Hukum Bitcoin – Koreksi Artikel Bitcoin
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Dulu kami pernah menyimpulkan bahwa bitcoin itu mata uang digital. Waktu itu bitcoin masih belum semarak seperti sekarang. Harga 1 bitcoin (BTC) ketika itu sekitar 7jt-an. Kesimpulan kami didukung oleh lembaga fatwa Syabakah Islamiyah,
فالعملة الرقمية، أو النقود الإكترونية عملات في شكل إلكتروني غير الشكل الورقي، أو المعدني المعتاد. وعلى ذلك فشراؤها بعملة مختلفة معها في الجنس أو متفقة يعد صرفًا
Bitcoin (al-Umlah ar-Raqamiyah) atau mata uang elektronik (an-Nuqud al-Iliktroni) adalah mata uang dalam bentuk digital, tidak seperti mata uang kertas atau mata uang berbahan logam tambang, seperti yang umumnya beredar. Karena itu, membeli mata uang digital dengan mata uang lain yang berbeda, termasuk transaksi sharf (transaksi mata uang). (Fatawa Syabakah Islamiyah no. 191641)
Hingga suatu ketika, Allah mempertemukan kami dengan penjelasan tentang bagaimana cara menambang (mining) bitcoin. Dari penjelasan itu, kami langsung private artikel di atas, karena kami menyimpulkan bitcoin BUKAN uang atau alat tukar digital.
Sekilas Tentang Cara Mining Bitcoin
Sekali lagi, hanya sekilas, agar kita semakin jelas seperti apakah hakekat bitcoin?.
Para penambang (miners) bitcoin bisa mendapatkan bitcoin melalui olah script untuk memecahkan algoritma tertentu. Untuk mendapatkan coin, para miners harus melakukan running script (olah data) untuk verifikasi data transaksi yang tersimpan dalam sebuah blok yang mereka sebut dengan blockchain. Siapa yang berhasil, akan mendapatkan bitcoin. Saat ini, dalam 10 menit ada 12,5 bitcoin tercipta. Dan angka ini bisa mengalami perubahan.
Bitcoin BUKAN Uang Digital
Jika bitcoin BUKAN uang digital, lalu status dia sebagai apa? Sementara di luar negeri, terutama kebanyakan negara eropa, orang sudah menggunakan bitcoin untuk transaksi.
Tidak semua yang bisa digunakan transaksi, bisa disebut sebagai uang. Permen bisa digunakan dalam kondisi kepepet, ketika tidak memiliki kembalian. Meskipun kita tidak menyebutnya sebagai mata uang.
Lalu apa definisi yang lebih tepat untuk bitcoin?
Menurut kami, lebih tepatnya bitcoin dinyatakan sebagai properti digital yang dianggap bernilai oleh komunitasnya. Dan ukuran nilainya sangat bergantung kepada tren yang berlaku di komunitasnya.
Ada beberapa alasan yang mendasari ini,
[1] Bitcoin tidak disepakati semua masyarakat. Banyak negara menolak penggunaan bitcoin. Mereka mengakui keberadaaan bitcoin, tapi mereka menolak penggunaannya.
Jika anda ekspor barang ke eropa, bisa jadi anda tidak akan bersedia ketika anda dibayar menggunakan bitcoin, ketika anda tidak menganggap bahwa itu sesuatu yang berharga.
[2] Bitcoin termasuk Cryptocurrency, yang tidak memiliki nilai intrinsik. Dia berkembang mengikuti tren. Bahkan memungkinkan bagi siapapun untuk membuat sendiri mata uang yang lain dengan script yang berbeda.
Saat ini ada banyak Cryptocurrency yang dikembangkan, seperti:
1) Litecoin (LTC) Litecoin, dilaunching tahun 2011,
2) Ethereum (ETH)
3) Zcash (ZEC)
4) Dash.
5) Ripple (XRP)
6) Monero (XMR)
Dan tren bisa berpindah, dari satu Cryptocurrency ke Cryptocurrency yang lain.
[3] Bitcoin sangat labil, sehingga tidak memiliki nilai ketahanan sama sekali.
Dan ini sangat bertentangan dengan karakter mata uang, yang dia dia digunakan untuk acuan harga. Karena bitcoin sangat tergantung kepada tren di komunitasnya.
Info dari salah satu situs business insider Singapura, pada tahun 2010, ada seseorang yang membeli 2 pizza dengan membayar 10 ribu bitcoin. Awal 2017, bitcoin masih di angka 7 juta-an, kemarin sempat 200 juta, dan saat artikel ini diketik turun menjadi 134jt.
[4] Bitcoin sangat rentan untuk hilang nilai.
Dan sekali lagi, ini masalah tren. Dulu ada bitconnect coin (BCC), januari ini ditutup, akhirnya banyak investor yang jatuh bangkrut. Padahal dulu harga BCC bisa mencapai $ 400, lalu nyungsep hingga tinggal $ 0,00…, menjadi sesuatu yang sangat tidak berharga dan sekarang tutup.
Bitcoin bisa saja mengalami kondisi yang sama ketika pasarnya hancur.
Dalil Larangan Bitcoin
Setidaknya transaksi bitcoin masuk dalam larangan jual beli gharar seperti yang ditegaskan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli gharar. (HR. Muslim 3881, Abu Daud 3378 dan yang lainnya).
Dan inti dari gharar adalah adanya jahalah (ketidak jelasan) yang menyebabkan adanya mukhatharah (spekulasi, untung-untungan), baik pada barang maupun harga barang.
Contoh bentuk gharar lainnya yang dilarang oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah jual beli ijon. Jual beli buah yang ada di pohon, sebelum layak untuk dipanen.
Ketika akad ini dilakukan, di sana ada dua kemungkinan yang akan dihadapi oleh penjual dan pembeli. Jika buahnya banyak yang utuh, bisa dipanen, maka pembeli untung dan penjual merasa dirugikan karena harga jualnya murah. Sebaliknya ketika buahnya banyak yang rusak, pembeli dirugikan dan penjual untung besar. Karena andai buah ini tidak segera dia jual, dia akan mengalami gagal panen.
Ketika akad ini dilakukan, di sana ada dua kemungkinan yang akan dihadapi oleh penjual dan pembeli. Jika buahnya banyak yang utuh, bisa dipanen, maka pembeli untung dan penjual merasa dirugikan karena harga jualnya murah. Sebaliknya ketika buahnya banyak yang rusak, pembeli dirugikan dan penjual untung besar. Karena andai buah ini tidak segera dia jual, dia akan mengalami gagal panen.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – نَهَى عَنْ بَيْعِ الثِّمَارِ حَتَّى تُزْهِىَ . فَقِيلَ لَهُ وَمَا تُزْهِى قَالَ حَتَّى تَحْمَرَّ
Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang menjual buah sampai layak untuk dipanen. Beliau ditannya, ‘Apa tanda kelayakan dipanen?’ jawab beliau, “Sampai memerah.” Lalu beliau bersabda,
أَرَأَيْتَ إِذَا مَنَعَ اللَّهُ الثَّمَرَةَ ، بِمَ يَأْخُذُ أَحَدُكُمْ مَالَ أَخِيهِ
“Bagaimana menurut kalian, jika Allah mentaqdirkan buahnya tidak bisa diambil? Bagaimana bisa penjual mengambil harta temannya?” (HR. Bukhari 2198 & Ibnu Hibban 4990).
Jual beli ijon dilarang oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena ghararnya besar. Meskipun penjual dan pembeli melakukannya atas dasar saling ridha. Namun keberadaan ridha tidak cukup. Karena yang menjadi masalah bukan di adanya pemaksaan terhadap pelaku akad, tapi di objek transaksi yang tidak jelas.
Jika keberhasilan transaksi ijon bergantung kepada takdir tatkala panen, keberhasilan investasi bitcoin sangat bergantung kepada takdir tren yang berlaku di komunitasnya. Selama mereka masih suka, harga bitcoin masih bisa dipertahankan. Ketika mereka bosan, seketika akan hilang.
Semoga Allah menjauhkan hidup kita dari godaan harta di dunia data…
Demikian, Allahu a’lam
0 komentar:
Posting Komentar