Mariaban

Mariaban
Ini tidak biasa, ketika orang-orang sudah mulai menjadi ribut, sebagian berlari ketakutan,
‘kukunya keluar memanjang, taringnya keluar” kata Ahmad tergesa-gesa keluar dari rumah
Aku langsung menjadi gugup, ini siang hari, tidak mungkin keluar disiang hari…
Acara mengkafani mayat itu pun jadi tertunda, Haji Sayuti kepala desa kami bergegas masuk ke dalam ingin melihatnya, aku pun ikut dibelakangnya.
Dikamar itu hanya tinggal beberapa orang saja, orang-orang tua yang tadi memandikan mayat itu, dan sekarang mereka hanya duduk saja disekitar mayat itu, sambil mengisap rokok mereka masing-masing dengan santai.
Haji sayuti meminta agar penutup mayat itu dibuka, agar dia bisa melihatnya, ternyata benar, kukunya memanjang, berwarna hitam, bulu-bulu keluar disekitar lenganya, dan sepasang gigi taring muncul dimulutnya.
“Mariaban” kata haji sayuti lemah dan gugup..
Orang tua disekitar yang berada disekitar mayat itu mengiyakan, mereka hanya tersenyum tenang, seolah itu bukan masalah, mungkin mereka sudah sering menemui keganjilan seperti ini.
Haji sayuti membisiku agar cepat-cepat menjemput Tuan Guru Haji Muhammad Ilmi dikampung sebelah, sedang dia tetap disana menjaga mayat itu.
Segera aku keluar dari rumah itu, aku panggil ahmad untuk menemaniku, kami berangkat dengan gugup.
++++
kami tidak menyangka, junaidi yang pendiam itu menjadi seperti itu setelah dia meninggal, junaidi meninggal karena sakit, bukan karena berkelahi atau apa, ahmad yang aku bonceng dibelakang sepeda motor hanya terdiam, ahmad adalah keluarga junaidi, dia pasti merasa malu dengan kejadian ini.
++++
Mariaban, siapa yang tidak bergetar nama itu, semua orang takut, sedari kecil aku sudah mendengarnya, hantu yang paling ditakuti ditanah banjar hulu sungai, bahkan seorang yang menelan bulu hantu mariaban itu sudah menjadi hantu ketika dia masih hidup, apalagi sampai terbawa mati, ah aku takut membayangkannya…
Jalan terasa sunyi, awan telihat mendung, dan angin berhembus semakin terasa lebih kencang, ini membuat kami tambah gugup, sebentar lagi waktu ashar tiba, kami juga takut acara sembahyang mayat dan penguburan menjadi terlambat.
Dalam sepeuluh menit kami sampai ke rumah tuan guru Haji Muhammad ilmi, Ahmad masih diam gugup, aku meletakkan sepeda motorku di pinggir jalan didepan rumah tuan guru, langsung saja aku mengetuk rumah itu,
“Assalamualaikum”…aku memberi salam, pintu rumah itu sudah terbuka, rumah yang tepat luas, diseberangnya sungai besar dengan air bewarna kuning mengalir tenang.
“Waalaikum salam”..sahut amat yusuf, anak tuan guru yang masih muda
‘Tuan Guru ada dirumah?”..kataku ku langsung saja tanpa basa basi…
“ada,’..kata amat bingung melihatku, “ naik dulu kerumah, sebentar ulun[1] panggilkan abah”
Amat setengah berlari ke dalam, sedang kami hanya menunggu diluar, tidak lama tuan guru keluar, hanya memakai sarung dan kaos omblong putih,
“ ada apa kusasi? naik lah dulu”
“tidak usah guru, junaidi guru, junaidi”..
Aku seolah tidak sabar ingin segera memberitahukannya kepada tuan guru itu, aku masih gugup, ahmad masih diam tak bersuara dan pucat.
“Iya ada apa” tuan guru menjadi bingung..
“Mariaban guru”
“Astagfirullah” tuan guru itu terkejut, tanpa banyak bicara tuan guru menyuruh anaknya mempersiapkan sepeda motornya, beliau pergi berlari kedalam kamarnya, mengambil pakaian dan tasnya, tidak lama kemudian kami berangkat.
+++++
Junaidi adalah orang yang baik, pendiam, tidak pernah membuat masalah, dia masih bujangan berumur dua puluh lima tahun, bekerja serabutan sebagai buruh bangunan saja, dia sebenarnya baru saja pulang ke kampung setelah beberapa tahun merantau sebagai penebang kayu dipedalaman Muara Teweh kalimantan tengah. Setelah sakit, dia kembali ke kampung, tapi kami tak menyangka dia akan seperti ini, tak menyangka.
Tuan Guru Haji Muhammad Ilmi langsung saja naik kerumah mayat, Haji sayuti menyambutnya dan membisikan sesuatu yang tidak kami dengar apa, dengan cepat Haji Sayuti menuntun Tuan guru Muhammad Ilmi melihat mayat Junaidi, Mayat itu semakin menghitam.
Tuan guru Haji Muhammad ilmi sangat menyayangkan kenapa tidak sedari hidup dulu bulu mariaban yang ditelan Junaidi itu dibuang, tidak adakah seseorang yang memberi dia peringatan sedari awal.
Para perempuan dengan khusu masih membacakan surah yasin di rumah sebelah, terdengar riuh, sebagian dari mereka menyaman daun kelapa tua untuk diletakkan diatas kubur.
Tuan guru Haji Muhammad Ilmi meminta kami menyediakan sebaskom air putih, kemudian beliau mengeluarkan sebuah jarum besar dari tasnya, jarum emas kukira, sejenak tuan guru Muhammad ilmi membaca doa, meniupkan ke air baskom dan kemudian memercikkannya keatas mayat itu. Kami terdiam dan tegang melihat itu.
Sambil membaca doa tuan Guru Haji Muhammad Ilmi menangangkat tangan tangannya diatas mayat junaidi dari kepala sampai kaki, beberapa kali beliau melakukannya bulak-balik,tangan beliau selalu bergetar ketika tepat berada diatas kaki kiri mayat junaidi, kemudian beliau membuka penutup kaki mayat Junaidi.
Tuan guru Haji Muhammad ilmi memandangi kami,
“Tolong Bantu aku, bendanya ada terselib diantara jari-jarinya ”
“Iya guru, tapi bagaimana?” sahut Haji Sayuti
“Haji sayuti. ikam[2] pegang kakinya nanti, pakai kain sebagai sarung tanganmu, yang lainnya ambil beberapa bilah kayu atau papan diatas badannya, untuk menahan badannya, jika mayat ini bergerak nanti, mudahan-mudahan tidak bergerak, ayu cepat”
Kayu sudah diletakkan diatas badan mayat, dan haji sayuti mulai bersiap diatas kaki untuk memegangnya.
Sambil membaca doa dan menggunakan jarum emas besar, tuan guru meletakkan jarum itu diatas ibu jari kaki kiri dan telunjuk jari kaki, Dibantu Haji sayuti.
“Kakinya panas guru” kata haji sayuti
“diam dulu haji” sahut tuan guru Muhammad Ilmi.
Sejenak kemudian Tuan Guru haji Sayuti mencoba menarik sesuatu dari sela jari kaki itu, tapi beliau terlihat sangat berusaha menariknya, mayat junaidi menjadi gemetar, dan tiba-tiba ingin bangkit, kami menjadi gugup dan masing-masing membaca Allahu Akbar, untuk papan kayu kami bisa menahannya.
Tuan guru Haji Muhammad ilmi berhasil mencabut sesuatu dari jari kaki mayat junaidi, mayat langsung terdiam lagi, tuan guru Muhammad Ilmu meletakkan benda itu dalam baskom, benda itu hitam kecil, sepeti bungkusan kulit kering biasa.
“Lihat dalam bungkusan itu ada bulu yang dibungkus, bulu mariaban” kata tuan guru haji Haji Muhammad ilmi.
Tuan guru Haji Muhammad Ilmi langsung saja menyuruh mengambil perapian kecil dan segera membakar benda itu sampai habis tak tersisa.
Mayat junaidi yang semula menghitam segera menjadi kuning layu kembali, taring dan kuku panjang nya menghilang,kami menjadi tenang kembali.
Orang tua yang tadi terlihat santai dengan cepat mengkafani mayat itu, dan tidak lama kemudian sembahyang jenazah diselenggarakan, mayat dikuburkan sesuai rencana awal.
+++
Saya membonceng tuan guru Haji Muhammad ilmi dalam perjalan pulang, beliau terlihat masih tegang. Sedang ahmad bersama anak Tuan guru.
“untung kita cepat kusasi, jika terlambat, akan menjadi bencana”kata Tuan guru Haji Muhammad Ilmi.
Beliau menceritakan bahwa dahulu, disuatu kampung, seseorang yang menelan bulu hantu mariaban meninggal dan tidak sempat dicabut, mayatnya jadi hidup, membunuh kedua orang tuanya yang ada dirumah, dan beberapa orang lainnya, mayat itu baru bisa dilumpuhkan setelah dijerat oleh orang kampung disebuah pohon dan dibakar.
Saya bertanya dari mana bulu hantu mariaban itu didapatkan, Tuan Guru Haji Muhammad ilmi mengatakan bahwa bulu yang tumbuh ketika mayat Junaidi tadi masih menghitam itu lah yang diambil. Itu dilakukan orang-orang yang ingin mengambil cara kiri dalam mengisi badan. Dari mana asal pertama kali hantu mariaban itu berasal tuan guru haji Muhammad ilmi mengatakan dia tak tahu.
“Tidurlah cepat malam ini Kusasi”pesan Tuan guru haji kusasi sesampainya didepan rumah beliau.
Aku dan Ahmad pamit, dan langsung saja menuju pulang
“Ibu junaidi menangis keras” kata ahmad
‘Mungkin tidak menyangka anaknya akan seperti itu, menjadi hantu dan masuk neraka” gumam ahmad
“ayahnya hanya diam, hanya diam tidak berbunyi” ahmad terus saja bergumam.
Acara tahlilan junaidi diminta untuk dipercepat sehabis magrib saja, dan setelah isya keadaan kampung menjadi sunyi tidak seperti biasanya. Orang tua junaidi mengungsi kerumah Ahmad tepat disamping rumahku, dan rumah junaidi dibiarkan kosong. Orang-orang kampung hanya berdiam dirumah masing-masing, Rumahku tepat berada diseberang rumah junaidi dan dibalik kaca rumah aku memandangi rumah junaidi yang terasa gelap meski lampu berpijar terang, rumahnya tersendiri, terhalangi sawah kecil dan pepohonan dari rumah tetangganya dari kiri dan kanan.
Hujan rintik rupanya turun pelahan, tidak berapa lama semakin lebat, dan jam masih menunjukkan pukul sembilan malam.
Istriku mengatakan bahwa anak-anak ingin minta ikut tidur bersama kami malam ini dikamar depan, aku pun sangat setuju.
Hujan semakin lebat, dan kami terlelap dengan cepat..
“Tuk..tuk..tuk”…
Aku terbangun mendengar suara tidak biasa diluar, hujan telah berhenti rupanya, rasanya begitu dingin, suara itu bukan suara tetesan air dari atap, aku melihat jam yang telah berjalan setengah dua malam.
Aku penasaran dan takut, tapi aku ingin tetap ingin tahu, setelah lama berpikir, perlahan aku bangun agar anak-anak dan istriku tidak terbangun, aku melihat keluar rumah dari sebuah lubang yang aku buat dekat jendela depan dikamarku yang langsung menghadap jalan dan rumah junaidi.
Aku tekejut melihat seseorang berdiri dipinggir jalan tepat didepan rumah junaidi, aku tak bisa melihatnya dengan jelas, dia membawa sebuah kapak kecil, dan memukul-mukulkannya kebatang pohon. Aku menjadi merinding dan takut, aku langsung pergi keranjang dan menutup telingaku, dan aku tertidur dengan cepat dalam takut.
++++
Pagi-pagi sekali, seperti biasanya aku pergi kewarung untuk minum. Dari kejauhan aku melihat banyak orang-orang kampung berkumpul didepan warung.
“Kusasi, tunggu” Haji sayuti memanggilku dari belakang, datang dengan tersenyum-senyum.
“Kenapa banyak orang berkumpul diwarung?”..tanyaku
‘km sudah bisa menebak, orang-orang banyak melihatnya malam tadi”Haji Sayuti masih juga tersenyum.
Aku jadi gugup..
“Aku juga melihatnya malam tadi” kataku
“Semua orang melihatnya, dari sehabis magrib orang-orang sudah melihatnya diberbagai tempat” Haji sayuti terlihat tenang.
“Tapi orang-orang belum melihat ini”haji sayuti menyahut lagi
“Melihat apa ji? “
“Ini dia” haji sayuti memperlihatkan bungkusan kertas putih kecil ditangannya
“bulu junaidi, kucabut sebelum tuan Guru haji Muhammad Ilmi datang, Bulu mariaban” Haji Sayuti menambahi.
Aku terkejut dan memandang haji Sayuti sekali lagi.
“Ini akan jadi rahasia kita, kusasi”.

0 komentar:

Posting Komentar