Ketika Kita Membenci Kejahatan, Berarti Kita Masih Memiliki Hati
Ketika ada orang yang memaki orang lain yang tidak bersalah..
Ketika ada dua insan yang melakukan hubungan seks di luar nikah…
Ketika ada seorang anak yang durhaka kepada orangtuanya, mengatai-ngatainya dengan kata-kata kotor, mencelanya, memakinya, memukulnya bahkan membunuhnya…
Ketika ada orang yang memaki orang lain yang tidak bersalah..
Ketika ada dua insan yang melakukan hubungan seks di luar nikah…
Ketika ada seorang anak yang durhaka kepada orangtuanya, mengatai-ngatainya dengan kata-kata kotor, mencelanya, memakinya, memukulnya bahkan membunuhnya…
Apa reaksi kita ketika melihat dan mendengar semua tragedi itu?
->Merasa sesak dada, menentang kejahatan itu dan membencinya?
->Atau merasa itu 'biasa' saja, tidak mengingkarinya bahkan menyukainya?
Kalau Anda masuk jenis yang pertama, selamat. Berarti Anda masih memiliki hati. Dan iman masih menancap di sanubari.
Tapi kalau Anda masuk jenis kedua, maka menangislah. Karena sesungguhnya Anda telah mati sebelum kematian Anda yang sesungguhnya.
->Merasa sesak dada, menentang kejahatan itu dan membencinya?
->Atau merasa itu 'biasa' saja, tidak mengingkarinya bahkan menyukainya?
Kalau Anda masuk jenis yang pertama, selamat. Berarti Anda masih memiliki hati. Dan iman masih menancap di sanubari.
Tapi kalau Anda masuk jenis kedua, maka menangislah. Karena sesungguhnya Anda telah mati sebelum kematian Anda yang sesungguhnya.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
(مَن رَأى مِنكُم مُنكَرَاً فَليُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطعْ فَبِقَلبِه وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإيمَانِ)رواه مسلم.
"Siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya, jika ia tidak mampu maka ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka ubahlah dengan hati, dan yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman. " (HR. Muslim)
Imam Al Marwadzy bertanya kepada Imam Ahmad bin Hambal, “Bagaimana beramar ma’ruf dan nahi mungkar?” Beliau menjawab, “Dengan tangan, lisan dan dengan hati, ini paling ringan,” saya bertanya lagi: “Bagaimana dengan tangan?” Beliau menjawab, “Memisahkan di antara mereka,” dan saya melihat beliau melewati anak-anak kecil yang sedang berkelahi, lalu beliau memisahkan di antara mereka.
Dalam riwayat lain beliau berkata, “Mengubah dengan tangan bukanlah dengan pedang dan senjata.” (Lihat, Al Adabusy Syar’iyah, Ibnu Muflih, 1/185)
Adapun mengubah kemungkaran dengan lisan seperti memberikan nasihat, pengarahan, diskusi dan semisalnya.
Adapun tingkatan terakhir (mengingkari dengan hati) artinya adalah membenci dan menentang kemungkaran tersebut dalam hati.
Hadits di atas menunjukkan wajibnya mengingkari kemungkaran dan kejahatan sesuai dengan kemampuan.
Siapa yang mampu dengan tangan, berarti dengan tangan.
Kalau tidak mampu dengan tangan, berarti dengan lisan.
Kalau tidak mampu dengan lisan, berarti dengan hati. Yaitu dengan membenci dan menentang kemungkaran dan kejahatan itu dalam hati. Dan itulah selemah-lemahnya iman. Ya, selemah-lemahnya iman. Tidak ada lagi iman setelah itu.
Karena itu, siapa yang tidak mengingkari dan membenci suatu kemungkaran dan kejahatan dengan hatinya, maka itu pertanda hilangnya keimanan dari hatinya.
Ada seseorang berkata kepada seorang sahabat Nabi, Ibnu Mas'ud:
هلك من لم يأمر بالمعروف ولم ينه عن المنكر.
“Binasalah orang yang tidak memerintahkan kebaikan dan tidak mencegah dari kemungkaran”
Mendengar itu Ibnu Mas'ud berkata:
: بل هلك من لم يعرف المعروف بقلبه وينكر المنكر بقلبه
“Justru binasalah orang yang tidak mengetahui dengan hatinya kebaikan dan tidak mengingkari dengan hatinya kemungkaran.” (Riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf beliau no. 37581)
Seseorang yang tidak mengingkari kemungkaran dan kejahatan dengan hatinya maka ia adalah mayat yang hidup.
Ada yang bertanya kepada Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu:
مَا مَيِّتُ الْأَحْيَاءِ؟
“Siapa orang yang mati dalam keadaan hidup? ”
Beliau menjawab:
من لم يعرف المعروف بقلبه وينكر المنكر بقلبه
“Orang yang tidak mengenal kebaikan dengan hatinya dan tidak mengingkari kemungkaran dengan hatinya.” (Riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf beliau no. 37577)
Kalau begitu, wajib bagi seorang mukmin untuk mencintai kebaikan dan membenci kejahatan. Karena itu pertanda iman yang ada di hatinya.
Tapi, ketika kita membenci kejahatan, apakah kita harus menjatuhkan, mencaci memaki dan melaknat saudara-saudara kita yang jatuh ke dalam lembah kegelapan tersebut?
Dan apakah kita jadi merasa suci lalu memvonis mereka adalah orang-orang 'kotor' yang jauh dari rahmat Allah? Bahkan memastikan mereka masuk neraka?
Tentu saja tidak. Seorang mukmin dituntut untuk bersikap rahmat kepada siapapun sekalipun kepada pelaku kejahatan.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,
لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ وَلاَ اللَّعَّانِ وَلاَ الْفَاحِشِ وَلاَ الْبَذِيْءِ.
"Seorang Mukmin bukanlah orang yang banyak mencela, banyak melaknat, melakukan perbuatan keji, dan berkata kotor." (HR. Tirmidzi)
Umar bin Khaththab bercerita bahwa ada seseorang yang dipanggil dengan Hammar sering minum khamr di zaman Nabi. Sering sekali ia didatangkan kepada Nabi صلى الله عليه وسلم dan diberi hukuman cambuk karena perbuatannya tersebut.
Suatu hari ia minum khamr sehingga dicambuk lagi. Maka berkatalah seseorang:
اللهم العنه ، ما أكثر ما يؤتى به !
“Semoga Allah melaknatnya. Betapa sering dia didatangkan kepada Nabi! "
Maka Nabi صلى الله عليه وسلمpun bersabda:
(( لا تلعنوه ، فوالله ما علمت أنه يحب الله ورسوله
“Jangan engkau melaknatnya, sesungguhnya ia mencintai Allah dan Rasul-Nya. ” (HR. Bukhari)
Abu Hurairah bercerita:
أتى النبي - صلى الله عليه وسلم- برجل قد شرب ، قال :" اضربوه ". قال أبو هريرة- رضي الله عنه-: فمنا الضارب بيده، والضارب بنعله، والضارب بثوبه. فلما انصرف قال بعض القوم : أخزاك الله . قال :" لا تقولوا هكذا ، لا تعينوا عليه الشيطان
"Seorang pemabuk dihadapkan kepada Nabi صلى الله عليه وسلم. Nabi pun menyuruhnya untuk dicambuk. Diantara kami ada yang memukulnya dengan tangan, diantara kami ada yang memukulnya dengan sandal, dan diantara kami ada yang memukulnya dengan pakaiannya. Tatkala selesai, ada seorang sahabat yang berkata, 'Semoga Allah menghinakanmu! 'Kontan Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: "Jangan berkata begitu, jangan kalian menjadi penolong setan untuk menjerumuskan kawan kalian!." (HR. Bukhari)
Demikianlah seharusnya sikap seorang mukmin terhadap saudaranya yang terjatuh ke dalam dosa. Tidak mendoakannya dengan keburukan. Justru ia mendoakannya agar mendapat hidayah dan ampunan. Agar ia tidak semakin larut dalam kesalahan..
Wahai hamba Allah, kalau memang engkau mengingkari kemungkaran karena mengharap pahala dan rida-Nya dan agar saudaramu kembali ke jalan-Nya, maka pandangilah ia dengan mata kasih sayang.
Jangan bantu setan untuk menyesatkannya. Jangan bantu setan untuk menjauhkannya dari hidayah dan jauh dari jalan-Nya, dikarenakan sikapmu yang kasar dan karena lisanmu yang tajam. Agar ia kembali kepada ketaatan. Agar ia selamat dari jurang kehancuran.
Bersikap lembutlah kepadanya. Ia masih membutuhkan kasih sayangmu..
0 komentar:
Posting Komentar