Saat-Saat
Terkabulnya Do'a
Rabu, 07 April 04
Berdoa
dianjurkan kapan saja. Tetapi ada saat-saat istimewa. Kapan?
1. Waktu sepertiga malam terakhir saat orang lain terlelap dalam tidurnya.
Allah berfirman: "...Mereka (para muttaqin) sedikit sekali tidur di
waktu malam, dan di akhir malam, mereka memohon ampun (kepada Allah)."(QS.
Adz-Dzariyat: 18-19).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Rabb (Tuhan) kita
turun di setiap malam ke langit yang terendah, yaitu saat sepertiga malam
terakhir, maka Dia berfirman : Siapa yang berdoa kepadaKu maka Aku kabulkan,
siapa yang meminta kepadaKu maka Aku berikan kepadanya, dan siapa yang meminta
ampun kepadaKu maka Aku ampunkan untuknya". (HR. Al-Bukhari no. 1145,
6321 dan Muslim no. 758).
Dan Amr bin Ibnu Abasah mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tempat
yang paling mendekatkan seorang hamba dengan Tuhannya adalah saat ia dalam
sujudnya dan jika ia bangun melaksanakan shalat pada sepertiga malam yang
akhir. Karena itu, jika kamu mampu menjadi orang yang berdzikir kepada Allah
pada saat itu maka jadilah." (HR. At Tirmidzi, Ahmad dan dishahihkan
oleh At-Tirmidzi, Al-Hakim, Adz-Dzahabi, dan Al-Albani).
2. Waktu antara adzan dan iqamah, saat menunggu shalat berjama'ah.
Sayangnya waktu mustajab ini sering disalahgunakan sebagian umat Islam yang
kurang mengerti sunnah atau oleh orang yang kurang meng-hargai sunnah, sehingga
diisi dengan hal-hal yang tidak baik dan tidak dianjurkan Islam, membicarakan
urusan dunia, atau hal-hal lain yang tidak bernilai ibadah. Hal-hal semacam ini
sangat merugikan pelakunya karena tidak mengikuti sunnah Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam dengan sempurna.
Ketentuan waktu ini berdasarkan hadits Anas bin Malik radhiallahu anhu,
bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Doa itu
tidak ditolak antara adzan dan iqamah, maka berdoalah!" (HR. Ahmad dan
Ibnu Hibban, shahih menurut Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan menurut Al-Arnauth
dalam Jami'ul Ushul).
Juga berdasarkan hadits Abdullah bin Amr Ibnul Ash radhiallahu anhu, bahwa ada
seorang laki-laki berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya para muadzin
itu telah mengungguli kita", maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda: "Ucap-kanlah seperti apa yang diucapkan oleh para muadzin itu
dan jika kamu selesai (menjawab), maka memohonlah, kamu pasti diberi."
(HR. Abu Dawud dan Ibnu Hibban, di-hasan-kan oleh Al-Arnauth dan Al-Albani).
3. Pada waktu sujud.
Yaitu sujud dalam shalat atau sujud-sujud lain yang diajarkan Islam. Seperti sujud
syukur, sujud tilawah dan sujud sahwi. Dalilnya adalah hadits Abu Hurairah
radhiallahu anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Keberadaan hamba yang paling dekat dengan Tuhannya adalah ketika ia
dalam keadaan sujud, maka perbanyaklah doa." (HR. Muslim).
Dan hadits Ibnu Abbas radhiallahu anhu, ia ber-kata : "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam membuka tabir (ketika beliau sakit), sementara
orang-orang sedang berbaris (shalat) di belakang Abu Bakar radhiallahu anhu, maka
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Wahai sekalian manusia, sesung-guhnya tidak tersisa dari mubasysyirat
nubuwwah (kabar gembira lewat kenabian) kecuali mimpi bagus yang dilihat oleh
seorang muslim atau diperlihatkan untuknya. Ingatlah bahwasanya aku dilarang
untuk membaca Al-Qur'an ketika ruku' atau ketika sujud. Adapun di dalam ruku',
maka agungkanlah Allah dan adapun di dalam sujud, maka giat-giatlah berdoa,
sebab (hal itu) pantas dikabul-kan bagi kalian." (HR. Muslim).
4. Setelah shalat fardlu
Yaitu setelah melaksanakan shalat-shalat wajib yang lima waktu, termasuk
sehabis shalat Jum'at. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman: "Dan
bertasbihlah kamu kepada-Nya di malam hari dan selesai shalat." (QS.
Qaaf: 40).
Juga berdasarkan hadits Umamah Al-Bahili , ia berkata : "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya tentang doa apa yang paling didengar
(oleh Allah), maka beliau bersabda:
"Tengah malam terakhir dan setelah shalat-shalat yang diwajibkan."
(HR. At-Tirmidzi, ia berkata: hadist ini hasan ).
Karena itu Imam Syafi'i dan para pengikutnya berkata, dianjurkan bagi imam dan
makmumnya serta orang-orang yang shalat sendirian memper-banyak dzkir, wirid
dan doa setelah selesai shalat fardhu. Dan dianjurkan membaca dengan pelan,
kecuali jika makmum belum mengerti maka imam boleh mengeraskan agar makmum
menirukan. Setelah mereka mengerti, maka semua kembali pada hukum semula yaitu
sirri (samar-samar). (Syarh Muhadzdzab, III/487).
5. Pada waktu-waktu khusus, tetapi tidak diketahui dengan pasti
batasan-batasannya.
yaitu sesaat di setiap malam dan sesaat setiap hari Jum'at. Hal ini berdasarkan
hadist Jabir radhiallahu anhu, ia berkata: Saya mendengar Rasu-lullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya di malam hari ada
satu saat (yang mustajab), tidak ada seorang muslim pun yang bertepatan pada
waktu itu meminta kepada Allah kebaikan urusan dunia dan akhirat melainkan
Allah pasti mem-beri kepadanya." (HR. Muslim).
Hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam pernah menyebut hari Jum'at, beliau bersabda: "Di dalamnya ada
satu saat (yang mustajab) tidaklah seorang hamba muslim yang kebetulan waktu
itu sedang mendirikan shalat (atau menunggu shalat) dan memohon kepada Allah
sesuatu (hajat) melainkan Allah pasti mengabulkan permohonannya." dan Nabi
mengisyaratkan dengan tangannya akan sedikitnya saat mustajab itu. (HR.
Al-Bukhari).
Di dalam hadist Muslim dan Abu Dawud dijelaskan:
"Yaitu waktu antara duduknya imam (khatib) sampai selesainya shalat
(Jum'at)". Inilah riwayat yang paling shahih dalam hal ini. Sedangkan
dalam hadist Abu Dawud yang lain Nabi memerintahkan agar kita mencarinya di
akhir waktu Ashar.
An-Nawawi rahimmahullah menjelaskan bahwa para ulama berselisih dalam menentukan
saat ijabah ini menjadi sebelas pendapat. Yang benar-benar saat ijabah adalah
di antara mulai naiknya khatib ke atas mimbar sam-pai selesainya imam dari
shalat Jum'at. Hal ini berdasarkan hadist yang sangat jelas dalam riwayat
Muslim di atas.
Imam An-Nawawi rahimmahullah melanjut-kan: "Adapun hadist yang
berbunyi: 'Carilah saat itu pada akhir sesudah Ashar' (HR. Abu Dawud dan
An-Nasa'i dengan sanad shahih), maka hal ini memberi kemungkinan bahwa saat
ijabah itu bisa berpindah-pindah, kadang-kadang di saat ini, kadang-kadang di
saat itu seperti halnya lailatul qadar."
Imam Ahmad rahimmahullah berkata: "Kebanyakan ahli hadits menyatakan saat
itu adalah setelah Ashar dan diharapkan setelah tergelincirnya matahari."
Lain dengan Ibnu Qayyim. Beliau menjadikannya sebagai dua waktu ijabah yang
berlainan. Dalam Kitab Al-Jawabul Kafi beliau berkata:
(Pertama), jika doa itu disertai dengan hadirnya kalbu dan
totalitasnya dalam berkonsentrasi terhadap apa yang diminta, dan bertepatan
dengan salah satu dari waktu-waktu ijabah yang enam itu, yaitu :
§ Sepertiga
akhir dari waktu malam.
§ Ketika adzan.
§ Waktu antara
adzan dan iqamah.
§ Setelah
shalat-shalat fardlu.
§ Ketika imam
naik ke atas mimbar pada hari Jum'at sampai selesainya shalat Jum'at pada hari
itu.
§ Waktu
terakhir setelah Ashar".
(Kedua), jika doa
tadi bertepatan dengan kekhusyu'an hati, merendah-kan diri di hadapan Sang
Penguasa. Menghadap kiblat, berada dalam kondisi suci dari hadats, mengangkat
kedua tangan, memulai dengan tahmid (puji-pujian), kemudian membaca shalawat
atas Muhammad. Lalu bertobat dan ber-istighfar sebelum menyebut-kan hajat.
Kemudian menghadap kepada Allah, bersungguh-bersungguh dalam memohon dengan
penuh kefaqiran, dibarengi dengan rasa harap dan cemas. Dan ber-tawassul dengan
asma dan sifatNya serta mentauhidkanNya. Lalu ia dahului doanya itu dengan
sedekah terlebih dahulu, maka doa seperti itu hampir tidak tertolak selamanya.
Apalagi jika memakai doa-doa yang dikabarkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
sebagai doa yang mustajab atau yang mengandung Al-Ismul-A'zham (Nama Allah Yang
Mahabesar)."
Ya Allah, kabulkanlah doa-doa kami.
(Abu Hamzah)
Sumber rujukan :
- Syekh
Muhammad Thariq Muhammad Shalih, A'malul Muslim filYaumi wal Lailah.
- Al-Hafidz
Ibnu Hajar, Fathul Bari 11/132.
- An-Nawawi,
Majmu' IV/487 dan 548 -550.
- Ibnu
Qayyim, Al-Jawabul Kafi Hal 12.
- Dan
lain-lain.
0 komentar:
Posting Komentar