Isbâl Tanpa Niat Sombong Tetap Haram
Pertanyaan
Ada sebagian orang yang mengatakan isbâl itu kalau tidak karena sombong maka ia tidak berdosa, dia juga berdalil dengan hadits juga, bagaimana membantahnya ?
Jawaban.
Syaikh Bin Bâz rahimahullah pernah ditanya tentang hukum isbâl yang tanpa disertai kesombongan. Seperti isbâl yang sudah menjadi kebiasaan. Beliau rahimahullah menjawab :
Dalam hadits shahih disebutkan bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ الْإِزَارِ فَفِي النَّارِ
Kain yang berada dibawah mata kaki itu berada di neraka. [HR Imam Bukhari dalam Shahihnya]
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمْ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ : الْمُسْبِلُ إِزَارَهُ وَالْمَنَّانُ فيما أعطى وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ
Ada tiga (golongan) orang yang tidak diajak bicara, tidak diperhatikan dan tidak disucikan oleh Allâh Azza wa Jalla pada hari kiamat dan mereka mendapatkan adzab yang pedih yaitu (pertama) orang yang memanjangkan sarung (pakaiannya melebihi mata kakinya), (kedua) orang yang sering menyebut-nyebut pemberiannya (sehingga menyakiti orang menerima) dan (ketiga) orang yang menjualnya barangnya dengan sumpah palsu. [HR. Imam Muslim dalam kitab Shahih beliau rahimahullah]
Hadits-hadits yang semakna dengan dua hadits di atas banyak sekali. Hadits-hadits itu menunjukkan bahwa isbâl (memanjangkan pakaian sampai menutupi mata kaki) itu haram secara mutlak. Meskipun orang yang melakukannya mengaku bahwa dia melakukan itu tanpa niatan sombong. Karena perbuatan itu sendiri merupakan jalan yang menyeretnya kepada kesombongan[1]. Disamping itu juga, dalam perbuatan isbâl itu terdapat unsur (berlebih-lebihan) dan pakaian juga beresiko terkena najis dan kotoran.
Jika perbuatan isbâl itu disertai niatan sombong berarti itu akan lebih berat dan dosanya akan lebih besar. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلَاءَ لَمْ يَنْظُرِ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Orang yang memanjangkan pakaiannya karena sombong, maka Allâh Azza wa Jalla tidak akan melihatnya pada hari Kiamat. [HR. Imam Bukhari]
Batas pakaian seorang Muslim itu adalah dua mata kaki. Jadi seorang Muslim yang laki-laki tidak boleh memanjangkan pakaiannya melewati mata kakinya, berdasarkan hadits yang sudah disebutkan. Berbeda dengan kaum hawa. Karena mereka disyari’atkan agar pakaiannya menutupi kedua tumitnya.
Adapun hadits yang menceritakan tentang sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Abu Bakar Radhiyallahu anhu ketika beliau Radhiyallahu anhu mengatakan, “Sesungguhnya sarungku menjulur kecuali aku menjaganya.” Lalu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّكَ لَسْتَ مِمَّنْ يَفْعَلُهُ خُيَلَاءَ
Engkau bukan termasuk orang yang melakukannya karena sombong
Maksud hadits ini adalah orang yang pakaiannya melorot atau menjulur tanpa ada unsur kesengajaan dan dia terus berusaha menjaganya supaya tetap tinggi, maka dia tidak terkena ancaman ini. Karena dia tidak sengaja melakukannya adn tidak bermaksud sombong serta dia tidak membiarkan begitu saja, bahkan dia terus berusaha menjaganya supaya tetap tinggi dan menahannya agar tidak jatuh.
Ini sangat berbeda dengan orang yang dengan sengaja dan sadar memanjangkan pakaiannya. Orang seperti ini dianggap menyimpan niat sombong. Dan kelakuannya itu sendiri merupakan sarana yang bisa menyeretnya kepada sebuah kesombongan. Masalah niatnya yang ada dalam hatinya hanya Allâh Azza wa Jalla yang mengetahuinya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memutlakkan peringatan terhadap perbuatan isbâl ini dalam banyak hadits. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengatakan, “kecuali orang yang melakukannya tanpa niat kesombongan.” Oleh karena itu wajib bagi seorang Muslim untuk menghindari dan menjauhi apa yang diharamkan oleh Allâh Azza wa Jalla , menjauhi segala hal yang bisa mendatangkan murka Allâh Azza wa Jalla dan berhenti pada batasan Allâh Azza wa Jalla demi mengharapkan pahala Allâh Azza wa Jalla dan takut terhadap adzab-nya. Sebagai realisasi dari firman-Nya :
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allâh. Sesungguhnya Allâh amat keras hukumannya. [al-Hasyr/59:7]
Dan juga firman Allah Azza wa Jalla.
تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ ۚ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ وَذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ﴿١٣﴾وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُهِينٌ
(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allâh. Barangsiapa taat kepada Allâh dan Rasul-Nya, niscaya Allâh akan memasukkannya kedalam syurga yang mengalir didalamnya sungai-sungai dan mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. Dan barangsiapa mendurhakai Allâh dan rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allâh memasukkannya ke dalam api neraka dan ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan. [an-Nisâ’/4:13-14]
Semoga Allâh Azza wa Jalla memberikan taufik kepada seluruh kaum Muslimin untuk melakukan apa yang diridhai Allâh dan apa yang mendatangkan kebaikan bagi kaum Muslimin dalam urusan agama maupun dunia mereka. Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla tempat memohon terbaik.
Pembahasan ini juga bisa penanya dapatkan dalam Majmu Fatawa Wa Rasail, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin 12/305-309 dan al-Muntaqa Min Fatawa Syaikh Shalih Fauzan 3/324.
Demikian jawaban Syaikh Bin Baz rahimahullah [2]
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun XV/1432/2011M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196. Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
____
Footnote
[1] Bahkan dalam sebuah hadits disebutkan dengan tegas bahwa isbâl itu wujud dari kesombongan. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِيَّاكَ وَإِسْبَالَ اْلإِزَارِ فَإِنَّهَا مِنَ الْمِخْيَلَةِ
Jauhilah isbâl maka sungguh ia termasuk sikap sombong. (HR. Ahmad 4/65, 5/63, 64, 377, Abu Daud 4084, an-Nasa`i dalam al-Kubra 9691,9693, Ibnu Hibban 521-522 dan dishahihkan oleh Albani sebagaimana dalam Shahih Sunan Abu Daud 3442)
[2] Majmû’ fatâwâ wa Maqâlât Mutanawwi’ah, Syaikh Bin Baz, 5/380
Pertanyaan
Ada sebagian orang yang mengatakan isbâl itu kalau tidak karena sombong maka ia tidak berdosa, dia juga berdalil dengan hadits juga, bagaimana membantahnya ?
Jawaban.
Syaikh Bin Bâz rahimahullah pernah ditanya tentang hukum isbâl yang tanpa disertai kesombongan. Seperti isbâl yang sudah menjadi kebiasaan. Beliau rahimahullah menjawab :
Dalam hadits shahih disebutkan bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ الْإِزَارِ فَفِي النَّارِ
Kain yang berada dibawah mata kaki itu berada di neraka. [HR Imam Bukhari dalam Shahihnya]
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمْ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ : الْمُسْبِلُ إِزَارَهُ وَالْمَنَّانُ فيما أعطى وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ
Ada tiga (golongan) orang yang tidak diajak bicara, tidak diperhatikan dan tidak disucikan oleh Allâh Azza wa Jalla pada hari kiamat dan mereka mendapatkan adzab yang pedih yaitu (pertama) orang yang memanjangkan sarung (pakaiannya melebihi mata kakinya), (kedua) orang yang sering menyebut-nyebut pemberiannya (sehingga menyakiti orang menerima) dan (ketiga) orang yang menjualnya barangnya dengan sumpah palsu. [HR. Imam Muslim dalam kitab Shahih beliau rahimahullah]
Hadits-hadits yang semakna dengan dua hadits di atas banyak sekali. Hadits-hadits itu menunjukkan bahwa isbâl (memanjangkan pakaian sampai menutupi mata kaki) itu haram secara mutlak. Meskipun orang yang melakukannya mengaku bahwa dia melakukan itu tanpa niatan sombong. Karena perbuatan itu sendiri merupakan jalan yang menyeretnya kepada kesombongan[1]. Disamping itu juga, dalam perbuatan isbâl itu terdapat unsur (berlebih-lebihan) dan pakaian juga beresiko terkena najis dan kotoran.
Jika perbuatan isbâl itu disertai niatan sombong berarti itu akan lebih berat dan dosanya akan lebih besar. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلَاءَ لَمْ يَنْظُرِ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Orang yang memanjangkan pakaiannya karena sombong, maka Allâh Azza wa Jalla tidak akan melihatnya pada hari Kiamat. [HR. Imam Bukhari]
Batas pakaian seorang Muslim itu adalah dua mata kaki. Jadi seorang Muslim yang laki-laki tidak boleh memanjangkan pakaiannya melewati mata kakinya, berdasarkan hadits yang sudah disebutkan. Berbeda dengan kaum hawa. Karena mereka disyari’atkan agar pakaiannya menutupi kedua tumitnya.
Adapun hadits yang menceritakan tentang sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Abu Bakar Radhiyallahu anhu ketika beliau Radhiyallahu anhu mengatakan, “Sesungguhnya sarungku menjulur kecuali aku menjaganya.” Lalu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّكَ لَسْتَ مِمَّنْ يَفْعَلُهُ خُيَلَاءَ
Engkau bukan termasuk orang yang melakukannya karena sombong
Maksud hadits ini adalah orang yang pakaiannya melorot atau menjulur tanpa ada unsur kesengajaan dan dia terus berusaha menjaganya supaya tetap tinggi, maka dia tidak terkena ancaman ini. Karena dia tidak sengaja melakukannya adn tidak bermaksud sombong serta dia tidak membiarkan begitu saja, bahkan dia terus berusaha menjaganya supaya tetap tinggi dan menahannya agar tidak jatuh.
Ini sangat berbeda dengan orang yang dengan sengaja dan sadar memanjangkan pakaiannya. Orang seperti ini dianggap menyimpan niat sombong. Dan kelakuannya itu sendiri merupakan sarana yang bisa menyeretnya kepada sebuah kesombongan. Masalah niatnya yang ada dalam hatinya hanya Allâh Azza wa Jalla yang mengetahuinya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memutlakkan peringatan terhadap perbuatan isbâl ini dalam banyak hadits. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengatakan, “kecuali orang yang melakukannya tanpa niat kesombongan.” Oleh karena itu wajib bagi seorang Muslim untuk menghindari dan menjauhi apa yang diharamkan oleh Allâh Azza wa Jalla , menjauhi segala hal yang bisa mendatangkan murka Allâh Azza wa Jalla dan berhenti pada batasan Allâh Azza wa Jalla demi mengharapkan pahala Allâh Azza wa Jalla dan takut terhadap adzab-nya. Sebagai realisasi dari firman-Nya :
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allâh. Sesungguhnya Allâh amat keras hukumannya. [al-Hasyr/59:7]
Dan juga firman Allah Azza wa Jalla.
تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ ۚ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ وَذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ﴿١٣﴾وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُهِينٌ
(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allâh. Barangsiapa taat kepada Allâh dan Rasul-Nya, niscaya Allâh akan memasukkannya kedalam syurga yang mengalir didalamnya sungai-sungai dan mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. Dan barangsiapa mendurhakai Allâh dan rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allâh memasukkannya ke dalam api neraka dan ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan. [an-Nisâ’/4:13-14]
Semoga Allâh Azza wa Jalla memberikan taufik kepada seluruh kaum Muslimin untuk melakukan apa yang diridhai Allâh dan apa yang mendatangkan kebaikan bagi kaum Muslimin dalam urusan agama maupun dunia mereka. Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla tempat memohon terbaik.
Pembahasan ini juga bisa penanya dapatkan dalam Majmu Fatawa Wa Rasail, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin 12/305-309 dan al-Muntaqa Min Fatawa Syaikh Shalih Fauzan 3/324.
Demikian jawaban Syaikh Bin Baz rahimahullah [2]
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun XV/1432/2011M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196. Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
____
Footnote
[1] Bahkan dalam sebuah hadits disebutkan dengan tegas bahwa isbâl itu wujud dari kesombongan. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِيَّاكَ وَإِسْبَالَ اْلإِزَارِ فَإِنَّهَا مِنَ الْمِخْيَلَةِ
Jauhilah isbâl maka sungguh ia termasuk sikap sombong. (HR. Ahmad 4/65, 5/63, 64, 377, Abu Daud 4084, an-Nasa`i dalam al-Kubra 9691,9693, Ibnu Hibban 521-522 dan dishahihkan oleh Albani sebagaimana dalam Shahih Sunan Abu Daud 3442)
[2] Majmû’ fatâwâ wa Maqâlât Mutanawwi’ah, Syaikh Bin Baz, 5/380
0 komentar:
Posting Komentar