Hukum Bersalaman Antara Guru dan Murid SMA-nya yang Lain Jenis
Pertanyaan:
Ada
seorang Ibu guru yg mengajar di Sekolah Menengah Atas (SMA) di kota
Bandung. Menurut penuturannya, di sekolahannya tersebut diterapkan
kebiasaan bagi siswa-siswinya apabila bertemu teman atau guru, mereka
mengamalkan 5 S, yaitu: senyum, salam, sapa, sopan, dan santun. Yang
jadi masalah adalah apabila siswa yang laki-laki jika bertemu tidak
hanya 5 S tapi disertai pula dengan jabat tangan dengan ibu guru tadi,
padahal dalam usia anak SMU sudah masuk akil baligh. Apakah dibolehkan
tindakan mereka dalam kacamata agama Islam, dasar hukum yang dipakai
apa?
Sri Wulandari - di Bandung
______________________
Jawaban Oleh: Ust. Badrul Tamam
Al-hamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.
Bagi
setiap muslim atau muslimah wajib tunduk kepada ketetapan Islam, baik
yang dirasa sesuai dengan kebiasaannya atau tidak. Karena Inti dari
makna Islam adalah tunduk dan menyerah kepada katetapan Allah Ta'ala.
Sehingga Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Tidak beriman salah seorang kalian sehingga hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa."
Dalam
hubungan pergaulan laki-laki dan perempuan, Islam telah memiliki satu
aturan yg menjadi bagian dari syariatnya. Di mana kaum muslimin wajib
menerima dan menjalankannya secara keseluruhan, sesuai dengan
kemampuannya.
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا
تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
"Hai
orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara
keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan.
Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu." (QS. al-Baqarah: 208)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
"Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa
kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan
beragama Islam." (QS. Ali Imran: 102)
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا
"Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah." (QS. al-Taghabun: 16)
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
bersabda, “Apabila aku melarang sesuatu, tinggalkanlah. Dan apabila aku
memerintahkan kepada sesuatu, lakukanlah semampu kamu." (HR Bukhari dan
Muslim)
Berjabat
tangan adalah sesuatu yang baik dan bagian dari kesopanan. Bahkan orang
yang tidak mau berjabat tangan ketika bertemu atau hadir di suatu
pertemuan, biasanya, dianggap sebagai orang sombong dan kurang beradab.
Menurut
Imam An-Nawawi, berjabat tangan (salaman) telah disepakati sebagai
bagian dari sunnah ketika bertemu. Ibn Batthal juga menjelaskan, “Hukum
asal jabat tangan adalah satu hal yang baik menurut umumnya ulama.” (Syarh Shahih Al-Bukhari Ibn Batthal, 71/50).
Menurut Imam An-Nawawi, berjabat tangan (salaman) telah disepakati sebagai bagian dari sunnah ketika bertemu.
Dalam beberapa riwayat, jabat tangan juga diamalkan para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, di antaranya:
Qatadah bertanya kepada Anas bin Malik: “Apakah jabat tangan itu dilakukan diantara para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Anas menjawab: “Ya.” (HR. Al-Bukhari, 5908).
Abdullah bin Hisyam mengatakan: “Kami pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sementara beliau memegang tangan Umar bin Al-Khattab.” (HR. Al-Bukhari 5909).
Ka’ab bin Malik mengatakan: “Aku masuk masjid, tiba-tiba di dalam masjid ada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kemudian Thalhah bin Ubaidillah berlari menyambutku, menjabat tanganku
dan memberikan ucapan selamat kepadaku.” (HR. Al-Bukhari 4156).
Ibn Batthal: “Hukum asal jabat tangan adalah satu hal yang baik menurut umumnya ulama.”
Keutamaan Berjabat Tangan
Berjabat tangan dengan sesama saudara seiman memiliki banyak keutamaan, antara lain:
Pertama, orang yang berjabat tangan akan diampuni dosanya.
Dari Al Barra’, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Tidaklah dua orang muslim bertemu kemudian berjabat tangan
kecuali akan diampuni dosa keduanya selama belum berpisah.” (Shahih Abu
Daud, 4343).
Dari Hudzifah bin Al-Yaman, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya seorang mukmin jika bertemu dengan mukmin yang lain,
kemudian dia memberi salam dan menjabat tangannya maka dosa-dosa
keduanya akan saling berguguran sebagaimana daun-daun pohon berguguran.”
(Diriwayatkan oleh Al Mundziri dalam At Targhib dan dishahihkan Syaikh Al Albani dalam As Shahihah, 525).
Kedua, Berjabat tangan bisa menjadi sebab hilangkannya kebencian dalam hati.
“Lakukanlah
jabat tangan, karena jabat tangan bisa menghilangkan permusuhan.”
Tetapi hadis ini didhaifkan oleh Syaikh Al Albani (Ad Dha’ifah, 1766)
“Lakukanlah jabat tangan, itu akan menghilangkan kedengkian dalam hati kalian.” (HR. Imam Malik dalam Al-Muwatha’ dan didhaifkan oleh Syaikh Al-Albani)
Terdapat
beberapa hadis dalam masalah ini, namun semuanya tidak lepas dari
cacat. Terlepas dari hadis di atas, telah terbukti dalam realita bahwa
berjabat tangan memiliki pengaruh dalam menghilangkan kedengkian hati
dan permusuhan.
Ketiga, Berjabat tangan merupakan ciri orang-orang yang hatinya lembut.
Ketika penduduk Yaman datang, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Penduduk Yaman telah datang, mereka adalah orang yang hatinya lebih lembut dari pada kalian.” Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu
berkomentar tentang sifat mereka: “Mereka adalah orang yang pertama
kali mengajak untuk berjabat tangan.” (HR. Ahmad 3/212 & dishahihkan
Syaikh Al Albani, As Shahihah, 527).
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan bahwa penduduk Yaman adalah orang yang hatinya lebih lembut dari pada para sahabat. Di antara kelebihan mereka adalah bersegera untuk mengajak jabat tangan.
Namun,
perlu diperhatikan bahwa penjelasan di atas berlaku untuk jabat tangan
yang dilakukan antara sesama laki-laki atau sesama wanita.
Sedangkan
berjabat tangan antara laki-laki dengan wanita yang bukan mahram
hukumnya adalah haram, dalilnya sangat jelas, antara lain :
1. Dalam Shahihain, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menegaskan :
إِنَّ
اللهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيْبَهُ مِنَ الزَّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ
لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زَنَاهُمَا النَّظَرُ وَالْأُذَنَانِ
زِنَاهُمَا الْإِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ
زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى
وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
“Sesungguhnya
Allah telah menetapkan bagi setiap anak Adam bagiannya dari zina, ia
mengalami hal tersebut secara pasti. Mata zinanya adalah memandang,
kedua telinga zananya adalah mendengar, lisan zinanya adalah berbicara,
tangan zinanya adalah memegang dan kaki zinanya adalah berjalan dan hati
berhasrat dan berangan-angan dan hal tersebut dibenarkan oleh kemaluan
atau didustakan.”
Imam An-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim
(8/457) mengatakan: “Bahwa setiap anak Adam ditakdirkan untuk melakukan
perbuatan zina. Di antara mereka ada yang melakukan zina sesungguhnya,
yaitu memasukkan kemaluan ke dalam kemaluan. Di antara mereka ada yang
zinanya tidak sungguhan, dengan melihat hal-hal yang haram, atau
mendengarkan sesuatu yang mengarahkan pada perzinaan dan usaha-usaha
untuk mewujudkan zina, atau dengan bersentuhan tangan, atau menyentuh
wanita asing dengan tangannya, atau menciumnya…”
Sedangkan
pada (16/316), An-Nawawi menjelaskan: “Hadits ini menerangkan bahwa
haramnya memegang dan menyentuh selain mahram karena hal itu adalah
pengantar untuk melakukan zina kemaluan”.
Hadits ini menerangkan bahwa haramnya memegang dan menyentuh selain mahram karena hal itu adalah pengantar untuk melakukan zina kemaluan.(Imam An-Nawawi)
Ibn Hibban memasukkan hadis ini dalam kitab Shahih-nya.
Beliau meletakkan hadis ini di bawah judul: “Bab Penggunaan istilah
zina untuk tangan yang menyentuh sesuatu yang tidak halal.” (Shahih Ibn Hibban, 10/269).
Dalam
kesempatan yang lain, Ibnu Hibban memberikan judul: “Bab, digunakan
istilah zina untuk anggota badan yang melakukan suatu perbuatan yang
merupakan cabang dari perzinaan.” (Shahih Ibn Hibban, 10/367).
Penamaan
judul Bab dalam kitab shahihnya (yang dilakukan Ibn Hibban) di sini
menunjukkan bahwa beliau memahami bahwa kasus pelanggaran yang dilakukan
anggota tubuh yang mengantarkan zina adalah bentuk perbuatan zina.
Karena penamaan judul bab para penulis hadis adalah pernyataan pendapat
beliau.
Al
Jash-shas mengatakan: “Digunakan istilah zina untuk kasus ini dalam
bentuk majaz (bukan zina sesungguhnya dengan kemaluan, -pen).” (Ahkam Al-Qur’an, 3/96).
Kesimpulannya,
istilah zina bisa digunakan untuk semua anggota badan yang melakukan
pelanggaran, karena perbuatan tersebut merupakan pengantar terjadinya
perzinaan. Sedangkan zina yang hakiki adalah zina kemaluan.
2. Hadits Ma’qil bin Yasar radhyiallahu ‘anhu :
لَأَنْ يُطْعَنُ فِيْ رَأْسِ أَحَدِكُمْ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيْدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لاَ تَحِلُّ لَهُ
“Andaikata
kepala salah seorang dari kalian ditusuk dengan jarum besi, itu lebih
baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Ar-Ruyani dalam Musnad-nya no.1282, Ath-Thabrani 20/no. 486-487 dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman no. 4544 dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 226).
Hadits ini menunjukkan bahwa menyentuh/berjabat tangan dengan selain mahram adalah dosa besar (Nashihati lin-Nisa' hal.123).
Berkata Asy-Syinqithy dalam Adwa` Al-Bayan
(6/603): “Tidak ada keraguan bahwa fitnah yang ditimbulkan akibat
menyentuh/berjabat tangan dengan selain mahram lebih besar dan lebih
kuat dibanding fitnah memandang”.
Berkata Abu ‘Abbas Ahmad bin Muhammad bin ‘Ali Al-Makky Al-Haitami (Az-Zawajir 2/4) bahwa: “Dalam hadits ini menunjukkan bahwa menyentuh dan berjabat tangan dengan selain mahram adalah termasuk dosa besar”.
“Dalam hadits ini menunjukkan bahwa menyentuh dan berjabat tangan dengan selain mahram adalah termasuk dosa besar”.
(Abu Abbas al-Haitami)
3. Hadits Amimah bintu Raqiqoh radhiyallahu ‘anha, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إِنِّيْ لاَ أُصَافِحُ النِّسَاءَ
"Sesungguhnya aku tidak pernah berjabat tangan dengan wanita.” (HR. Malik 1775, Ahmad 6/357, Ibnu Majah 2874, An-Nasa'i 7/149, dan lainnya).
Hadits ini dihasankan oleh Al-Hafizh dalam Fathul Bari 12/204, dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 529 dan Syeikh Muqbil dalam Ash-Shahih Al-Musnad Mimma Laisa Fii Ash-Shahihain).
Berkata Ibnu ‘Abdil Barr dalam At-Tamhid (12/243): "Dalam sabda beliau 'aku tidak pernah berjabat tangan dengan wanita'
ada dalil tentang tidak bolehnya seorang lelaki bersentuhan dengan
perempuan yang tidak halal baginya (bukan mahramnya-pent.) dan menyentuh
tangannya dan berjabat tangan dengannya.”
4. Hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dalam riwayat Shahihain, beliau berkata:
وَاللهِ
مَا مَسَّتْ يَدُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ
وَسَلَّمَ يَدَ امْرَأَةٍ قَطٌّ فِي الْمُبَايَعَةِ أَنَّهُ يُبَايِعُهُنَّ
بِالْكَلاَمِ
“Demi
Allah tidak pernah sama sekali tangan Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam menyentuh tangan wanita dalam berbai’at, beliau hanya membai’at
mereka dengan ucapan".
Berkata Imam An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim (13/16): “Dalam hadits ini menjelaskan bahwa bai’at wanita dengan ucapan, bukan dengan menyentuh tangan”.
Berkata
Ibnu Katsir dalam Tafsirnya (4/60): “Hadits ini sebagai dalil bahwa
bai’at wanita dengan ucapan tanpa dengan menyentuh tangan.”
Jadi
bai’at terhadap wanita dilakukan dengan ucapan tidak dengan menyentuh
tangan. Adapun asal dalam berbai’at adalah dengan cara menyentuh tangan
sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membai’at
para shahabatnya dengan cara menyentuh tangannya. Hal ini menunjukkan
haramnya menyentuh/berjabat tangan kepada selain mahram dalam berbai’at,
apalagi bila hal itu dilakukan bukan dengan alasan bai’at tentu dosanya
lebih besar lagi.
Kesimpulan
Bahwa
kebiasaan yang diterapkan di sekolah Menengah Atas di bandung tersebut,
jabat tangan antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram adalah tidak
benar dan tertentangan dengan ajaran Islam. Karenanya harus
ditinggalkan. Dan perlu diketahui bahwa apa yang dilarang Islam itu
karena di dalamnya terdapat keburukan. Dan betapa banyak perzinahan atau
munculnya niatan zina dalam diri seseorang, baik laki-laki atau wanita
diawali dari bersentuhannya kulit antar lawan jenis seperti berjabat
tangan. Wallahu Ta'ala A'lam. (PurWD/voa-islam)
0 komentar:
Posting Komentar