Larangan Berbuat Bid’ah

قالت : قال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم ” من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد رواه البخاري ومسلم وفي رواية لمسلم ” من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد

Dari Ummul mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha beliau berkata “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ‘ Barang siapa membuat suatu perkara baru dalam urusan (agama) kami yang tidak berasal dari kami, maka ia tertolak’ . (HR Bukhari-Muslim). Dalam riwayat Muslim dengan lafadz ‘Barangsiapa yang beramal suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dari kami, maka amal tersebut tertolak’
Hadits ini merupakan landasan dalam menimbang amal – amal yang zhahir. Sesungguhnya amalan tersebut tidaklah dianggap suatu amal kecuali jika amal tersebut sesuai dengan tuntunan syari’at sebagaimana pada hadits  انماالاعمال بالنيات  (sesungguhnya amal itu tergantung niatnya) yang merupakan landasan menimbang amalan-amalan batin.Sehingga seluruh amal yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah haruslah dilandasi keikhlasan kepada Allah .
Apabila dikerjakan suatu ibadah semisal wudhu, mandi junub, shalat, dan lain sebagainya akan tetapi dalam pelaksanaannya menyelisihi syari’at maka amal-amal tersebut tertolak dan pelakunya tidak teranggap.
Hadits ini menunjukkan bahwa siapa saja yang melakukan amalan yang tidak ada dasarnya dari syari’at, maka amal tersebut tertolak dan pelakunya berhak untuk mendapatkan ancaman api neraka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang kota Madinah “Barang siapa yang melakukan bid’ah di dalamnya atau melindungi orang yang berbuat bid’ah maka dia berhak mendapat laknat Allah, malaikat-Nya, dan seluruh manusia” (HR Bukhari no 1870 dan Muslim no 1366)
Riwayat kedua yang dikeluarkan oleh Imam Muslim lebih umum dari riwayat yang terdapat pada shahihain karena mencakup seluruh amalan bid’ah, sama saja apakah amal tersebut baru diada-adakan atau amal tersebut  sudah ada dasarnya tapi pengerjaannya yang bid’ah.
Tidak termasuk dalam hadits ini segala sesuatu yang baru dalam agama dalam rangka mashlahat dan penjagaan terhadap agama ini atau dalam rangka agar mengantarkan kaum muslimin memahami dan mengerti agama ini, seperti pengumpulan Al Qur’an dalam mushhaf, dimunculkannya ilmu bahasa dan nahwu, atau yang semisalnya.
Hadits ini secara mutlak menunjukkan tertolaknya seluruh amalan yang menyelisihi syari’at, meskipun pelakunya meniatkan kebaikan. Yang menunjukkan hal ini adalah kisah seorang shahabat yang menyembelih kurban di hari adhhiyyah (idul adha) sebelum shalat ‘Id, maka nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya “kambingmu hanyalah sebatas kambing pedaging” (HR Bukhari no 955 dan Muslim no 1961) artinya sembelihan shahabat ini tidak dianggap sebagai ibadah kurban, namun hanya sembelihan biasa karena dia melaksanakan amal yang ada dasarnya (kurban) akan tetapi menyelisihi syari’at (sebelum shalat id)
Hadits ini secara mantuq (konteks yang tersurat) menunjukkan bahwa seluruh amalan yang tidak ada tuntunan syari’at maka tertolak. Sedangkan secara mafhum (makna yang tersirat dibaliknya) menunjukkan bahwa segala amal yang ada tuntunannya dalam syari’at maka amal tersebut tidak tertolak. Maknanya, siapa saja yang amalnya sejalan dengan tuntunan hukum –hukum yang ditetapkan syariat maka amalnya diterima, sedangkan jika keluar dari tuntunan hukumm – hukum syari’at maka amalnya tertolak.
Di antara faedah hadits ini:
  1. Haramnya melakukan bid’ah dalam agama ini
  2. Seluruh amal yang dibangun di atas bid’ah adalah tertolak
  3. Sesungguhnya sesuatu yang dilarang oleh syari’at mengandung kerusakan.
  4. Amal – amal shalih yang dikerjakan pada kondisi yang tidak disyari’atkan seperti shalat sunnah di waktu terlarang tanpa sebab, berpuasa di hari ‘id, atau semisalnya maka amal – amal tersebut batil dan tidak dianggap sebagai amal shalih.
  5. Hukum yang ditetapkan syari’at (bahwa bid’ah itu tertolak) tidaklah bisa berubah (misalnya menjadi boleh) walaupun dengan keadaan batinnya (misalnya dia ikhlas) karena sabda nabi ‘ Yang tidak ada perintahnya dari kami’
(Disarikan dari kitab Fathul Qawiy al Matin karya Asy Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad hadits kelima oleh Abu Luqman Habib)

0 komentar:

Posting Komentar