gerah manakala melihat masih ada pengagungan kepada syiar atau simbol sebuah agama.
Dan bagi Barat, yang paling kuat dalam pengagungan kepada simbol agama adalah umat Islam.
Sebab mereka sampai hari ini masih istiqomah dalam mengagungkan kitab sucinya, nabinya, dan ajaran agamanya.
Berbeda dengan umat Islam yang diajarkan bahwa Nabi adalah seorang yang maksum alias bebas dari salah dan dosa, bagi pengusung Sepilisme agama, Nabi Muhammad Saw tak ubahnya sosok manusia biasa.
Atau setidaknya Nabi Muhammad Saw hanyalah tokoh masyarakat biasa yang bisa salah dan lupa. Dan yang terpenting adalah boleh dikritisi.
Maka tak heran jika para pengusung Sepilisme agama merasa benci dan iri kepada umat Islam yang bisa memuji nabinya sedemikian agungnya.
Lebih-lebih di bulan Maulid dimana jutaan untaian sholawat dan pujian dilantunkan di mana-mana kepada Nabi Muhammad Saw.
Inilah yang membuat mereka makin cemburu. Karena heran melihat masih ada sosok manusia yang dimuliakan dan diikuti mulai dari tingkah polah, sifat, bahkan penampilannya oleh manusia lain seperti Nabi Muhammad Saw.
Karena mereka tak menemukan hal yang demikian itu terjadi kepada tokoh-tokoh dunia yang lain.
Para pengusung Sepilisme agama dan Orientalis juga paham bahwa kebangkitan Islam berasal dari kecintaan kepada Nabi Muhammad Saw.
Sejarah membuktikan bagaimana Sultan Salahuddin Al Ayyubi bisa menyatukan barisan umat Islam dalam satu shaf lewat pengajaran kembali sirah Nabi Muhammad Saw sehingga umat Islam saat itu bisa bersatu dan berjaya dalam Perang Salib.
Sehingga tak heran jika hari ini berbagai kelompok sayap kanan di Eropa selalu menebarkan fitnah dan ketakutan akan kebangkitan kembali Islam.
Islam akan menguasai Eropa, menghapus budaya asli Eropa, menyingkirkan pribumi dan menggusur keyakinan kristiani mereka. Itulah "jualan" yang sering dijajakan para kelompok sayap kanan di Eropa.
Dan itulah salah satu penyebab Islamphobia masih marak di Barat hingga kini.
Maka pembunuhan karakter Nabi Muhammad Saw adalah salah satu jalan untuk menghadang Islamisasi terhadap masyarakat Eropa.
Sebab titik sentral agama Islam adalah Nabi Muhammad Saw. Dan Barat paham akan hal itu.
Maka berbagai cara digunakan untuk melecehkan Nabi Muhammad Saw. Mulai dari mendistorsi sejarahnya (Siroh) hingga membunuh karakternya. Agar masyarakat skeptis kepada beliau.
Bahkan seorang mata-mata kafirin kolonialis terbesar dalam sejarah Islam Indonesia, Snouck Hurgronje mengatakan," Pada zaman skeptik kita ini, sangat sedikit sekali yang di atas kritik, dan suatu hari nanti kita mungkin mengharapkan untuk mendengar bahwa Muhammad tidak pernah ada."
Dan harapan Hurgronje itu terwujud dalam pemikiran Klimovich yang menulis artikel berjudul "Did Muhammad Exist?"
Dalam artikel yang terbit tahun 1930 itu, Klimovich menyimpulkan bahwa semua sumber informasi tentang kehidupan Muhammad adalah buatan belaka.
Muhammad adalah "fiksi yang wajib" karena selalu ada asumsi "setiap agama harus mempunyai pendiri". (Adian Husaini, Konfrontasi Intelektual: Wajah Peradaban Barat hal. xxxi).
Bagaimana Sikap Kita
Berbagai penistaan dan Islamphobia di Indonesia dan mancanegara harus kita cermati dengan bijak.
Agar tidak terjadi lagi aksi penistaan agama maka pemerintah harus tegas dalam menegakkan hukum.
Jika penghinaan kepada kepala negara saja bisa langsung diciduk, lalu kenapa pelecehan kepada Nabi Muhammad Saw seolah terkesan dibiarkan.
Sehingga terbentuk dalam benak umat, apakah Nabi kalah mulia dengan Presiden. Atau apakah karena pelaku penistaannya adalah tokoh publik berdarah biru sehingga membuat penegak hukum tak ada taji.
Sebab masih segar dalam ingatan manakala seorang tokoh publik menista Al Qur'an, dan dia kebetulan berada di lingkaran penguasa, keadilan hukum sulit sekali berbicara.
Dan tokoh tersebut baru bisa diadili setelah jutaan umat Islam turun ke jalan dalam rentetan demo berjilid-jilid dengan tajuk aksi bela islam.
Ini menandakan masih sulitnya keadilan ditegakkan bagi umat Islam.
Ironis, apalagi di negeri Pancasila yang berketuhanan dan rumah umat Islam terbesar di dunia.
Lalu para Mubaligh, ustadz, dan Dai harus gencar berdakwah untuk meluruskan makna asli Rahmatal Lil Alamin kepada umat.
Sebab kini umat Islam ditipu oleh para Liberalis-Sekuleris lewat berbagai media dan forum.
Makna Rahmatal Lil Alamin telah mereka bajak sehingga kini banyak para penista Islam merasa "nglunjak" karena akhirnya mereka yakin akan dimaafkan sebab Islam katanya adalah Rahmatal Lil Alamin.
Para penista Islam selalu bersembunyi di balik jargon Islam Rahmatal Lil Alamin tafsiran kaum Liberal.
Akibatnya umat Islam melempem. Tak ada Ghirah bela agama, kata Buya Hamka.
Dan akhirnya penistaan kepada Islam pasti akan terulang kembali. Sebab umat Islam sudah dididik menjadi jinak dalam pelukan slogan Rahmatal Lil Alamin.
Dan yang tak kalah penting dalam mencegah Islamphobia adalah umat Islam hendaknya makin diakrabkan kepad Nabi Muhammad Saw.
Diajarkan kepada mereka Sirah beliau, Sunnah beliau dan juga keteladanan beliau. Lebih-lebih di bulan kelahiran Nabi Muhammad Saw ini.
Sebab Allah akan tetap memuliakan umat Islam selama mereka tetap "gandolan" kepada Nabi Muhammad Saw.
Dan yakini bahwa sekuat apapun upaya penghancuran terhadap Islam maka itu semua tidak akan bisa berhasil. Sebab Allah sendiri yang menjaga agama ini.
Allah yang akan memenangkan agama ini. Baik dengan keterlibatan kita maupun tidak sama sekali.
"Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi."(QS al-Fath [48]: 28).
Sebagai penutup saya kutipkan pernyataan dari Allah Swt yang mengabarkan betapa keputus-asaan telah melanda Kafirin yang hendak membuat makar kepada Islam.
“..Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu…” (QS. Al-Maidah: 3). Wallahu A'lam Bis Showab

0 komentar:

Posting Komentar