BOLEHKAH MENYENTUH MUSHAF AL-QUR’AN TANPA BERSUCI ?

BOLEHKAH MENYENTUH MUSHAF AL-QUR’AN TANPA BERSUCI ?
Oleh : Abdullah Al-Jirani
Madzhab yang empat, yaitu Hanafiyyah, Malikiyyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah, sepakat akan terlarangnya (diharamkannya) seorang yang berhadats dan seorang yang sedang junub untuk menyentuh mushab Al-Qur’an. Masuk dalam larangan ini seorang wanita yang sedang haid dan nifas. Mereka hanya berselisih dalam hal apakah boleh seorang yang berhadats atau junub untuk menyentuh mushaf Al-Qur’an dengan penghalang, seperti sapu tangan, atau kaos tangan, atau yang lainnya ? Menurut madzhab Malikiyyah dan Syafi’iyyah, hukumnya tetap haram, dan ini pendapat kebanyakkan para fuqaha. Adapun menurut Hanafiyyah dan Hanabilah diperbolehkan.[Simak “Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu” : 1/450]
Dalil dalam hal ini adalah firman Allah Ta’ala :
لاَ يَمُسُّهُ إِلاَّ الْمُطَهَّرُوْنَ
“Tidak menyentuhnya (Al-Qur’an) kecuali orang-orang yang disucikan.” [QS. Al-Waqi’ah : 56]
Menurut sebagian ulama, salah satu tafsir kata “Al-Muthahharun” dalam ayat di atas, adalah : “orang-orang yang suci dari hadats dan janabah. Sebagaimana hal ini dinukil oleh Imam Al-Baghawi – rahimahullah – (w. 510 H) dalam kitab tafsirnya “Ma’alaimut Tanzil” (5/19) :
وَقَالَ قَوْمٌ: مَعْنَاهُ لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ مِنَ الْأَحْدَاثِ وَالْجَنَابَاتِ. وَظَاهِرُ الْآيَةِ نَفْيٌ وَمَعْنَاهَا نَهْيٌ، قَالُوا: لَا يَجُوزُ لِلْجُنُبِ وَلَا لِلْحَائِضِ وَلَا الْمُحْدِثِ حَمْلُ الْمُصْحَفِ وَلَا مَسُّهُ، وَهُوَ قَوْلُ عَطَاءٍ وَطَاوُسٍ وَسَالِمٍ وَالْقَاسِمِ وَأَكْثَرِ أَهْلِ الْعِلْمِ، وَبِهِ قَالَ مَالِكٌ وَالشَّافِعِيُّ
“Sekelompok ulama menyatakan, makna ayat “Tidak menyentuhnya (Al-Qur’an) kecuali orang-orang yang disucikan”, artinya : suci dari hadats dan janabah. Ayat ini dzahirnya penafian (peniadaan), tapi maknanya nahyu (larangan). Mereka menyatakan : Tidak boleh bagi seorang yang junub, wanita haidh, dan orang yang berhadats untuk membawa dan menyentuh Al-Qur’an. Ini merupakan pendapat Atho’, Thawus, Salim, Al-Qasim, dan kebanyakkan ahli ilmu. Imam Malik dan Syafi’i berpendapat juga dengan hal ini.”
Hal ini dikuatkan oleh sebuah hadits, dimana Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam – bersabda :
لَا يَمَسَّ الْقُرْآنَ إِلَّا طَاهِرٌ
"Tidak boleh menyentuh Al-Qur’an kecuali seorang yang suci.”[HR. Ad-Darimi : 2321, Ath-Thabrani dalam Mu’jamul Shaghir : 1162, dan selainnya]
Bahkan dalam “Mu’jam Al-Ausath” no : (3301) karya Imam Ath-Thabrani – rahimahullah - dengan lafadz yang lebih jelas :
لَا تَمَسَّ الْقُرْآنَ إِلَّا وَأَنْتَ طَاهِرٌ
“Jangan menyentuh Al-Qur’an kecuali kamu dalam kondisi suci”.
Imam An-Nawawi –rahimahullah- (w. 676 H) menyatakan :
يَحْرُمُ عَلَى الْمُحْدِثِ مَسُّ الْمُصْحَفِ وَحَمْلُهُ سَوَاءٌ إنْ حَمَلَهُ بِعِلَاقَتِهِ أَوْ فِي كُمِّهِ أَوْ عَلَى رَأْسِهِ وَحَكَى الْقَاضِي حُسَيْنٌ وَالْمُتَوَلِّي وَجْهًا أَنَّهُ يَجُوزُ حَمْلُهُ بِعِلَاقَتِهِ وَهُوَ شَاذٌّ فِي الْمَذْهَبِ وَضَعِيفٌ قَالَ أَصْحَابُنَا وَسَوَاءٌ مَسَّ نفس الاسطر أو ما بينهما أَوْ الْحَوَاشِي أَوْ الْجِلْدَ فَكُلُّ ذَلِكَ حَرَامٌ....
“Seorang yang berhadats diharamkan menyentuh mushaf Al-Qur’an dan membawanya, baik ia membawanya dengan menyentuh sesuatu yang berhubungan dengannya (misal menyentuh sampulnya), atau diletakkan di lengan bajunya, atau di atas kepalanya. Imam Al-Qadhi Husain dan Al-Mutawalli menghikayatkan sebuah pendapat sesungguhnya dibolehkan untuk membawanya dengan (menyentuh) sesuatu yang berhubungan dengannya, dan ini merupakan pendapat yang syadz (ganjil) dan lemah di dalam madzhab Syafi’i. Para sahabat kami (ulama Syafi’iyyah) menyatakan : (larangan ini berlaku juga) baik menyentuh tulisannya secara langsung, atau apa yang diantara keduanya, atau pinggirnya, atau kulitnya. Semua itu haram.....dst.”[Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab : 2/67-68].
Dengan pemaparan di atas jelaslah, bahwa menyentuh mushab Al-Qur’an dalam kondisi tidak suci, hukumnya haram. Ini merupakan kesepakatan empat madzhab sekaligus. Jika sudah seperti ini, maka terlarang bagi kita untuk ‘menciptakan’ pendapat baru yang keluar darinya. Kita tinggal taqlid (mengikuti) saja, karena masalahanya telah closing (selesai) di tangan para imam mujtahidin.
Wallahu a’lam bish shawab

0 komentar:

Posting Komentar