Dalam kitabnya Ibnu Arabi bercerita mengenai seorang gurunya yang
bernama Abu Abdillah Muhammad al-Syarafi. Gurunya ini berasal dari
kabupaten al-Jarafe di kota Sevilla. Di luar kota Sevilla tidak banyak
yang mengenal karomah sang guru, bukan saja karena sang guru menempuh
laku spiritual yang keras, seperti 40 tahun tinggal di rumah tanpa lampu
dan perapian, tapi juga karena sang guru termasuk sufi yang
menyembunyikan kedudukannya.
Suatu hari Syekh al-Syarafi berjalan
ke pasar dan menemui seorang anak kecil yang mengangkat keranjang
berisi Adas/Jinten. Anak itu berkisah bahwa ia seorang yatim. Ibunya
harus mengasuh sejumlah anaknya yang masih kecil. Sejak pagi mereka
belum makan. Ibunya menyuruhnya menjual biji jinten ini ke pasar. Jika
uangnya cukup ibunya berharap bisa membeli makanan untuk mereka.
Syekh al-Syarafi meneteskan air mata menyimak kisah si bocah. Akan
tetapi, alih-alih membeli jinten itu, Syekh al-Syarafi memasukkan
tangannya ke keranjang, menggenggam sejumlah biji jinten. "Ini jinten
yang bagus," begitu komentar sang syekh. Kemudian Syekh al-Syarafi
berkata pada bocah yatim itu:
"Beritahu ibumu bahwa paman al-Syarafi dari al-Jarafe mengambil beberapa biji jinten ini dan meminta ibumu menghalalkannya."
Sampai di sini, tindakan Syekh al-Syarafi ini di luar nalar. Bocah yang
keluarganya sedang kesusahan dan hendak menjual biji jinten yang mereka
punya, malah sebagian diambil oleh Syekh al-Syarafi. Bahkan tidak
membayar dan malah minta ikhlas dihalalkan saja untuk dia.
Namun
karomah beliau muncul pada titik ini. Saat ia angkat tangannya
menggenggam biji jinten, hatinya berdoa kepada Allah maka luluh hati
mereka yang berada di sekitar itu. Tiba-tiba ada yang berkata: "Biji
jinten yang telah disentuh oleh seorang Syekh pasti barokah." Orang yang
berkerumun berebut membeli biji jinten itu. Walhasil, anak itu pulang
membawa 70 dinar emas ke rumah ibunya. Subhanallah!
Ibnu Arabi
bercerita bagaimana di depan matanya sendiri ia menyaksikan karomah sang
guru menolong anak kecil itu dengan cara yang di luar nalar.
Kawan, seringkali di saat kesusahan kita malah mengalami kerugian. Kata
orang, ini ibaratnya sudah jatuh tertimpa tangga pula. Namun yakinlah
dengan kekuatan doa dan keikhlasan hati. Apa yang sudah direnggut oleh
tangan-Nya tidaklah tersisa kecuali barokah. Bi yadikal khair. Di
tangan-Nya semua kebajikan.
Di balik kesulitan, ada kemudahan
Sungguh di balik kesulitan, ada kemudahan
Begitu Al-Qur'an merekam janji Allah SWT. Masihkah kita tidak mempercayainya?
Para kekasih Allah itu bekerja menurut apa yang Allah skenariokan. Apa
yang terlihat sebuah kerugian di mata manusia boleh jadi merupakan
sarana datangnya keberkahan.
Untukmu kawan yang tengah dirundung
berbagai kesulitan hidup, berdoalah agar hati kita seperti biji jinten
yang disentuh oleh tangan kekasih-Nya. Ikhlaskanlah apa yang telah
terambil, nanti Allah ganti semuanya dengan caraNya. Berkah... berkah…
berkah.
Nadirsyah Hosen, Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia - New Zealand dan Dosen Senior Monash Law School
0 komentar:
Posting Komentar