KARTU KREDIT DALAM FIKIH ISLAM.
Oleh
Ustadz Kholid Syamhudi Lc
Kemudahan selalu dicari dan diusahakan, baik dalam memenuhi kebutuhan atau menghindari kerugian. Sejak dahulu manusia selalu bergumul dengan dinamika kehidupan untuk mencari kemudahan-kemudahan yang mengantar mereka kepada kebahagiaan.
Demikian juga dalam permasalahan muamalah dicari kemudahan-kemudahan baik dalam penjualan, pemasaran hingga pembayaran. Kebutuhan kepada kredit dan kesulitan membawa sejumlah besar uang dengan berbagai resiko keamanan dan ketidaknyamanan membuat manusia berkreasi membuat kartu yang berfungsi seperti uang dalam pembayaran. Sehingga bermunculanlah berbagai jenis kartu dari kartu ATM hingga kartu kredit dengan beragam jenis nama dan pihak penyedianya.
Masyarakat biasanya menggunakan kartu kredit untuk pembayaran transaksi yang dilakukan melalui internet atau di toko-toko yang menyediakan layanan pembayaran dengan kartu kredit. Pada transaksi yang dilakukan melalui internet, pihak card holder (pemegang kartu) mempunyai kewajiban untuk membayar barang yang dibelinya dan mempunyai hak untuk menerima barang yang telah dibelinya dari merchant (pedagang/penjual), dan sebaliknya merchant mempunyai kewajiban untuk mengirim barang itu dalam keadaan baik dan spesifikasinya sesuai dengan apa yang dipesan oleh card holder dan berhak untuk menerima pembayaran. Perkembangan penggunaan kartu kredit yang begitu pesat ini disebabkan karena masyarakat merasakan semakin pentingnya penggunaan kartu kredit sebagai alat pembayaran dan mengambil uang tunai mengingat kepraktisan, rasa nyaman dan aman yang ditimbulkan. Kegiatan itu juga tidak terlepas dari pembebanan pajak sebagai kewajiban masyarakat untuk membebankan pajak pada setiap transaksi atau fasilitas atau biaya yang harus dibayar atas penggunaan fasilitas atau kepemilikan suatu barang.
Melihat perkembangannya yang demikian pesat dan merata, maka kita perlu mengenal hukum kartu kredit dalam perspektif fikih Islam dari sisi kebolehan dan larangannya.
APA ITU KARTU KREDIT?
Berbicara tentang kartu kredit secara hukum fikih dikembalikan kepada istilah para ulama fikih dunia dengan Bithâqah I’timân (بِطَاقَةُ الأِئتِمانِ) yang bila diterjemahkan secara bahasa dari kata Bithâqah (بِطَاقَةُ) yang digunakan untuk potongan kertas kecil atau dari bahan lain, diatasnya ditulis penjelasan yang berkaitan dengan potongan kertas itu. sementara kata i’timân (الأِئتِمانِ) secara bahasa Arab artinya adalah kondisi aman dan saling percaya. Dalam kebiasaan dunia usaha artinya semacam pinjaman yang berasal dari kepercayaan terhadap peminjam dan sikap amanahnya serta kejujurannya. Oleh sebab itu ia memberikan dana itu dalam bentuk pinjaman untuk dibayar secara tertunda.
Sedangkan Kartu kredit dikenal sebagai kartu yang dikeluarkan oleh pihak bank dan sejenisnya yang dapat digunakan oleh pembawanya untuk membeli segala keperluan dan barang-barang serta pelayanan tertentu secara hutang. Sehingga kartu kredit merupakan alat pembayaran pengganti uang tunai yang dapat digunakan oleh konsumen untuk ditukarkan dengan barang dan jasa yang diinginkannya di tempat-tempat yang dapat menerima pembayaran dengan menggunakan kartu kredit (Merchant).
Pengertian kartu kredit dalam pasal 1 angka 4 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/52/PBI/2005 sebagaimana diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/8/PBI/2008 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu, yaitu :
“ Kartu Kredit adalah Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran tersebut pada waktu yang disepakati baik secara sekaligus (charge card) ataupun secara angsuran.”
HAKIKAT KARTU KREDIT.
Masalah kartu kredit secara global dapat dijelaskan dengan pendekatan bahwa kartu tersebut secara umum tersusun dari beberapa transaksi.
Pertama,
Transaksi yang mengaitkan antara pihak yang mengeluarkan kartu (Issuer Card) dengan pihak pemegangnya (Cardholder/Cardmember).
Transaksi ini terdiri dari tiga unsur: jaminan, penjaminan dan peminjaman. Pihak yang mengeluarkan kartu telah memberikan jaminan untuk pemegang kartu tersebut di hadapan pedagang (Merchant), meminjamkan kepadanya dana yang dia tarik melalui kartu tersebut, lalu pemegang kartu telah menjadikan pihak bank sebagai penjaminnya untuk melunasi pembayaran tersebut kepada si pedagang.
Kedua,
Transaksi antara yang mengeluarkan kartu (Issuer Card) dengan pihak pedagang (Merchant)
Transaksi ini terdiri dari dua unsur saja: Jaminan dan penjaminan. Pihak yang mengeluarkan kartu telah memberikan jaminan kepada pedagang untuk membayarkan semua haknya melalui kartu tersebut, yang kemudian pihak bank akan menagih pembayaran itu dari pemegang kartu nantinya dan memasukkannya ke dalam rekeningnya setelah terlebih dahulu memotongnya dengan biaya administrasi yang disepakati.
Ketiga,
Transaksi antara pemegang kartu (Cardholder/Cardmember) dengan pedagang (Merchant) yang hukumnya disesuaikan dengan jual beli atau penyewaan yang dilakukan sesuai dengan karakter transaksi di samping sistem hiwâlah
Dalam sistem ini pemegang kartu melimpahkan pembayaran barang jualan pedagang kepada pihak yang mengeluarkan kartu tersebut.
MACAM-MACAM KARTU KREDIT
Adapun jenis-jenis kartu kredit dapat digolongkan berdasarkan Fungsinya yaitu :
Credit Card
Kartu kredit atau credit card adalah jenis kartu yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran transaksi jual beli barang atau jasa dimana pelunasan atau pembayarannya dapat dilakukan dengan sekaligus atau dengan cara mencicil sejumlah minimum tertentu.
Jumlah cicilan tersebut dihitung dari nilai saldo tagihan ditambah bunga bulanan. Tagihan pada bulan yang lalu termasuk bunga (Retail Interest) merupakan pokok pinjaman pada bulan berikutnya. Misalnya tagihan bulan sebelumnya adalah Rp. 1.000.000,00. Pembayaran minimum ditetapkan misalnya 10% dari total tagihan dengan pembayaran minimum sebesar Rp.50.000,00. Dari angka tersebut maka pemegang kartu harus membayar cicilan sebesar 10 % x Rp. 1.000.000,00 = Rp. 100.000,00. Sekiranya hasil perkalian dari tagihan tersebut kurang dari Rp. 50.000,00, maka jumlah cicilan bulan yang bersangkutan minimum Rp. 50.000,00.
Misalnya jumlah tagihan sebesar Rp.200.000,00, maka jumlah cicilan adalah 10 % x Rp. 200.000,00 = Rp. 20.000,00. Karena jumlah tersebut kurang dari RP. 50.000,00, maka pemegang kartu harus mencicil minimal Rp. 50.000,00. Apabila card holder melakukan transaksi melampaui kredit limit, maka pembayaran minimum adalah sebanyak kelebihan dari kredit limit ditambah 10 % dari total kredit limit. Pembayaran tersebut sudah harus dilakukan paling lambat pada tanggal jatuh tempo setiap bulan yang ditetapkan oleh issuer untuk setiap pemegang kartu. Keterlambatan pembayaran akan mengakibatkan kena denda keterlambatan atau late charge. Kartu kredit dapat digunakan pula untuk melakukan penarikan uang tunai baik langsung melalui teller pada kantor bank yang bersangkutan maupun ATM (Automated Teller Machine) di mana ada tertera logo atau nama kartu yang dimiliki, baik di dalam maupun di luar negeri.
Pemilik kartu ini diberikan pilihan dengan cara menutupi semua tagihannya secara lengkap dalam jangka waktu yang ditetapkan atau sebagian dari jumlah tagihannya dan sisanya diberikan dengan cara ditunda, dan dapat diikutkan pada tagihan berikutnya. Bila ia menunda pembayaran, ia akan dikenakan dua macam bunga: pertama bunga keterlambatan, kedua bunga dari sisa dana yang belum ditutupi. Kalau ia berhasil menutupi dana tersebut dalam waktu yang ditentukan, ia hanya terkena satu macam bunga saja, yaitu bunga penundaan pembayaran. Dana yang ditarik tidak akan terbatas bila pemiliknya terus saja melunasi tagihan beserta bunga kartu kreditnya secara simultan. Kartu kredit yang umum digunakan dalam transaksi ini adalah Visa dan Master Card.
Charge Card
Charge Card adalah kartu yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran suatu transaksi jual beli barang atau jasa dimana nasabah harus membayar kembali seluruh tagihan secara penuh pada akhir bulan atau bulan berikutnya dengan atau tanpa biaya tambahan.
Misalnya, total nilai transaksi pada bulan sebelumnya adalah Rp. 1.000.000,00, maka pada saat tagihan diterima dari perusahaan kartu maka jumlah tagihan tersebut (atau ditambah biaya lainnya bila ada) harus dibayar seluruhnya paling lambat pada tanggal jatuh tempo pembayaran setiap bulan yang sebelumnya telah ditetapkan oleh issuer.
Di antara keistimewaan paling menonjol dari kartu ini adalah :
- Tidak ada keharusan pemberian kartu ini adanya rekening pemegangnya pada pihak yang mengeluarkan (Issuer)
- Diharuskannya menutup total dana yang ditarik secara lengkap dalam waktu tertentu yang diperkenankan, atau sebagian dari dana tersebut. Biasanya waktu yang diperkenankan dan disepakati, biasanya tidak lebih dari tiga puluh hari, namun terkadang bisa mencapai dua bulan. Kalau pihak pembawa kartu terlambat membayarnya dalam waktu yang telah ditentukan, ia akan dikenai denda keterlambatan dan pihak issuer berhak Kalau ia menolak membayar, keanggotaannya dicabut, kartunya ditarik kembali dan persoalannya diangkat ke pengadilan. contohnya adalah American Express Car
Debit Card
Debit Card berbeda dengan kedua kartu plastik yang telah disebutkan di atas. Pembayaran atas transaksi jual beli barang atau jasa dengan menggunakan kartu debit ini pada prinsipnya merupakan transaksi tunai dengan tidak menggunakan uang tunai akan tetapi pelunasannya atau pembayarannya dilakukan dengan cara men-debit (mengurangi) secara langsung saldo rekening simpanan pemegang kartu yang bersangkutan dan dalam waktu yang sama meng-kredit rekening penjual (Merchant) sebesar jumlah nilai transaksi pada bank penerbit (pengelola).
Mekanisme pembayaran dengan debit card yang sedang dikembangkan saat ini adalah pemegang kartu menyerahkan kartu debitnya pada kasir di counter penjualan (At The Point Of Sales). Kemudian dengan menggunakan alat elektronik yang online dengan bank, saldo rekening pemegang kartu akan langsung terlihat pada monitor yang selanjutnya akan di-debit sebesar jumlah nilai transaksinya dengan meng-kredit rekening merchant. Seperti halnya dengan kartu kredit, jenis kartu debit ini dapat digunakan pula untuk menarik uang tunai baik melalui counter bank maupun melalui mesin kas otomatis atau ATM yang berfungsi sebagai cash card.
HUKUM KARTU KREDIT
Kartu kredit ini memiliki beberapa alasan untuk dilarang. Di antaranya:
Pertama: Persyaratan Berbau Riba.
Transaksi untuk mengeluarkan kartu-kartu tersebut pada umumnya mengandung beberapa komitmen berbau riba yang intinya mengharuskan pemegang kartu untuk membayar bunga-bunga riba atau denda-denda finansial bila terlambat menutupi hutangnya.
Kedua: Prosentase yang dipotong oleh pihak yang mengeluarkan kartu dari bayaran untuk pedagang.
Sudah dimaklumi, pihak yang mengeluarkan kartu tidak membayar jumlah bayaran yang ditetapkan dalam rekening pembayaran. Namun pihak yang mengeluarkan kartu akan memotong prosentase yang disepakati bersama dalam transaksi yang tegas antara pihaknya dengan pihak pedagang.
Sebagaian Ahli fiqih memandangnya sebagai biaya administrasi, upah dari pengambilan pembayaran dari nasabah. Sementara mengambil upah dari usaha pengambilan hutang atau menyampaikan barang yang dihutangkan adalah boleh-boleh saja. Juga bisa jadi sebagai upah dari jasa yang diberikan oleh pihak bank kepada pihak pedagang, seperti pesan-pesan, iklan, dan bantuan penyaluran barang atau yang sejenisnya. Bisa juga didudukkan sebagai upah perantara. Karena pihak bank sudah membantu mencarikan pelanggan untuk pihak pedagang, sehingga layak mendapatkan upah karenanya.
Lembaga Syariat Perusahaan Perbankan ar-Rajihi membolehkan uang administrasi ini dalam fatwanya nomor 47. lembaga ini menetapkan bahwa tidak ada larangan mengambil prosentase dari harga yang dibeli oleh pemegang kartu, selama prosentase itu dipotong dari upah jasa atau dari harga barang. Sistem pemotongan ini diambil dari pihak penjual untuk kepentingan bank yang mengeluarkan kartu dengan perusahaan visa internasional.
Ketiga: Denda Keterlambatan dan Bunga Riba.
Pihak yang mengeluarkan kartu ini menetapkan beberapa bentuk denda finansial karena keterlambatan penutupan hutang, karena penundaan atau karena tersendatnya pembayaran dana yang ditarik melalui kartu. Denda semacam itu termasuk riba yang jelas yang tidak pantas diperdebatkan lagi.
Dengan demikian jelaslah kartu kredit terlarang dalam islam karena bersandar kepada bunga ribawi setelah berlalu masa tenggang pembayaran tanpa pelunasan jumlah yang harus dilunasi. Juga adanya persyaratan menanggung bunga setelah akhir masa pelunasan yang merupakan syarat ribawi yang tidak boleh dipersyaratkan.
Seandainya kartu kredit ini dijauhkan dari bunga riba dan persyaratannya serta mencukupkan dengan mengambil uang administrasi yang diambil ketika keluar kartu tersebut dan mengambil keuntungan penggunaan kartu dari para pedagang yang memberikan potongan prosentase yang telah disepakati bersama, maka hal itu diperbolehkan. [1]
Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia, Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiyyah wal Ifta ditanya :
Kartu Kredit (Credit Card) diberikan oleh beberapa perusahaan dengan pinjaman tertentu yang bisa diajukan ke pihak mana pun juga, di mana seseorang bisa mengambil dana yang ada pada kartu tersebut. Kemudian bank yang akan membayar tagihan itu kepada perusahaan yang memberikan kartu dan mengambil yang menjadi haknya. Pinjaman ini dengan tenggang waktu tertentu yang disebutkan di dalam kartu. Jika pemegangnya membayar sebelum jatuh tempo maka tidak ada denda baginya. Dan jika terlambat maka dia harus membayar denda 1%. Dan sebagian perusahaan ada yang memberikan sejumlah uang atas pelayanan ini sebagai imbalan pemberian kartu.
Jawaban
Jika kenyataannya seperti yang disebutkan, yaitu adanya kesepakatan bahwa jika peminjam melunasi pinjaman sebelum jatuh tempo maka tidak akan dikenakan denda apapun adanya. Dan jika terlambat maka dia harus membayar tambahan 1% dari dana yang ada. Maka yang demikian itu termasuk akad yang berbau riba, di mana di dalamnya masuk riba fadhl, yaitu riba karena adanya penambahan. Juga riba nasi’ah yaitu riba karena adanya penanggungan pembayaran. Demikian juga dengan hukum, jika perusahaan membayar uang dan mengambil tambahan padanya sebagai imbalan atas pelayanan ini, bahkan yang kedua ini lebih jelas mengandung riba daripada yang pertama.
Wabillaahit Taufiq. Dan mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan kesejahteraan dan keselamatan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para sahabatnya.
Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiyyah wal Ifta no. 5832(13/523)
Yang menandatangani fatwa ini:
Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz selaku ketua, Syaikh Abdurrazaq Afifi selaku wakil ketua dan Syaikh Abdullah bin Qu’ud selaku anggota.
HUKUM DEBIT CARD
Sedangkan debit card tidak terdapat unsur ribawi sehingga diperbolehkan, seperti fatwa komisi tetap untuk penelitian ilmiah dan fatwa kerajaan Saudi Arabia ketika ditanya : Saya mengharap penjelasan dari anda tentang penggunaan kartu Saudi Net (sejenis kartu Debit) saat membeli barang di toko dengan penjelasan sebagai berikut.
Ketika jumlah harga semua pembelian telah dihitung, misalnya sebesar 150 riyal, kartu tersebut kemudian diberikan kepada petugas kasir yang akan menggesekkan kepada sebuah mesin yang ada di situ. Total pembelian secara otomatis terbayarkan, yaitu dengan cara mentransfer uang dari rekening pembeli ke rekening pemilik toko. Semua itu dilakukan secara instan, bahkan sebelum pembeli itu belum meninggalkan toko.
Jawaban
Jika pesoalannya adalah sebagaimana yang anda gambarkan, maka tidak mengapa menggunakan kartu sebagaimana yang anda sebutkan sepanjang si pembeli memang memiliki sejumlah uang di dalam rekeningnya agar ia bisa membayar pembelian yang ia lakukan.
Hanya Allah tempat memohon keselamatan. Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluarganya dan kepada para pengikutnya.
Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiyyah wal Ifta-Jilid 13 halaman 527, Fatwa no.18521
HUKUM CHARGE CARD
Adapun Charge Card juga diperbolehkan untuk jual beli dan biaya administrasi dalam mendapatkannya dihukumi boleh, karena itu kompensasi dari layanan yang diberikan dengan syarat biaya administrasinya tetap dan tidak mengikuti besaran uang yang digunakan. Demikian juga untuk kebolehannya tidak boleh ada denda karena keterlambatan pelunasan, karena itu termasuk riba dan terlarang
Demikianlah hukum menggunakan jenis-jenis kartu kredit yang ada dan digunakan dimasyarakat dalam fikih.
Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XIX/1437H/2016M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] al-Fiqh al-Muyassar 10/17.
_______
Footnote
[1] al-Fiqh al-Muyassar 10/17.
0 komentar:
Posting Komentar