KAYA ILMU MISKIN ADAB

KAYA ILMU MISKIN ADAB
Ibnul Mubarok berkata ;
_تعلمنا الأدب ثلاثين عاماً، وتعلمنا العلم عشرين_
“Kami mempelajari masalah ADAB itu selama 30 tahun sedangkan kami mempelajari ilmu selama 20 tahun.”
Tak sedikit orang yang berilmu tapi suka meremehkan orang lain, nyinyir, merasa dirinya lebih dalam keilmuan, merasa lebih dalam pemahaman, tak menghargai orang lain yang berbeda. Tak sedikit juga di antara mereka adalah para penda'wah yang tentunya punya jama'ah yang mencontohnya.
Tentu mereka bisa lebih bijak bila tidak miskin adab, sebagaimana yang di contohkan Imam Syafi'i. Sebab belajar adab harus di dahulukan dari belajar ilmu.
al-Adab Qablal 'Ilm
Imam Malik rahimahullahu berkisah ;
“Aku berkata kepada ibuku ;
‘Aku akan pergi untuk belajar.’
Ibuku berkata ; ‘Kemarilah, Pakailah pakaian ilmu’
Lalu ibuku memakaikan aku mismarah (suatu jenis pakaian, agar terlihat sopan) dan meletakkan peci di kepalaku, kemudian memakaikan sorban di atas peci itu. Setelah itu beliau berpesan ;
‘Sekarang, pergilah untuk belajar !’
(Audatul Hijab 2/207, Muhammad Ahmad Al Muqaddam)
Berkata Adz Dzahabi rahimahullah ;
“Yang menghadiri majelis Imam Ahmad ada sekitar 5000 orang atau lebih. 500 orang menulis pelajaran sedangkan sisanya hanya mengambil contoh keluhuran *adab* dan kepribadiannya.”
(Siyaru A'lamin Nubala 21/373).
Imam Hasan Al Basri berkata ;
'Siapa yang meringan-ringankan adab, suatu hari ia akan meninggalkan sunnah. Siapa meringan-ringankan sunnah, suatu hari ia akan meninggalkan fardhu. Siapa yang meringan-ringankan fardhu, suatu hari ia akan kehilangan iman.'
(Diriwayatkan oleh Imam Al Baihaqi dalam Kitab Syu'abul Iman)
Ulama salaf sangat perhatian sekali pada masalah adab dan akhlak. Mereka pun mengarahkan murid-muridnya mempelajari adab sebelum menggeluti suatu bidang ilmu dan menemukan berbagai macam khilaf ulama. Imam Darul Hijrah, Imam Malik rahimahullah pernah berkata pada seorang pemuda Quraisy ;
تعلم الأدب قبل أن تتعلم العلم
“Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.”
Kenapa sampai para ulama mendahulukan mempelajari adab ? Sebagaimana Yusuf bin Al Husain berkata ;
بالأدب تفهم العلم
“Dengan mempelajari adab, maka engkau jadi mudah memahami ilmu.”
Guru penulis, Syaikh Sholeh Al ‘Ushoimi berkata ; “Dengan memperhatikan *adab* maka akan mudah meraih ilmu. Sedikit perhatian pada adab, maka ilmu akan disia-siakan.”
Ibnu Sirin berkata ;
كانوا يتعلمون الهديَ كما يتعلمون العلم
“Mereka para ulama dahulu mempelajari petunjuk (adab) sebagaimana mereka menguasai suatu ilmu.”
Makhlad bin Al Husain berkata pada Ibnul Mubarok ;
_نحن إلى كثير من الأدب أحوج منا إلى كثير من حديث_
“Kami lebih butuh dalam mempelajari *adab* daripada banyak menguasai hadits.”
Dalam Siyar A’lamin Nubala’ karya Adz Dzahabi disebutkan bahwa ‘Abdullah bin Wahab berkata ;
ما نقلنا من أدب مالك أكثر مما تعلمنا من علمه
“Yang kami nukil dari (Imam) Malik lebih banyak dalam hal adab dibanding ilmunya.”
Imam Malik juga pernah berkata ; “Dulu ibuku menyuruhku untuk duduk bermajelis dengan Robi’ah Ibnu Abi ‘Abdirrahman (seorang fakih di kota Madinah di masanya) Ibuku berkata ;
تعلم من أدبه قبل علمه
“Pelajarilah adab darinya sebelum mengambil ilmunya.”
Imam Abu Hanifah lebih senang mempelajari kisah-kisah para ulama dibanding menguasai bab fiqih. Karena dari situ beliau banyak mempelajari adab, itulah yang kurang dari kita saat ini. Imam Abu Hanifah berkata ;
الْحِكَايَاتُ عَنْ الْعُلَمَاءِ وَمُجَالَسَتِهِمْ أَحَبُّ إلَيَّ مِنْ كَثِيرٍ مِنْ الْفِقْهِ لِأَنَّهَا آدَابُ الْقَوْمِ وَأَخْلَاقُهُمْ
“Kisah-kisah para ulama dan duduk bersama mereka lebih aku sukai daripada menguasai beberapa bab fiqih. Karena dalam kisah mereka diajarkan berbagai adab dan akhlaq luhur mereka.”
(Al Madkhol, 1: 164)
Di antara yang mesti kita perhatikan adalah dalam hal pembicaraan, yaitu menjaga lisan dan juga tulisan (komentar) di medsos. Luruskanlah lisan dan tulisan kita untuk berkata yang baik, santun dan bermanfaat.
‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berkata ;
من عدَّ كلامه من عمله ، قلَّ كلامُه إلا فيما يعنيه
“Siapa yang menghitung-hitung perkataannya dibanding amalnya, tentu ia akan sedikit bicara kecuali dalam hal yang bermanfaat” Kata Ibnu Rajab ; “Benarlah kata beliau. Kebanyakan manusia tidak menghitung perkataannya dari amalannya”
(Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1 : 291)
Yang kita saksikan di tengah-tengah kita : “Talk more, do less (banyak bicara, sedikit amalan)”.
Imam Syafi'i adalah salah satu contoh Ulama yang menguasai adab, sungguh mengagumkan apa yang dikatakan oleh ulama besar ini kepada Yunus Ash Shadafiy (Abu Musa) Imam Syafi’i berkata ;
يَا أَبَا مُوْسَى، أَلاَ يَسْتَقِيْمُ أَنْ نَكُوْنَ إِخْوَانًا وَإِنْ لَمْ نَتَّفِقْ فِيْ مَسْأَلَةٍ
“Wahai Abu Musa, bukankah kita tetap bersaudara (bersahabat) meskipun kita tidak bersepakat dalam suatu masalah ?”
(Siyar A’lamin Nubala’, 10 : 16).
Seorang jama'ah curhat ;
"Suatu ketika saya ikut Kajian seorang Ustadz yang komitmennya terhadap 'sunnah' tak perlu di ragukan. Pada hari itu masuk hari-hari Ayyamul Bidh, dengan ringannya tanpa ada basa-basi sang Ustadz meneguk air yang tersedia di hadapannya, saya merenung, di mana adab ? bukan masalah beliau tidak puasa, tapi ini soal adab, tidakkah dia berpikir bahwa di antara jama'ah ada yang sedang puasa. Apakah tidak sesuai sunnah bila berkata 'maaf untuk yang puasa, saya minum'..."
Apakah itu sepele ? Jangan anggap sepele adab, karena ada ulama terdahulu yang tidak jadi menuntut ilmu karena melihat syaikh yang hendak ia timba ilmunya berlaku dzalim terhadap kuda-kuda peliharaannya, yang menurut kita mungkin sepele, yaitu ia ketika memasukkan kuda-kudanya tersebut dengan cara meng-imingi rumput hingga kuda satu persatu masuk kandang. Juga seorang yang tak mau belajar pada Ustadz yang ia lihat si Ustadz ketika masuk Masjid melepas sandal tidak yang kiri terlebih dahulu. Jadi masalah adab bukan masalah sepele.
Untuk apa gelar mentereng semacam Lc, MA, Syaikh, Habib dan lainnya bila pemilik gelar miskin adab. Tentu kita tak nyari yang sempurna, tapi tak berarti meremehkan Adab, karena ulama-ulama terdahulu tak meremehkan adab.
Dari Ziyad bin ‘Ilaqoh, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a ;
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ مُنْكَرَاتِ الأَخْلاَقِ وَالأَعْمَالِ وَالأَهْوَاءِ
“Allahumma inni a’udzu bika min munkarotil akhlaaqi wal a’maali wal ahwaa’
(Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari akhlaq, amal dan hawa nafsu yang mungkar).”
[HR. Tirmidzi 3591]
Astaghfirullah,,,

0 komentar:

Posting Komentar