عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- « الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ
الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ
وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ
تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ
اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ ».
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallama bersabda :”Seorang mu’min yang kuat adalah lebih baik dan lebih
dicintai Allah daripada seorang mu’min yang lemah. Dan masing-masing
keadaan tersebut terdapat kebaikan. (Oleh karena itu maka)
bersungguh-sungguhlah kamu dalam perkara yang bermanfaat untukmu,
mohonlah pertolongan kepada Allah (dalam meraihnya) dan jangan kamu
lemah. Dan apabila ada sesuatu yang menimpa dirimu maka janganlah engkau
mengatakan seandainya aku melakukan demikian maka keadaanya akan
demikian dan demikian. Akan tetapi katakanlah ‘Qadarullah (ini adalah
dari ketetapan Allah), apa yang Dia Kehendaki pasti Dia lakukan’. Karena
ucapan ‘seandainya itu’ membuka amalan setan.”
[HSR. Muslim rahimahullahu dalam shahihnya no. 6945, Maktabah Syamilah]
Allah Azza Wa Jalla, berfirman:
وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِينَ
"Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati,
sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang yang beriman."
(QS. Ali 'Imran 3 ayat 139)
Diayat yang lain, Allah Ta'ala berfirman,
وَلَا تَهِنُوا فِى ابْتِغَآءِ الْقَوْمِ ۖ إِنْ تَكُونُوا تَأْلَمُونَ
فَإِنَّهُمْ يَأْلَمُونَ كَمَا تَأْلَمُونَ ۖ وَتَرْجُونَ مِنَ اللَّهِ
مَا لَا يَرْجُونَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
"Dan
janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu
menderita kesakitan, maka ketahuilah mereka pun menderita kesakitan
(pula), sebagaimana kamu rasakan, sedang kamu masih dapat mengharapkan
dari Allah apa yang tidak dapat mereka harapkan. Allah Maha Mengetahui,
Maha Bijaksana." (QS. An-Nisa' 4 ayat 104)
Yang dimaksud dengan
mukmin yang kuat di sini adalah mukmin yang kuat imannya. Bukan yang
dimaksudkan dengan kuat di sini adalah mukmin yang kuat badannya. Karena
kuatnya badan biasanya akan menimbulkan bahaya jika kekuatan tersebut
digunakan dalam hal maksiat. Namun pada asalnya, kuat badan tidak mesti
terpuji dan juga tidak mesti tercela. Jika kekuatan tersebut digunakan
untuk hal yang bermanfaat untuk urusan dunia dan akhirat, maka pada saat
ini terpuji. Namun jika sebaliknya, digunakan dalam perbuatan maksiat
kepada Allah, maka pada saat inilah tercela. Jadi, yang dimaksudkan kuat
di sini adalah kuatnya iman.
Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu
Syaikh menjelaskan maksud hadits di atas, "Dan maksudnya: bersemangat
dalam menjalankan sebab yang bermanfaat bagi hamba dalam urusan dunia
dan akhiratnya dari sebab-sebab yang wajib, sunnah, dan mubah yang telah
Allah syariatkan. Lalu dalam mengerjakan sebab tersebut, hamba tadi
meminta tolong kepada Allah semata, tidak kepada selain-Nya, agar sebab
itu menghasilkan dan memberi manfaat. Bersandarnya hanya kepada Allah
Ta'ala dalam mengerjakannya. Karena Allah lah yang menciptakan sebab dan
akibatnya. Suatu sebab tidak akan berguna kecuali jika Allah
mengizinkannya. Sehingga hanya kepada Allah Ta'ala semata ia bertawakkal
dalam mengerjakan sebab. Karena mengerjakan sebab adalah sunnah,
sementara tawakkal adalah tauhid. Jika ia menggabungkan keduanya, maka
akan terwujud tujuannya dengan izin Allah." (Fath al-Majid: 560)
Bersemangatlah dalam perkara yang bermanfaat. Inilah wasiat Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya. Wasiat beliau ini adalah
perintah untuk bersemangat dalam melakukan hal-hal yang bermanfaat.
Lawan dari hal ini adalah melakukan hal-hal yang dapat menimbulkan
bahaya (dhoror), juga melakukan hal-hal yang tidak mendatangkan manfaat
atau pun bahaya.
Wallahu a'lam
0 komentar:
Posting Komentar