Sebab Kekufuran Karena Ghuluw (Sikap Berlebihan) Pada Orang-orang Shalih

Firman Allah ta’ala, “Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampui batas dalam agamamu dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) ruh dari-Nya (An-Nisa’ : 171).

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu tentang firman Alah ta’ala, “Dan mereka berkata, ‘Janganlah sekali-kali kamu meninggalkan penyembahan kepada tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwa’, Yaghits, Ya’uq, dan Nasr.” (Nuh: 23), beliau berkata, “Ini adalah nama orang-orang shalih dari kaum Nabi Nuh, ketika mereka mati, setan membisikkan kepada kaum mereka, ‘Buatlah patung-patung ditempat-tempat dimana mereka pernah mengadakan pertemuan disana, dan mereka menamakan patung-patung itu dengan nama-nama mereka.’ Maka mereka melakukannya. (Saat itu) patung-patung tersebut belum disembah. Hingga setelah orang-orang yang membuat patung tersebut meninggal dunia dan ilmu yang benar telah dilupakan, maka patung-patung itupun disembah.” (HR. Bukhari no. 4940)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tidak sedikit kalangan salaf berkata, “Ketika mereka mati, orang-orang sering mengerumuni kuburan mereka, kemudian mereka membuat patung-patung  mereka, kemudian dimasa yang panjang berlalu, dan akhirnya orang-orang itu menyembah mereka.”
Dari Umar bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian memujiku secara berlebih-lebihan sebagaimana orang-orang Nasrani memji (Nabi Isa) putra Maryam secara berlebih-lebihan, aku hanya seorang hamba, maka katakanlah, ‘Hamba dan Rasul Allah’.” (HR. Bukhari no. 3445, 68830 dan Muslim)
Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Jauhilah ghuluw (sikap berlebihan), karena yang telah membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah sikap ghuluw.” (HR. Ahmad no. 3238, an-Nasa’i no.3059 dan Ibnu Majah no. 3029)
Dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Celakalah orang-orang yang berlebih-lebihan,” Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam mengucapkannya tiga kali. (HR. Muslim no. 2670)
Ghuluw adalah sikap berlebih-lebihan dalam mengagungkan baiik dengan perkataan dan keyakinan. Yakni, `janganlah kalian mengangkat makhluk dari kedudukannya dimana Allah telah mendudukannya pada kedudukan tersebut sehingga kalian mendudukkan yang bersangkutan dalam kedudukan yang hanya patut untuk Allah semata. Walaupun ayat diatas tertuju kepada Ahli Kitab, namun ia bersifat umum mencakup seluruh umat. Ayat ini sebagai peringatan bagi umat agar tidak melakukan hal tersebut kepada Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam seperti yang sudah dilakukan oleh orang-orang Nasrani kepada Nabi Isa ‘Alaihissalam dan orang-orang Yahudi kepada Uzair.
Dalam Qurrah al-Uyun al-Muwahhidin dikatakan, “Sebagaimana yang terjadi pada perkataan al-Bushiri dan al-Bura’i dan selainnya, termasuk syirik dan ghuluw yang mereka lakukan sebagai sikap penentangan terhadap Allah, kitabNya dan RasulNya. Dimana posisi syirik yang mereka terjatuh ke dalamnya itu dari ucapan seorang laki-laki yang berkata kepada Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam, “Engkau adalah sayid kami, putra sayid kami, orang terbaik kami dan putra orang terbaik kami.” Yang mana Nabi sangat tidak menyukai ucapannya ini.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Barangsiapa dari umat ini yang meniru orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani, bersikap ghuluw terhadap agama dengan sikap ekstrim dan sikap asal-asalan maka dia telah menyamai mereka.”
Syaikhul Islam juga berkata, “Dalam syair al-Bushiri tersohor ucapannya,
Wahai makhluk yang mulia, kepada siapa gerangan aku berlindung
Kecuali kepadamu pada saat musibah datang silih berganti.
Dan bait-bait sesudahnya dimana isinya adalah mengikhlaskan doa, permohonan perlindungan, harapan dan berpegang dalam kondisi paling sulit dan keadaan paling menjepit kepada selain Allah.
Mereka sangat menentang Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, dengan berani melakukan apa yang Beliau larang. Mereka melawan Allah dan RasulNya dengan perlawanan keras. Hal itu karena setan menampakkan syirik besar ini dalam bentuk mencintai dan mengagungkan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam. Setan menunjukkan tauhid dan ikhlas yang dengannya Allah mengutus Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dalam wujud penghinaan kepada beliau, padahal orang-orang musyrik itulah para peleceh dan para penghina Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, mereka berlebih-lebihan dan mengagungkan beliau dengan apa yang sangat dilarang oleh beliau, mereka tidak menggubris perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan beliau, mereka tidak rela kepada hukum beliau dan tidak menerimanya. Padahal mengagungkan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam hanya terwujud dengan mengagungkan perintah dan larangan beliau, mengikuti petunjuk beliau, menerapkan sunnah beliau, menyeru kepada agama yang beliau menyeru kepadanya dan mendukungnya, loyal kepada orang-orang yang mengamalkannya dan membenci orang-orang yang menyelisihinya. Kemudian orang-orang musyrik itu menjungkirbalikkan apa yang Allah dan RasulNya inginkan, baik ilmu maupun amal, mereka melaksanakan apa yang Allah dan RasulNya larang. Semoga Allah memberi pertolongan.” 

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu tentang firman Alah ta’ala, “Dan mereka berkata, ‘Janganlah sekali-kali kamu meninggalkan penyembahan kepada tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwa’, Yaghits, Ya’uq, dan Nasr.” (Nuh: 23), beliau berkata, “Ini adalah nama orang-orang shalih dari kaum Nabi Nuh, ketika mereka mati, setan membisikkan kepada kaum mereka, ‘Buatlah patung-patung ditempat-tempat dimana mereka pernah mengadakan pertemuan disana, dan mereka menamakan patung-patung itu dengan nama-nama mereka.’ Maka mereka melakukannya. (Saat itu) patung-patung tersebut belum disembah. Hingga setelah orang-orang yang membuat patung tersebut meninggal dunia dan ilmu yang benar telah dilupakan, maka patung-patung itupun disembah.” (HR. Bukhari no.4940)
Ibnu Jarir berkata, Ibnu Humaid menyampaikan kepada kami dia berkata, Mihran menyampaikan kepada kami, dari Sufyan, dari Musa, dari Muhammad bin Qais,
“Bahwa Yaghuts, Ya’uq dan Nasr adalah orang-orang shalih anak cucu nabi Adam, mereka memiliki pengikut-pengikut yang meneladani mereka. Ketika mereka mati, para pengikut itu berkata, ‘Seandainya kita membuat patung mereka, niscaya hal itu lebih membuat kita bersemangat  dalam ibadah.’ Maka mereka melakukannya. Ketika mereka mati, datang para penerus dan iblis datang kepada penerus ini dan berkata, ‘Mereka dulu menyembah orang-orang shalih tersebut, dan dengan orang-orang shalih itu hujan diturunkan.’ Maka para penerus itu (mulai) menyembah mereka.”
Dalam Qurrah al-Uyun al-Muwahhidin dikatakan,
“Berhala-berhala yang dibuat dalam rupa orang-orang shalih ini menjadi semacam tangga kepada penyembahan kepadanya. Apapun yang disembah selain Allah  berupa kuburan, altar persembahan, berhala, thaghut, maka dasar penyembahannya adalah ghuluw, sebagaimana hal ini tidak samar bagi orang-orang yang berfikir. Sebagaimana yang terjadi pada penduduk mesir dan lainya, tuhan terbesar mereka adalah Ahmad al-Badawi seorang laki-laki yang asal-usulnya tidak jelas, tidak pula dikenal ilmu dan ibadahnya. Walaupun begitu ia menjadi tuhan teragung mereka, walaupun yang diketahui darinya hanyalah bahwa dia pernah masuk masjid pada hari jum’at lalu kencing didalamnya kemudian keluar dan tidak kembali. Hal ini disebutkan oleh as-Sakhawi dari Abu hayan. Lalu setan datang menghiasi penyembahan kepadanya, maka orang-orang meyakini bahwa dia bertindak pada alam semesta, memadamkan kebakaran, dan menyelamatkan orang tenggelam, orang-orang memberikan ilahiyah, rububiyah dan ilmu ghaib kepadanya. Mereka meyakini  bahwa ia mendengar ucapan mereka dan menjawab mereka dari negeri-negeri yang jauh. Diantara yang hadir ada yang sujud dikuburnya.
Sementara itu penduduk di Irak dan orang-orang sekitarnya seperti Oman meyakini pada Abdul Qadir al-jailani seperti keyakinan orang-orang mesir terhadap Ahmad al-badawi. Abdul Qadir sendiri adalah salah seoarang ulama Hanbali muta’akhkhir, dia mempunyai kitab al-Ghunyah, padahal selain Abdul Qadir dari kalangan ulama Hanbali, yang sebelum dan sesudahnya banyak yang lebih hebat darinya dari sisi ilmu dan kezuhudan, walaupun Abdul Qadir juga mempunyai dua perkara ini. Namun orang-orang terfitnah olehnya dengan fitnah besar seperti yang terjadi pada orang-orang Rafidhah kepada Ahlul Bait.
Sebab ghuluw tersebut adalah klaim bahwa dia mempunyai karomah-karomah, padahal selainnya yang lebih baik darinya juga mempunyai karomah seperti yang terjadi pada sebagian Sahabat Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dan Tabi’in. Demikian memang keadaan ahli syiri dengan orang-orang yang mereka jadikan sekutu bagi Allah ‘Azza wa jalla.
Lebih besar dari ini adalah ibadah orang-orang Syam kepada Ibnu Arabi, dedengkot akidah Wihdatul Wujud, dia adalah penduduk bumi yang paling kafir, kebanyakan orang-orang yang meyakini hal itu padanya tidak memiliki keutamaan dan tidak mempunyai agama, seperti sebagian orang-orang mesir lainnya. Hal seperti ini juga terjadi di Najed sebelum datang dakwah Syaikh Muhammad. Demikian pula Hija, Yaman dan lainnya terjadi pula penyembahan kepada thagut-thagut, pohon-pohon, batu-batu, kuburan-kuburan yang menjamur, seperti ibadah mereka kepada jin dan permintaan syafaat oleh mereka kepada para jin. Dasar ghuluw tersebut adalah bisikan setan.” [Selesai]
Dalam catatan kaki Fathul Majid dikatakan,
“Yang menyeret kepada ghuluw yang berujung kepada penyembahan kepada mereka selain Allah tidak lain adalah, pengagungan terhadap kuburan mereka, membangun kubah-kubah diatasnya, menutupinya dengan kain-kain kelambu, meneranginya dengan lampu-lampu, hadirnya para juru kunci dan para nelayan berwujud setan manusia padanya untuk menyeru manusia agar menyembah mereka dengan berbagai macam nazar. Maka harta nazar masuk kedalam kantong mereka. Jika tidak betapa banyak hamba-hamba Allah yang shalih dari kalangan Para Sahabat dan para Ulama yang mulia yang mempunyai jasa besar lagi baik bagi Islam yang dikubur di Mesir, Syam dan lainnya.mereka ini beribu-ribu kali lebih mulia daripada orang-orang sekelas al-badawi dan ad-Dasuqi, bahkan sandal mereka lebih mulia dan lebih berharga daripada al-Badawi dan orang-sepertinya, namun orang-orang musyrik itu tidak mengetahui mereka. Karena diats kubur mereka tidak dibangun patung-patung dan diatasnya tidak didirikan berhala-berhala.
Oleh karena itu. Orang yang mengaku bahwa dia mengunjungi kuburan-kuburan yang diatasnya didirikan berhala-berhala dan patung-paung ini dengan tujan mengambil pelajaran dan mengingatkan hari akhir adalah orang yang paling bodoh dan paling jauh dari petunjuk islam yang tidak mensyariatkan kubah-kubah diatas kuburan. Akan tetapi Islam hanya mengetahui kuburan tanpa bangunan diatasnya, tidak ada tulisan diatasnya, tidak diselimuti dengan kain sutera dan lainnya. Sangat-sangat mustahil mengambil pelajaran dari berhala-berhala dan patung-patung ini. 

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tidak sedikit kalangan salaf berkata, “Ketika mereka mati, orang-orang sering mengerumuni kuburan mereka, kemudian mereka membuat patung-patung  mereka, kemudian dimasa yang panjang berlalu, dan akhirnya orang-orang itu menyembah mereka.”
Ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh al-Bukhari dan Ibu Jarir. Hanya saja dia menyebutkan kedatangan orang-orang kepada kuburan mereka dalam skala rutin sebelum mereka membuat patung-patung mereka. Dan hal itu termasuk sarana syirik bahkan itulah syirik, karena berdiam diri dimasjid merupakan ibadah bagi Allah, maka jika mereka berdiam dikuburan , maka apa yang mereka lakukan dengan dasar mengagungkan dan mencintai juga termasuk ibadah kepadanya.
“Kemudian dimasa yang panjang berlalu, dan akhirnya orang-orang itu menyembah mereka.”

Yakni, zaman berjalan dalam waktu yang panjang.
Sebab ibadah tersebut dan yang mengantarkan kepadanya adalah apa yang terjadi dari leluhur berupa pengagungan kepada kuburan melalui i’tikaf diatasnya, dan membuat patung-patung mereka ditempat pertemuan mereka. Maka hal itu menjadi berhala yang disembah selain Allah ‘Azza wa jalla. Dengan itu mereka meninggalkan agama Islam yang sebelumnya dipegang oleh para leluhur mereka (sebelum terjadinya sarana-sarana syirik ini) yang mengingkari penyembahan kepada patung-patung itu dan pengangkatan mereka sebagai pemberi syafaat. Ini adalah syirik pertama yang terjadi dimuka bumi.
Al-Qurthubi berkata, “Para leluhur mereka membuat patung-patung  tersebut untuk meneladani mereka dan mengingat perbuatan-perbuatan baik mereka, sehingga para leluhur itu bisa bersungguh-sungguh seperti mereka, beribadah kepada Allah diatas kubur mereka. Selanjutnya datanglah generasi penerus yang tidak memahami maksud para leluhur, dan setan membisikan kepada mereka bahwa para leluhur menyembah dan mengagungkan patung-patung tersebut.”
Ibnul Qayyim rahimahulah berkata,
“Setan terus membisiki para pemuja kubur dan menyampaikan kepada mereka bahwa mendirikan bangunan dan berdiam diri diatasnya termasuk kecintaan terhadap penghuni kubur  dari kalangan Nabi dan orang-orang shalih, dan bahwa berdoa disana adalah mustajab. Kemudian dari fase ini setan membawa mereka untuk berdoa untuk menjadikanya sebagai perantara, bersumpah dengannya atas Allah, padahal kedudukan Allah lebih agung sehingga tidak patut di ucapkan sumpah atasNya dengan nama seorang makhlukNya atau Dia diminta dengan nama salah seorang makhlukNya.
Jika hal itu sudah mereka terima, maka setan membawa mereka darinya kepada fase berdoa dan beribadah kepadanya, memohon syafaat kepadanya selain Allah, menjadikan kuburnya sebagai tempat perayaan dengan lampu-lampu tergantung dan kain-kain kelambu, thawaf dilakukan disekelilingnya, kuburnya diusap dan dicium, dijadikan sebagai tujuan dan dilakukan penyembelihan diatasnya. Jika hal ini sudah mereka terima, maka setan membawa mereka darinya kepada fase berikutnya, yaitu mengajak manusia untuk menyembahnya, menjadikan sebagai tempat ibadah dan perayaan. Maka mereka melihat bahwa hal itu lebih bermanfaat bagi merekadalam dunia dan agama mereka. Semua ini telah diketahui secara mendasar dalam agama Islam bahwa ia bertentangan dengan apa yang dengannya Allah mengutu RasulNya, berupa misi menegakkan tauhid dan agar tidak disembah selain Allah.
Jika hal itu sudah mereka terima, maka setan membawa mereka kepada keyakinan bahwa siapa yang mencegah hal itu berarti dia telah merendahkan para pemilik derajat mulia ini dari kedudukan mereka dan menghina mereka, mengklaim bahwa mereka tidak mempunyai kedudukan dan kehormatan, maka orang-orang musyrik itu marah dan hati mereka membenci, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman, “Dan apabila Nama Allah saja yang disebut, kesallah hati orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat; dan apabila sembahan-sembahan selain Allah yang disebut, tiba-tiba mereka bergirang hati.” (Az-Zumar: 45)
Hal ini merembet kedalam hati banyak orang dari kalangan orang-orang bodoh dan jahil, termasuk banyak orang dari kalangan orang-orang yang mengaku berilmu dan beragama, sehingga mereka memusuhi ahli tauhid dengan tuduhan-tuduhan berat, membuat manusia menjauh dari ahli tauhid dan untuk selanjutnya orang-orang itu bersikap loyal dan mengagungkan ahli syirik, mereka mengklaim bahwa mereka adalah wali-wali Allah, para pendukung agama dan RasulNya, padahal Allah ta’ala menolak hal itu, “(Kenapa Allah tidak mengazab mereka) padahal mereka bukanlah orang-orang yang berhak menguasai? Orang-orang yang berhak menguasainya hanyalah orang-orang yang bertakwa.” (Al-Anfal: 34).” [Demikian ucapan Ibnul Qayyim rahimahullah]
[Disalin dari Fathul Majid syarah Kitab tauhid Bab Ghuluw (Sikap Berlebihan). Oleh Syaikh Abdurrahman bin Hasan. Edisi terjemahan Pustaka Sahifa).

0 komentar:

Posting Komentar